Lelaki Bermata Indah

1050 Words
Sudah satu bulan berlalu sejak kejadian dimana Nia mengalami kesulitan akibat tingkah Patrick yang tak henti membuntutinya. Sejak saat kejadian itu Nia merasa memiliki nyali lebih besar saat pulang, ia tak mengalami ketakutan hebat. Sore ini Nia berencana untuk mampir ke mini market tak jauh dati kompleknya, ia berencana membeli beberapa kebutuhan mandi dan hal lainnya. Langit memang sudah mulai menampakkan aura menggelap namun Nia tak takut sedikitpun akan datangnya petang. “Hei, tumben kamu kesini sorean?” sapa teman masa sekolahnya yang bekerja di minimarket, Tere. “Yup sekalian pulang aku mampir beli sabun” jawab Nia sembari melenggang santai ke rak sabun. “Yee kalo nggak kehabisan sabun kamu nggak ingat sama aku nih ceritanya?” tanya Tere sebal. “Hei kalo mau, aku bakal pergi dari Jakarta lalu milih kerja di Bali aja deh. Mending disana dari pada disini ketemunya kamu melulu” ejek Nia sembari memasukkan sabun dan shampoo ke keranjang. “Cihh nyebelin, yauda sono kenapa nggak ke Bali?” “Pinjemin duit kamu yak hahaha” “Hahaha! Dasar kau ini nggak modal amat!” ejek Tere ganti. Di sela candaan mereka sosok lelaki bertubuh tinggi dan besar masuk ke dalam minimarket, lelaki itu jelas melihat keberadaan Nia yang tengah berada di deretan rak pasta gigi. Suara Nia yang merdu dan tawanya yang renyah terdengar sejauh lelaki itu di depan rak alat cukur kumis. Pun dengan Nia yang menyadari keberadaan lelaki misterius yang tengah ada di minimarket ini, jantung Nia seakan berdetak tak karuan melihatnya. Namun debaran di hati Nia bukanlah tentang ketakutan melainkan kegembiraan. “Udah ini aja?” tanya Tere ketika Nia berada di depan kasir. “Yup, untuk sementara cuma ini yang aku beli” “Ish nggak beli kue lumpur sekalian?” tanya Tere menawarkan. “Hari ini enggak mau hehe” jawab Nia. “Heeh ibumu kan suka sama kue lumpur, nggak ada salahnya dong bawain sekali-sekali?” Nia menjitak dahi Tere pelan, “Nggak ingat soal tahun lalu?” “Oh ya bu Kalsum punya riwayat diabetes, eh gimana keadaannya sekarang? Maaf aku lupa malah tawarin kue manis” “Ibu baik-baik saja sekarang, aku seneng beliau sudah bisa banyak melakukan aktifitas lagi. Makasi udah perhatian sama ibuku hehe” jawab Nia. “Sampaikan salamku sama ibumu ya, aku bakal main ke rumahmu hari Sabtu nanti” ucap Tere dan di balas anggukan oleh Nia. Lelaki berpakaian hitam itu tetap berdiri di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun, ia hanya menyentuh alat cukur tanpa mengambilnya. Nia yakin lelaki itu pasti sudah mendengarkan obrolannya dengan Tere sejauh ini, tapi lelaki bermata indah itu tetap tak berniat melakukan apapun pada Nia. Dia menjaga jarak dengan Nia! Gadis cantik itu melenggang pulang dengan nyanyian manis yang ia senandungkan sepanjang jalan, tak ada rasa ketakutan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Hati Nia lebih tentram dan damai seakan tak ada batu yang mengganjal lagi. Nia berjalan menyisir rumah-rumah sederhana di perkampungan pinggir kota, letak rumahnya berada di perkampungan kecil namun terlihat sangat asri di Ibukota. Nia bersenandung kecil selama perjalanan, suasana sore memang terlihat sudah sepi hanya ada beberapa orang yang berpapasan dengannya. Jalanan kampung ini tidak lebar namun cukup untuk di lalui oleh dua kendaraan, kampung