Lipstick Merah

2610 Words
Rafael mengerjap beberapa saat, “Kamu nggak mau tahu soal aku gitu?” Nia menggeleng, “Enggak, enggak sama sekali” “Terus kenapa kamu nggak keberatan deket-deket begini?” tanya Rafael. “Tujuanku cuma satu mas, aku cuma mau ketemu nona Ellaine aja. Nggak lebih, aku nggak tertarik siapa masnya” jawab Nia, ia menyangklong tasnya lagi. Rafael nyengir dengan jawaban spontan Nia, “Hei hei kamu mau kemana?” cegah Rafael ketika Nia akan pergi. “Mau kerjalah, aku udah terlambat. Aku nggak mau telat ke kantor dan nggak kebagian bus gara-gara banyak bicara sama masnya” Tanpa pikir panjang Rafael menyeret tangan Nia, “Kalo gitu naik delman punyaku aja” “Delman?” Rafael membuka pintu mobil miliknya, “Sekarang masuklah ke delman punyaku” Nia terdiam melihat mobil mewah berwarna hitam, meskipun sebelumnya Nia sudah pernah menaikinya namun aneh saja ia harus berangkat kerka dengan lelaki yang belum pernah ia kenal sebelumnya. Lagi pula ia sedikit takut dengan penampilan serba gelap lelaki ini, Nia menatapnya sekilas namun pandangan mata Rafael tertuju terus padanya. “Ada apa?” tanya Rafael. “Eem, aku.. aku pake bus aja ya mas” “Busnya udah banyak yang lewat, lagian udah penuh sesak sama penumpang lain. Naik delman punyaku aja, di jamin nggak bakal ada yang berdesakan denganmu” ujar Rafael. “Tapi mas,-!” “Udah jangan banyak mikir, kamu bakal telat kalo tetap ngotot mau berangkat pake bus” omel Rafael. Mau tak mau Nia harus merelakan dirinya naik mobil bersama Rafael lagi, meskipun aneh tapi di rasa Nia omelan Rafael sedikit menakutkan baginya. Lelaki itu memasangkan sabuk pengaman untuk Nia, wajahnya sangat dekat dengan Nia, tentu saja jantungnya tak bisa berdetak dengan baik. “Kalo bepergian harus di pake sabuk pengamannya, safety first” ujar Rafael. Nia mengangguk pelan, “Terima kasih” “Aku bakal sedikit ngebut kali ini, kalo engga kita nggak akan sampai di kantormu tepat waktu. Jadi tutup mata saja kalo kamu takut” ujar Rafael. Nia tak tahu kalau cara mengemudi Rafael seperti apa karena sebelumnya Nia tak merasa bahwa Rafael ngebut, bisa di katakan Rafael mengemudi dengan kecepatan sedang. Namun selama perjalanan berlangsung Nia sedikit bertanya-tanya apa memang ini yang di katakan ngebut bagi Rafael? ‘Ini nggak secepat kayak dugaanku, masih normal, aman’ gumam Nia. Ia melirik lelaki di sampingnya yang tengah fokus mengemudi, Nia terpesona dengan lelaki yang baru di kenalnya ini. Cara dia untuk menjaga dirinya benar-benar baik, ia tak ingin mengemudi terburu-buru hingga membahayakan orang lain. Tepat dua puluh menit ia berada satu mobil dengan Rafael, mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan kantor Nia. Nia segera turun agar tak banyak orang yang tahu bahwa ia berangkat bersama lelaki, bakal jadi berita heboh nanti kalau ada rekannya yang tahu. “Kamu turun sekarang?” tanya Rafael. “Iya, makasi ya mas udah mau nganterin aku” kata Nia, ia mencoba melepas sabuk pengamannya sendiri. Melihat gadis itu kesulitan, Rafael mencoba membantunya sekali lagi. Sekali lagi jantung Nia berdetak sangat kencang saat wajah Rafael dekat padanya, tak sengaja tatapan mata Rafael tertuju pada Nia yang terdiam menatapnya. Tubuh Nia terasa bergetar, ia merasa pernah melihat tatapan mata ini sebelumnya. Sorot mata indah itu tak pernah lepas dari ingatan Nia dimanapun ia berada, selama beberapa wkatu berlalu sorot mata indah dari lelaki di masa lalu terus saja membayangi ingatannya. “Mas?” panggil Nia. Rafael menjauh seketika saat Nia mulai menunjukkan ekspresi ketakutan, “Maaf” Nia mengangguk pelan, ia segera turun dari mobil mewah milik Rafael tentu saja mata Rafael tak pernah melewatkan kesempatan menatap cantiknya Nia di pagi hari ini. Sekali lagi Nia menatap Rafael sebelum ia masuk ke dalam kantornya. “Terima kasih sekali lagi, hati-hati di jalan mas” ucap Nia. Gadis itu segera masuk ke dalam halaman kantor meninggalkan Rafael yang masih terdiam tak sempat mengucapkan selamat tinggal. Rafael tersenyum saat mengingat betapa aneh riasan Nia pagi hari ini, ia memakai lipstick terang yang belum pernah di lihatnya sebelum ini. Tak ingin membuang waktu lagi Rafael segera berangkat ke rumah sakit untuk menjalankan tugasnya sebagai dokter, misi menggoda Nia sudah selesai dan ia sangat senang dengan hal itu. Pagi harinya terasa lebih segar dari yang di duga, melihat wajah Nia yang berseri saat jeluar dari rumah lalu berkeringat setelah berlari adalah pengalaman paling indah yang ia rasakan. Nia berlarian masuk ke dalam ruang kerjanya, napasnya ngos-ngosan saat ia berhasil masuk sebelum jam kerja mulai berjalan. Semua mata melihat Nia yang tak biasanya berlarian di koridor dan berpenampilan sedikit berantakan. “Ada apa? Pagi-pagi udah kayak baru di kejar maling?” tegur Ratna. Nia melirik jarum jam yang masih menujukkan pukul tujuh lewat empat puluh lima menit, “Huh aku tepat waktu sebelum terlambat” gumam Nia. “Nia, kamu nggak apa-apa?” tegur Henry, lelaki itu juga terkejut melihat Nia yang berantakan. “Oh, saya baik-baik saja pak hehe” jawabnya polos, ia segera berjalan senormal mungkin menuju meja kerjanya. “Hei Nia, kamu tadi berangkat lewat mana?” tanya Rarna. “Kenapa?” tanya Nia ganti. “Aku nggak lihat kamu lewat jalan yang biasa kamu lewati pagi ini dan aku nggak lihat kamu masuk lewat pintu belakang, biasanya kita lewat sana karena lift di depan pasti penuh” terang Ratna. “Haha sesekali aku ingin lewat depan, itu saja nggak ada yang lain” jawab Nia, jangan sampai Ratna tahu tentang lelaki yang mengantarnya tadi. “Ada apa?” tanya Nia, sorot mata Ratna fokus pada sosok lelaki berdiri di depan dispenser. “Lihat deh, makin lama auranya makin keluar. Makin hari aku perhatikan dia makin ganteng melebihi artis Korea” bisik Ratna memuji lelaki yang menunggu air dispenser panas. “Heh mana ada, ya aku tahu sih dia lebih ganteng dari orang sini kebanyakan tapi nggak sampe ngalahin gantengnya artis Korea dong” protes Nia. “Nggak nggak, itu memang bener Nia. Auranya udah mirip kayak idol Korea, coba aja kalo dia lebih agresif sedikit mungkin aku bakal lebih agresif lagi hehe” ujar Ratna mulai ngawur. “Heh jangan macam-macam, ini masih pagi” tegur Nia, ia menyalakan komputer. “Nah yang bener harus begitu Nia, menghayal hal jorok di pagi hari itu bikin imun makin naik hehe” kata Ratna. “Harusnya kamu bilang langsung ke pak