Lagi-lagi Pak Michael membawaku pada perasaan yang campur aduk. Geli, basah, sedikit bahagia seakan aku adalah ratunya. Dan sedikit rasa terbakar. Eh, yang terakhir itu gak sedikit tapi agak banyak. Bukan hanya panas, tapi sangat membara. Padahal yang ia serang baru bagian wajah saja. Entah karena ia terlalu ngebet ataukah ahli memainkan lidahnya, hingga rasanya sekujur tubuh meletup-letup kayak kawah candradimuka. Mataku yang tadinya bertekad konsisten melotot, mulai goyah. Mau melotot juga susah kalau begini caranya. Duh, ini lagi kenapa celana dalam sana jadi basah coba? Kalau ketahuan kan malu-maluin! "Kamu siap?" tanyanya sambil berbisik. "Eh, untuk apa?" Lah kok suaraku ikut serak ya? Mungkin karena kawah yang sedang bergejolak dalam tubuhku. Jadinya seperti ini. "Kamu akan jadi