asri tempat asal Nia ini lebih hangat dan jauh dari area perkotaan dengan suara kendaraan yang berlalu lalang tiada henti. “Syalala.. You write your name.. syalala” gumam Nia bersenandung ria. Selama perjalanan ia menyapa beberapa orang yang telah kenal dekat dengannya, beberapa lagi sama-sama pulang dari kerja dan saling sapa dengannya. Nia sangat suka dengan warga disini yang sudah sangat hangat dan mengenal satu sama lain. Nia tahu lelaki itu masih mengikutinya dari belakang namun dengan jarak sedikit jauh, kebiasaan lelaki itu sudah di hapal oleh Nia. Dia tak akan pernah mendekati Nia sedikitpun, matanya yang berwarna cokelat indah itu terlihat selalu mengawasinya. “Kamu masih jalan di belakang ya?” gumam Nia, ia melihat bayangan lelaki itu dari pantulan jendela salah satu warga. Lelaki itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket kulit berwarna hitam legam. Semua outfit yang di kenakan olehnya berwarna hitam namun Nia tahu kulit lelaki itu sangat putih dan bersih, lelaki itu memandangi Nia tanpa berniat mendekatinya. Tiba di depan rumah sederhana bermodel khas jaman Belanda milik keluarga Nia, gadis itu melihat ke belakang tepat dimana lelaki itu berjalan membuntutinya. Namun Nia tak melihat sosok yang seakan menemaninya pulang setiap sore itu. “Nia sayang, kamu ngapain disana? Ayo cepet masuk nak, sudah petang” panggil seorang wanita paruh baya di depan rumah Nia. Nia tersenyum sangat manis masuk ke dalam pagar rumahnya, “Baik, Bu” jawab Nia sangat ceria. Nia kembali melihat tepat di jalanan depan rumahnya, lelaki itu tetap tak nampak sekalipun. Nia menyusul ibunya masuk ke dalam rumah, ia tak ingin banyak memikirkan hal yang tak perlu. Namun kecuekan Nia tak bisa berhenti sampai disana saja, lelaki berpakaian serba hitam itu muncul saat Nia tengah makan malam bersama sang ibu. Nia menoleh ke jendela kayu dan melihat sosok siluet pria berbadan tinggi dan besar berdiri di depan rumahnya. Pria itu hanya diam tanpa melakukan apapun, kedua tangannya masuk ke dalam saku namun Nia tahu pandangan matanya lurus menatapnya dengan kedua bola matanya yang indah. Sadar Nia mengetahui kemunculannya, sosok pria itu berjalan mundur dan pergi tanpa melakukan apapun lagi. Wajahnya tertutup bayangan topi dan tak terpantul oleh lampu jalan, sosok pria itu sungguh misterius bagi Nia. Lelaki itu kembali meninggalkan banyak tanda tanya untuk Nia sendiri, apa sebenarnya keinginannya sampai mengikuti Nia selama ini? “Ada apa, nak?” tanya ibunya. “Nggak ada Bu, ku kira ada kucing lewat di pagar rumah kita tadi” jawab Nia asal-asalan. Nia kembali menatap jalanan tempat sosok pria tadi berdiri, ia sangat penasaran apa keinginan pria itu. Pria itu seakan melindunginya setiap perjalanan kembali pulang, seakan Nia di lindungi dari sesuatu yang jahat sampai memastikan Nia selamat di rumah. “Siapa engkau gerangan?” gumam Nia pelan. Nia mulai membayangkan semua tentang lelaki bermata indah itu, ia ingat betul kejadian satu bulan yang lalu saat ia meminta bantuan pada lelaki itu. Tak ada seorangpun yang bisa ia mintai pertolongan selain dia, lelaki bertubuh tinggi besar dengan mata indah nan tajam yang selalu ia hindari. “Apa dia yang membawaku sampai ke rumah walau aku sedang pingsan?” gumam Nia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD