Rafael dan Hans cepat-cepat berganti posisi, mereka berdua sadar betul bahwa orang-orang di depan mereka tak lain adalah bawahan Rian yang masih tertinggal di Indonesia. Jika mereka berada disini sudah kemungkinan mereka mengetahui tempat tinggal Ellaine.
Beberapa mobil melaju kencang mendahuli mobil Hans, sekali lagi mereka tahu betul ini semua ulah para bawahan Rian yang sangat menjengkelkan. Hans menatap wajah Rafael yang sedikit kurang bersahabat kali ini, ia tahu betul Rafael pasti tegang menghadapi musuh mereka.
“Rafa tenanglah, kita kejar mobil mereka yang mendahului tadi dan berusaha menjauh dari mobil penghadang” kata Hans tenang.
“Yeah, itu yang aku pikirkan sejak tadi” sahut Rafael, matanya tetap menatap lurus ke depan.
“Kau bisa mengejarnya?”
Rafael mengangguk yakin, “Bakal ku hajar mereka semua” geram Rafael.
Ia menginjak gas sedalam mungkin sampai jalanan terasa begitu cepat terlewati, mereka masuk ke dalam hutan-hutan yang menghubungkan menuju villa. Walaupun para mobil penghadang masih berusaha mengejar Rafael dan Hans namun Rafael lebih lincah membalik keadaan.
“Dua puluh menit lagi kita sampai ke villa” kata Hans sangat tenang.
“Hemm, dan mereka masih berusaha mengejar kita” kata Rafael.
Tanpa pikir panjang Rafael banting setir ke kanan dan melaju kencang menuju arah datang sebelumnya, empat mobil penghadang itu terkejut dan ikut-ikutan putar balik mengikuti arah Rafael. Hans sedikit terkejut juga melihat perbuatan Rafael yang di luar kendalinya.
“Rafael apa yang kau?”
“Menyesatkan mereka, aku nggak mau makin banyak orang yang bertamu ke vilaa. Aku yakin tiga mobil di depan kita saja sudah membawa banyak masalah” kata Rafael.
Empat mobil itu kembali ke jalur lalu mengejar Rafael yang sudah lebih dulu melaju kencang putar balik, ketika jarak mereka sedikit jauh Rafael banting setir lagi memasuki hutan pinus yang amat lebat. Hans hanya bisa menutup mata bila Rafael sudah melakukan hal ini, akan sangat berbahaya bila dia sendiri yang melakukannya.
“Mereka masih mengejar?” tanya Hans.
“Tentu saja”
“Mereka bawa senjata?” tanya Rafael.
“We never know until they get really mad with us” jawab Hans.
Hans melihat pada spion mobil, benar saja empat mobil itu mengejar Rafael yang memasuki area perkebunan pinus. Jalanan yang tak beraspal dan juga sangat berdebu itu benar-benar tak cocok di lalui mobil biasa, Hans melihat dengan jelas keempat mobil bawahan Rian itu sangat kesulitn mengejar Rafael, satu dari mereka terjebak jalanan yang berdebu hingga mobil tak bergerak.
“Oke aku paham rencanamu Rafa, satu mobil terjebak. Kembalilah ke jalanan aspal kalau semuanya berhadil terkecoh” kata Hans, ia sedikit mulai panik.
“Hans tenanglah, kau tahu aku nggak akan membuat kita berdua celaka” kata Rafael, wajahnya makin beringas menginjak gas.
Rafael harus memutar kotak agar keempat mobil itu bisa menjauh darinya walaupun ia harus mengukur waktu lebih lama lagi sampai ke villa, Hans yakin para bawahan Rian yang lain pasti sudah sampai di villa tempat Ellaine tinggal, yang bisa Hans lakukan saat ini hanyalah ingin agar Ellaine bertahan menunggu kedatangannya.
Satu mobil lagi menabrak pohon pinus berukuran besar di ikuti oleh satu mobil yang menabrak mobil di depannya akibat tabrakan tak terkendali di depannya, kedua mobil itu mengeluarkan asap mengepul dari mesin. Hans bisa bernapas lega tiga mobil telah di lumpuhkan, walau masih ada satu mobil lagi namun jaraknya terlalu jauh.
“Oke kau bisa kembali ke jalanan sekarang, kita sudah terlalu jauh dari mereka Rafa” kata Hans.
“Yeah, you right” sahut Rafael pelan.
Rafael segera banting kemudi kembali kea rah jalanan aspal, ia menginjak gas dalam-dalam agar melaju lebih kencang meninggalkan mobil terakhir. Hans melihat beberapa orang keluar dari dalam mobil dan mengutuk Rafal yang berhasil menggagalkan rencana mereka.
“You doing great, Rafa. Aku nggak bakal bisa mengecohkahkan mereka seperti yang kau lakukan” kata Hans memuji.
“Well aku hanya kepikiran kenapa mereka repot-repot mengejar kita yang sudah jelas akan membuat repot, kalo aku jadi mereka mungkin aku akan mengabaikan mobil ini dan mengejar rekanku untuk mencelakai Ellaine” kata Rafael penuh pertanyaan.
“Hei tiga mobil rekan mereka aja aku rasa udah cukup untuk mengepung villa, aku yakin keempat mobil itu di tugaskan untuk menghadang kita” sahut Hans.
“Kau benar, kau benar. Tentu bakal menyulitkan kalo kita berhasil menyusul para rekannya” gumam Rafael.
Jalanan kali ini terasa sangat lancar tak ada hambatan namun makin lama mereka mendekati villa, makin terlihat cahaya besar dari langit. Hans menatap seksama cahaya yang masih tertutup oleh tingginya pepohonan pinus di sekitar jalanan.
“Rafa bisa kau lebih cepat lagi?” tanya Hans.
“Ada apa?”
“Aku mencium bau gas dan api”
Mata Rafael terbelalak kaget, ia segera menginjak gas makin dalam dan benar saja ketika mereka keluar dari jalanan hutan pinus, Hans dan Rafael di kejutkan dengan villa milik keluarga Hans itu telah terbakar di lahap oleh api.
“Ellaine! Tidak tidak, Ellaine!” teriak Hans sangat panik.
“Hans tenanglah dulu, lihat mobil-mobil disana!” ujar Rafael, ia tak bisa konsentrasi bila Hans sudah kehilangan akalnya.
Hans melihat enam mobil bawahan Rian meninggalkan villa yang terbakar, ia mendengar sayup-sayup suara tawa keberhasilan dari dalam mobil. Amarah Hans terbakar saat puing-puing rumah terjatuh dari lantai dua, villa miliknya menggunakan banyak bahan kayu dan hal itu akan membuat penyebaran api sangat mudah meluas.
‘Halo, tuan Hans?’ sapa seorang lelaki di ujung telepon Hans, nada bicaranya sedikit ketakutan.
“Dimana kalian?” tanya Hans tak sabar.
‘Kami berada di seberang danau di hutan, tuan’
“Ellaine? Bagaimana dengan dia? Kalian membawa dia sekarang?” tanya Hans makin tak sabar.
‘Maaf tuan, sebelum kami berhasil membawa nona Ellaine keluar dari villa, para bawahan Rian sudah mengepung villa’
“Kalian ninggalin Ellaine sendirian di villa terbakar itu!?” teriak Hans sangat marah.
“Hans tenanglah!” tegur Rafael.
‘Nona bersama Sean dan satu orang pelayan, mohon maaf sekali lagi tuan Hans. Kami terpaksa meninggalkan nona sebelum para bawahan Rian menembak kami semua’
“Baiklah” kata Hans, ia menutup sambungan telponnya.
“Hans dia benar, bakal sangat beresiko membawa Ellaine mengingat semua ini serangan mendadak. Lagi pula aku yakin mereka membawa senjata lebih berbahaya dari kita” kata Rafael.
“Kau benar, kalau mereka ketakutan dengan senjata itu biarkan aku sendiri yang membawa Ellaine pergi dari sini dengan menerima rentetan tembakan” kata Hans, napasnya makin tak beraturan dan baru kali ini Rafael melihat Hans yang tak biasa.
Rafael menepikan mobilnya sedikit jauh dari villa, Rafael dan Hanss segera mendekati villa tempat Ellaine berada. Hans langsung saja masuk ke dalam villa yang masih terbakar hebat, Hans segera meraih alat pemadam kebakaran.
“Ellaine! Kau dimana?” teriak Hans namun tak mendapat respon dari Ellaine.