Henry, sana ngomong deh” ujar Nia. Ratna diam-diam memperhatikan wajah Nia yang lebih berseri di banding sebelumnya, “Hei kamu pake make up ya hari ini?” “Apa?” tanya Nia balik. Ratna menunjuk bibirnya sendiri, “Itu, itu bibir pake lipstick warna merah menyala begitu. Itu lipstick yang aku berikan padamu bukan?” “Hehe iya, tadi aku coba pake ternyata lipstiknya nggak bisa di hapus. Jadilah begini sekarang, aku malu banget Ratna, gimana ini nggak bida di hapus?” ujar Nia memelas. “Yee itukan memang lipstick ala matte, jadi bakal nempel seharian sama kamu. Tenang aja nanti juga hilang kok kalo di pake makan” sahut Ratna. “Beneran?” “Iya coba sini kamu bawa nggak? Aku mau minta siapa tahu pak Henry seneng aku pake lipstick semenyala itu” pinta Ratna. “Hei aku nggak bawa tahu, aku tinggal di rumah tadi buru-buru” sahut Nia. “Eh orangnya kemari” pekik Ratna. Henry selesai mengaduk kopi panas miliknya dan berjalan perlahan melewati meja Nia dan Ratna, tatapan mata Henry tertuju pada Nia yang fokus mengerjakan laporan di depan computer. Ada sedikit hal aneh yang di lihat oleh Henry hari ini, Ratna menyibakkan rambutnya saat Henry melihat mereka. “Hei, pak Henry lihat kesini Nia kyaaaaa! Nia, Nia tadi pak Henry tersenyum sama aku hehe” pekik Ratna kegirangan. “Mana mungkin ah, kalo benar begitu ya jelas kita kan prajuritnya dia. Tentu saja dia bakal melihat kita karena dia juga ramah sama semua orang” sanggah Nia. “Nggak nggak, kali ini aku nggak setuju sama pendapatmu Nia. Aku yakin ada yang pak Henry sembunyikan dari kita, lihat saja beliau masih sering melihat kemari setelah lewat” kata Ratna. Nia menoleh pada tempat dimana Henry tengah berbincang bersama rekan kerja lainnya, apa yang di katakan oleh Ratna benar adanya, Henry menoleh padanya dan memberikan senyuman yang ramah. Baik Nia maupun Ratna menjawab senyuman itu, Ratna langsung memekik kegirangan namun beda halnya dengan Nia yang tak merasa ada yang aneh dengan Henry hari ini. ‘Apa, dia tersenyum kayak biasanya. Apanya yang beda dari dia sih?’ ucap Nia dalam hati. Ia mengabaikan kesenangan hati Ratna saat ini, rekan satu timnya itu tak segan menunjukkan hal yang ia senangi atau tidak. Dan hal itu bagus untuk Ratna karena bisa mengekspresikan emosi, hal ini yang menyebabkan Ratna jarang sekali terkena depresi seperti gadis pada umumnya. Siang ini keadaan seperti biasanya Nia dan Ratna tengah memberikan pengarahan pada dua orang pegawai yang di tunjuk oleh Andre beberapa waktu yang lalu. Ratna, Nia dan dua orang pegawai wanita baru itu duduk berhadapan di depan meja meeting, di perusahaan ini sudah memiliki integritas selalu mengevaluasi kinerja sesama karyawannya. “Dengar ya, aku nggak mau kalian terlambat mengumpulkan laporan lagi seperti minggu lalu dan menyerahkan semua pekerjaan tanggung jawab kalian padaku dan Nia” tegur Ratna sangat tegas. “Hemm, tapi kami lebih unggul di bandingkan kalian. Kami di tunjuk oleh pak Andre sendiri, buktinya..” “Buktinya kerjaan kalian nggak ada yang becus!” tegur Ratna membuat keduanya terdiam. “Dengar ya, aku nggak peduli siapa yang menunjuk kalian atau kemampuan kalian yang sudah unggul. Dengan melihat kinerja kalian saja aku sudah tahu kalo kalian b****k nggak becus kerja, mana ada rekomendasi dari atasan hasilnya b****k begini?” Dua orang itu tetap terdiam mendengar ucapan Ratna yang memang tak bisa di bantah, “Aku nggak bisa terima cara kerja kalian yang seenaknya begini, kalo masih begini aku bakal ajukan banding ke pak Henry untuk pengunduran kalian. Kalo perlu aku akan berikan surat pernyataan pada pak Andre agar segera mengganti posisi kalian dengan pegawai yang lebih professional lagi” ujar Ratna. Nia terdiam saja mendengar Ratna mengomel sejak tadi, ia tersenyum karena rekannya punya sisi yang sangat tegas mengenai pekerjaan. Nia tersenyum bangga pada Ratna yang mau bekerja keras membangun tim yang solid. Ia banyak berhutang budi pada Ratna karena dialah satu-satunya rekan yang bisa ia andalkan di situasi genting. “Baik kak, saya akan mengerjakannya lebih baik lagi ke depannya” kata salah seorang dari mereka. “Ya sudah aku tutup meeting evaluasi kali ini, aku akan tetap melihat kalian selama kita masih berada di divisi yang sama. Ingat tugas kita bekerja disini untuk memajukan perusahaan bukan untuk gaya-gayaan dapet perhatian dari atasan!” geram Ratna. Nia tersenyum cerah melihat dua pegawai baru itu sangat sopan kali ini, mereka segera menuju meja kerja masing-masing dan menyelesaikan semua tanggung jawab di pundak masing-masing. Ratna cengar cengir sendiri setelah mengomeli kelakuan dua pegawai baru itu. “Kamu lega, Ratna?” tanya Nia. “Hemm no, aku belum bisa lega kalo mereka belum bekerja dengan baik” jawab Ratna, “Tapi yaa, setelah aku mengeluarkan uneg-unegku barusan, rasanya sedikit lega sih” “Baguslah kalo begitu, kamu nggak uring-uringan lagi kan?” Ratna tersenyum pada satu-satunya teman yang bisa ia andalkan juga, “Bagaimana denganmu Nia, kamu banyak diam tadi. Kenapa nggak kasih saran apapun sama mereka?” “Hemm, aku belum bisa melakukannya. Rasanya belum porsiku untuk memberikan nasihat pada mereka karena aku sendiri punya banyak kesalahan yang sangat fatal sebagai pegawai” jawab Nia. “Haha menurutku malah kamu nggak ada kurangnya, sejak kita di tinggal oleh Cassandra bahkan nona Ellaine. Kamu tetap bertahan walaupun divisi kita banyak masalah, saat itu pula aku sudah berusaha untuk keluar dari sini tapi melihatmu bekerja sendiri makin membuat aku yakin bekerja denganmu nggak aka nada ruginya, hehe” Nia tersentuh dengan ucapan Ratna, ia rela bertahan hanya demi dirinya, “Terima kasih masih menemaniku disini” ujar Nia. “Yup, sebentar lagi sudah jam untuk istirahat, kita makan soto biasanya yuk” ajak Ratna dan di setujui oleh Nia. Ratna keluar dari ruangan lebih dulu di bandingkan Nia, gadis berambut lebat dan panjang itu masih harus merapikan catatan dan juga semua kursi yang baru saja di pakai. Tak berselang lama Henry masuk ke dalam ruangan rapat, lelaki itu tersenyum karena selalu Nia orang terakhir yang keluar dari ruangan ini. “Kenapa kau membersihkannya?” tanya Henry heran. “Oh pak Henry, maaf saya nggak tahu bapak ada di sini” kata Nia penuh sopan. “Nggak apa-apa, kau bisa tinggalkan saja nanti tukangnya yang bakal bersih-bersih. Kamu kembali saja lima menit lagi istirahat makan siang” kata Henry, senyumnya mengembang sempurna di depan gadis cantik ini. “Hemm sudah terlanjur pak, nggak apa-apa saya bantu pak office boynya membersihkan ruangan ini. divisi kami baru saja memakainya jadi saya rasa kurang sopan kalau meninggalkannya dalam keadaan berantakan begitu saja” jawab Nia. “Haha kalian berdua bekerja dengan sangat baik, aku salut kalian tetap kompak meskipun Ellaine dan Cassandra harus meninggalkan posisinya. Aku juga salut denganmu yang selalu bekerja sangat keras di bidang ini” puji Henry. Wajah Nia jadi lebih memerah karena pujian Henry, “Terima kasih sekali lagi, pak” Nia segera mengemasi barang-barangnya dan besiap untuk kembali ke meja, Ratna pasti sudah menunggunya untuk turun membeli nasi soto. Sedangkan Henry tetap menatap gerak gerik Nia yang sangata aktif itu. “Kamu kelihatan beda hari ini, Nia” ujar Henry pelan. “Ya pak?” sahut Nia, ia berbalik menatap Henry sebelum keluar ruangan. “Kamu pakai make up sedikit hari ini, itu bagus cocok untukmu” kata Henry lagi. Seketika Nia menyentuh wajahnya yang memang hari ini ia poles dengan make up, ia tak menyangka kalau sedikit perubahan yang dia lakukan menarik banyak perhatian di sekitarnya. Nia menunduk hormat pada Henry sebelum ia keluar ruangan meninggalkan atasannya sendiri. “Kau dari mana aja lama amat?” tanya Ratna. “Masih bersihkan meja tadi di ruang meeting, udah yuk kita turun makan soto” ajak Nia sembari menggendeng tangan Ratna menuruni gedung. * Di sore yang sudah di tunggu ini, Nia tak sabar ingin segera pergi ke rumah sakit untuk menjenguk sang ibu tercinta. Gadis itu bersiap untuk pergi dan mengemasi barang-barangnya seidkit cepat, ia melirik jam yang hampir menunjukkan pukul empat sore. Nia kembali membersihkan mejanya sebelum pergi, “Nia kamu mau temenin aku ke mall bentaran doang?” tanya Ratna, gadis itu baru saja kembali dari toilet. Nia melewatinya sedikit berlari, “Maaf Ratna, aku harus kembali ke rumah cepat hari ini. Aku janji bakal menemanimu lain kali, sampai jumpa besok” kata Nia, ia segera pulang. “Hei Nia, tunggu! Kau mau kemana buru-bru begitu?” teriak Ratna. Hendry tak sengaja mendengar percakapan dua orang itu saat ia akan kembali ke ruang atasan, ia menatap Nia yang berlarian tergesa-gesa kembali ke pulang. Tak biasanya ia melihat gadis itu sangat gopoh begini, setelahnya Henry di buat terkejut oleh tatapan Ratna yang manis bagai gula. “Halo pak” sapa Ratna. “Halo, selamat sore” sapa Henry. “Well well, dari pada teriak-teriak begitu segera bereskan semua barangmu dan pulang saja, kalo kelamaan disini takutnya ada hantu loh hehe” ujar Edy yang datang tiba-tiba di belakang Ratna. “Hussh kau ini, mana ada hantu berani sama aku!” ujar Ratna, ia segera berlari mengemasi barangnya. “Tuh kan, takut dia apa ku bilang” ejek Edy. Henry melihat karyawannya yang lebih bahagia di bandingkan dengan sebelumnya, ia segera masuk ke dalam ruangan atasan dan menemui pengganti Andre sementara waktu ini. Sedangkan Nia, ia berlarian mengejar bus yang akan mengantarnya menuju rumah sakit tempat dimana ibunya di rawat. “Semoga masih sempat, tolonglah jangan sampai aku ketinggalan bus lagi”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD