Bab 19 - Hadirnya Masa Lalu

1782 Words
Satria masih tercenung dengan memeluk Rani. Satu tahun lamanya Satria menyembunyikan semua ini dari Ica. Kedekatannya dengan bundanya Rani membuat Satria lupa dengan semuanya, termasuk lupa dengan statusnya sebagai tunangan Ica. Cinta yang ia jaga untuk Ica, lenyap begitu saja setelah kehadiran gadis kecil yang bernama Rani, yang ia tolong saat terserempet sepeda motor di dekat rumah yang ia sewa untuk tinggal sementara saat mengurus proyek yang Leo pasrahkan di Bandung. Satria merasakan ada tangan melingkar di perut Satria, dan mencium pipi Satria lembut. Satria menggenggam tangan perempuan yang sedang berada di atas perutnya. “Kenapa? Sudah kan telefon Icanya?” ucap perempuan tersebut dengan manja. “Kapan kamu akan bicara dengan Ica, untuk menjelaskan semua ini, Sat? Sudah satu tahun kita masih di tempat yang sama, tidak ada kejelasan?” tanyanya lagi. “Aku tidak tahu, aku akan cari waktu yang tepat untuk bicara soal ini pada Ica,” jawab Satria. “Rani sudah tidur, aku mau istirahat dulu,” ucap Satria dengan bergegas pergi meninggalkan Rina dan bundanya. Satria melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar Rani, tapi langkahnya terhenti saat kedua tangan melingkar diperutnya, dan memeluknya erat. “Jangan seperti ini, aku benar-benar butuh istirahat, dan mungkin cukup jangan lagi teruskan hal seperti ini. Aku mohon, kamu harus mengerti dengan keadaanku, dan posisiku sekarang!” ucap Satria dengan melepaskan kedua tangan perempuan itu lalu pergi dari kamar Rani, dan Perempuan itu menyusulnnya. “Satria, tunggu!” Tangan satria kembali di tarik oleh perempuan itu. “Apa lagi sih?” “Aku mengerti posisi kamu dan keadaan kamu, Sat! Kamu tunangan orang, bukan suami orang!” jawabnya dengan kesal, dan melepas kasar tangannya dari Satria. “Aku mohon, posisiku sekarang sulit sekali, Sayang. Aku tidak tahu harus bagaimana, dan harus dari mana menjelaskan semua pada Ica, pada mama dan papanya, pada ibuku, dan pada Pak Leo! Aku bingung, Sayang? Kamu tahu kan rasanya terjebak di jalan buntu?” “Maaf, Sat. Kehadiranku tidak bermaksud menghancurkan hubungan kamu dengan Ica, semua ini awalnya dari Rani yang terlalu nyaman dengan kamu, hingga aku pun menjadi nyaman dengan perlakuan kamu terhadap aku dan Rani,” ucapnya dengan menundukkan kepala. Satria menarik tubuh perempuan itu, dan memeluknya. Entah kenapa Satria pun menjadi nyaman dengan perempuan yang berada di dalam pelukannya itu. Berawal dari sebuah perhatian kecil yang diberikan oleh bundanya Rani, ternyata bisa menggoyahkan cinta yang Satria bangun untuk Ica. Cinta yang ia perjuangkan hampir dua tahun lamanya untuk mendapatkan balasan dari Ica, tapi setelah mendapatkannya, dia tergiur dengan perhatian kecil dari seorang janda beranak satu itu, yang tak lain mantan tunangannya dulu. Kehadiran Selvi Aliana, mantan tunangannya yang dulu kabur itu membuat dunia Satria berubah dengan sekejap. Satu tahun dia sudah menjalin hubungan dengan Selvi hingga intim melakukan hal yang tidak sepatutnya mereka lakukan. Hubungan itu tanpa ada seorang pun dari pihak Satria yang tahu hubungan gelap mereka berdua. Ya, kedua orang tua Selvi tahu soal Satria, bahkan papa dan mamanya Selvi menginginkan Satria menjadi suami Selvi, karena dia ingin Satria yang meneruskan perusahaannya. Dan, investor paling besar di dalam proyek yang ia tangani di bandung adalah perusahaan milik papanya Selvi. “Aku pun salah, Sel. Kita tidak pernah tahu dengan apa yang akan terjadi selanjutnya di kehidupan kita. Begitu juga dengan hubungan ini, aku pun tidak tahu, akan terjadi hubungan yang semacam ini dengan kamu, yang dulu sama sekali tidak aku inginkan, saat kita dijodohkan.” “Kamu mencintai Ica? Masih ingin melanjutkan hubunganmu dengan Ica?” tanya Selvi. “Aku tidak tahu, Sel,” jawab Satria. “Aku memang mencintainya, aku sayang sama dia, tapi aku tidak bisa menemukan kenyamanan saat dengan kamu. Dan, seharusnya aku tidak menyakiti dia, Sel,” ucap Satria. “Jangan Cuma dia saja yang merasa sudah kamu sakiti. Lantas aku bagaimana, Sat?” ucap Selvi. “Iya aku tahu, aku tidak akan meninggalkan kamu, Sel. Bagaimana bisa aku meninggalkan kamu? Aku ingin kamu, Sel.” ucap Satria. “Sat, Cuma kamu, aku hanya mohon sama kamu, jangan tinggalkan aku. Aku minta maaf soal kejadian dulu. Aku yang salah, aku meninggalkan kamu dan memilih dengan pria yang mengahamiliku, tapi nyatanya setelah anaknya lahir, dia malah tidak bertanggung jawab, sampai pada akhirnya anak pertamaku sakit dan lalu pergi untuk selamanya. Dan, saat aku memiliki Rani, rumah tangga sudah baik-baik saja, dia meninggalkan aku selamanya, menyusul anak pertama kita. Apa kamu akan meninggalakanku juga, Sat? Aku memang salah, aku berani masuk dan mengusik hubungan kamu dengan Ica, dan aku pun tidak tahu akan jadi seperti ini, Sat?” Satria mngeratkan pelukannya pada Selvi. Dia sendiri pun tidak pernah tahu akan terjadi hal seperti itu. Dia tidak tahu, ada rasa nyaman bersama Selvi, dan mungkin karena Satria yang umurnya sudah cukup matang, dia membutuhkan hal intim dengan perempuan. Sedang dengan Ica, dia tidak pernah mendapatkan, dan merasa jenuh harus menyesuaikan Ica yang masih terbilang sangat muda. Apalagi dia sering LDR dengan Ica, setelah tunangan dengan Ica. “Besok kamu pulang?” tanya Selvi. “Iya, aku pulang.” “Yah, aku sendirian di rumah dong? Kan papa sama mama mau ajak Rani ke Jogja satu minggu di sana?” “Oke, kamu ikut ke Jakarta, aku akan menceritakan semuanya. Mungkin ini sudah saatnya semua tahu, Sel. Aku tidak ingin menunda, dan terlalu lama menyakiti Ica,” ucap Satria. “Jangan besok, ya? Lusa saja, kan enggak ada Rani di rumah, aku masih ingin berdua dengan kamu,” pinta Selvi. “Iya, lusa saja. Gih tidur, kasihan Rani sendirian.” “Aku pengin tidur sama kamu,” pintanya manja. “Okey, yuk ke kamar.” Satria mengajak Selvi ke kamarnya. Setiap bertemu, mereka menghabiskan malam berdua setelah Rani tertidur. Satria benar-benar sudah lupa dengan semua yang ia perjuangkan untuk Ica. Dia lupa dengan ucapan Devan, saat setelah dia resmi melamar Ica saat itu. Semua itu sudah tidak berarti bagi Satria, setelah dia bertemu Selvi, dan dia merasa semua yang ia inginkan dari Ica sudah terpenuhi oleh Selvi. Dengan pakaian yang sangat tipis, Selvi lincah memanjakan Satria di atas ranjang yang menjadi saksi peraduan hubungan gelap mereka. Selvi menarik tubuh Satria, mereka menuju ke arah balkon rumah, tidak ada hal risih bagi mereka, balkon yang menghdap ke taman belakang rumah Selvi, sudah biasa untuk melakukan kegiatan intim mereka. “Mau di sini?” ucap Satria. “Hmmm ... sambil menikmati udara segar di malam hari,” jawabnya manja. Satria merebahkan tubuh Selvi di atas sofa yang biasa mereka gunakan untuk bercinta di sana. Mereka melakukan kegiatan panas tersebut di atas sofa yang mereka khususkan untuk bercinta. ^^^ “Bagaimana kamu betah di situ?” “Ya, gini. Di sini daerahnya dingin sekali. Sesekali ke sini dengan kekasihmu itu?” ucap Devan pada seseorang yang ada di seberang sana. Sudah hampir satu bulan Devan berada di Bandung, membuka restoran baru, tanpa kedua orang tuanya tahu. Dia memberanikan diri untuk membuka cabang lagi tanpa sepengetahuan keluarganya. Devan juga ingin melihat Ica diam-diam, dan memerhatikan Ica. Tiga bulan lamanya dia berusaha menahan diri tidak menghubungi Ica. Dia tidak ingin sakit hati lagi, yang dia inginkan Ica bahagia dengan pilihannya. “Kamu bisa saja. Bulan depan aku menikah. Kamu kapan?” “Sudah sana, kamu dulu saja menikah. Aku nantilah, nunggu Ica janda mungkin, ya?” “Dev, sudahlah, kamu juga berhak bahagia tanpa Ica. Ica sudah bahagia sekarang, kan? Dia juga mau menikah?” “Ya, mungkin sudah bahagia, tapi aku tidak yakin dia akan bahagia dengan pilihannya.” “Why? Sebegitu yakinnya kamu?” “Aku yakin sekali, Aiko. Aku tahu Ica. Bahkan dalam keadaan Ica enggak baik-baik saja aku kerasa?” “Wow ... sebegitu kuatnya ikatan batin kamu dengan Ica? Memang kamu sedang merasa dia tidak baik-baik saja?” “Iya, makanya aku memutuskan untuk kembali ke sini, dan aku diam-diam tanpa ada orang yang tahu kalau aku di Bandung. Aku juga ingin melihat dia bagaimana keadaannya. Aku tidak mau Ica tersakiti lagi, Aiko. Dia kadang menuruti kata hatinya yang menurutku salah, tapi itulah Ica. Dari dulu pertama kali aku kenal ya seperti itu?” “Ya sudah, terserah kamu mau bagaiman, asal jangan mengusik hubungan orang, Dev. Ya, aku sih Cuma menyarankan saja. Biar dia dan tunangannya menyelesaikan masalahnya sendiri, kalau sedang ada masalah. Kamu lihay dia dari kejauhan saja. Katanya kamu akan bahagia melihat dia bahagia?” “Iya sih. Tapi, kalau enggak bahagia, aku akan bawa Ica kabur!” “Idih, jangan ngawur kamu. Menurut aku, hanya orang bodoh yang bilang aku bahagia melihat dia bahagia?” Aiko tergelak meledek Devan. “Sial! Malah meledek kamu!” “Bukan gitu maksudku. Ya emang kamu bodoh sih? Habisnya gitu? Move on, dong?” “Aku enggak bisa move on!” Devan keluar dari rumahnya. Dia ke teras belakang sambil menghabiskan rokok yang dari tadi ia isap saat telfonan dengan Aiko. Dia duduk di bangku taman, sambil menatap teras belakang rumahnya, dan balkon kamarnya. “Di sini enak banget, dingin. Coba kalau ada cewek?” “Mau di apain?” “Di ajak ngobrol sambil makan jagung bakar! Jangan ngeres otak kamu, Bos!” “Ya kali saja, Dev?” “Eh, sebentar. Itu di atas ada orang yang lagi, ehhh ... gila orang bercinta di atas balkon, sudah ah, jijik lihatnya. Aku masuk dulu!” ucap Dev dengan berbisik. “Ada-ada saja kamu, Dev?” Dev tidak menghiraukan ucapan Aiko. Dia masih melihat orang yang di atas balkon dengan perempuan. Dev memutuskan panggilannya dan bergegas naik ke atas, memastikan orang laki-laki yang ia rasa sangat mengenalinya. Devan mengendap, melihat dari balkon rumahnya. Jaraknya tidak begitu dekat. Memang Dev sengaja mematikan lampu di balkon, kalau sudah selepas isya. Dia memastikan siapa laki-laki yang sepertinya sangat familiar bagi dirinya. Selesai bercinta, perempuan itu terlihat pergi, masuk ke dalam, dan laki-laki itu masih di tempat yang sama. Dia menyulut sebatang rokok dan mengisapnya. “Kak Satria? Benar itu Kak Satria?” gumam Devan. Dev mempertajam lagi pandangannya, dan benar yang ia lihat. Itu Satria. Devan tidak salah melihatnya, ternyata benar orang yang bercinta di atas balkon adalah Satria, tunangan Ica, perempuan yang sangat ia cintai. “Tidak salah dia benar Kak Satria, lantas siapa perempuan itu?” gumam Dev saat melihat perempuan itu membawakan minuman untuk Satria. Kembali lagi Satria melakukan adegan panas dengan perempuan itu, dan Dev tidak hilang akal, dia merekam semua yang Satria lakukan dengan perempuan itu. “Aku tidak menyangka kamu menyakiti Ica sekejam ini, Satria! Tunggu apa yang akan aku lakukan terhadapmu! Aku tidak terima kamu menyakiti perempuan yang aku cintai!” Devan mengepalkan kedua tangannya. Dia sudah ingin memberikan pelajaran pada Satria yang sudah menyakiti Ica. Tapi, dia masih menahannya, karena dia pun ingin ada bukti lainnya selain video yang tadi ia rekam, dan hasilnya tidak begitu jelas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD