Kobaran Api

1150 Words
“Ellaine, Sean kalian dimana!?” teriak Hans lagi. Sedangkan Rafael tengah berusaha menyemprotkan busa dari alat pemadam kebakaran ke sekitar mereka. Api memang sangat meluap merah seakan dan besar menghabiskan seisi villa namun hal itu tak serta merta membuat Rafael dan Hans menyerah. Hans melihat sosok yang ia cari tengah tergeletak tak berdaya di antara kepulan asap alat pemadam api, Hans cekatan meraih tubuh Ellaine yang lemah akibat kekurangan oksigen selama terjebak di kobaran api sedangkan Sean sang pengawal dan juga satu pelayan villa lainnya masih selamat dan bertahan. “Hans ayo keluar dari sini! Sangat bahaya, disini terlalu berbahaya Hans kalo tabung gas dan lainnya meledak!” teriak Rafael. Hans tak sadar bahwa kobaran api makin dahsyat melahap hampir semua benda di dalamnya, keadaan villa milik Hans sangat mengerikan bahkan tak ada satupun perabot yang selamat dari jilatan api. Ia membawa serta Ellaine keluar dari dalam villa hingga ke halaman sedikit jauh. Sekali lagi Hans memeriksa denyut nadi Ellaine dan tarikan napasnya mulai melemah, rasa ketakutan Hans muncul begitu hebat saat wanita di pangkuannya menutup mata amat rapat walau Hans dan Rafael sudah ada di dekatnya. “Elly, Elly bangunlah!” teriak Hans sembari memberikan napas buatan pada Ellaine. Ketakutan Hans kian memunncak tatkala denyut nadi Ellaine sangat tipis dan lemah, seakan gadis itu sudah tak mampu mengangkat satu jari saja. Hans terus menerus memberikan napas buatan pada Ellaine agar cepat pulih namun semuanya terasa sia-sia. “Tidak tidak, Elly jangan menyerah ku mohon! Ku mohon buka matamu, aku nggak akan memaafkan diriku sendiri kalo kamu kenapa-napa” ujar Hans sangat ketakutan. Namun hasilnya tetap nihil, sekuat apapun Hans memberikan pertolongan namun Ellaine tetap menutup matanya, Ellaine sama sekali tak merespon semua pertologan yang di berikan. Gadis itu sangat lemah karena terlalu banyak menghirup asap, terlalu lama berada di dalam rumah berkobar api membuat kinerja organ tubuhnya melemah. “Elly, tidak ku mohon buka matamu! Jangan tinggalkan kami Ell” gumam Hans, wajah Ellaine pucat pasi. Hans menangis pilu tak mampu melepaskan pelukannya pada Ellaine yang terkulai lemah tak bernapas, sekuat tenaga ia kembali memberikan napas buatan pada Ellaine namun terasa sia-sia saja. Rafael memastikan tak ada satupun bawahan Rian yang masih berada disana, jalanan terasa aman. “Hans, kita ke rumah sakit sekarang!” teriak Rafael, ia belari mendekati Hans dan lainnya. “Kau memanggil ambulans?” tanya Hans lemah, air matanya turun dari pelupuk mata. “Terlalu lama datang kalo aku melakukannya, kita ngebut ke rumah sakit sekarang jangan membuang waktu” kata Rafael, ia memerintahkan agar Sean dan juga pelayan di dekat mereka agar segera ikut serta di rawat. *** Pagi hari di kota Bogor, keadaan rumah sakit tempat rekan Rafael bekerja sedikit ramai ketika kedatangan Hans dan Rafael yang mendadak. Rumah sakit yang di kelola oleh rekan Rafael itu memiliki banyak kerja sama di bidang farmasi dan sering sekali meminta Hans untuk datang sebagai tamu ketika seminar berlangsung. “Jadi bagaimana keadaanya?” tanya Rafael. “Semuanya baik-baik saja Rafa, aku bersyukur nona Ellaine bisa bertahan disana. Tapi dia harus menjalani rawat inap dulu untuk memulihkan tenaganya, kau tahu kan terlalu banyak menghirup asap kurang baik untuk kesehatan ibu dan bayinya?” Rafael mengangguk pelan, ‘”Ya, kau benar. Aku berharap banyak padamu, kawan” “Tenang saja, aku dan semua dokter disini akan melakukan yang terbaik untuk rekanku apalagi untuk Ellaine” jawab teman Rafael itu. Rafael kembali ke tempat dimana Ellaine tengah di rawat, jam memang sudah menunjukkan pukul sebelas siang namun Ellaine masih terlelap tak berdaya. Ia di haruskan banyak beristirahat untuk memulihkan tenaganya, sedangkan Hans duduk termenung di depan ruangan Ellaine di rawat. Rafael menghembuskan napasnya perlahan, ia sangat tak tahan melihat Hans seperti ini. sahabatnya ituakan diam tak bergerak sampai Ellaine membuka matanya, hanya ada nama gadis itu yang ada di otak Hans sehingga akan sangat menyulitkan Rafael untuk membujuk Hans kali ini. “Hei bro, pergilah makan. Kalo kamu disini terus bisa-bisa kamu yang mati” kata Rafael, ia duduk di dekat Hans yang seakan tak bernyawa. “Bagaimana aku bisa makan enak kalo Elly masih belum sadarkan diri” jawab Hans pilu, dari nadanya saja Rafael bisa menilai sendiri sehancur apa Hans saat ini. “Dia akan baik-baik saja aku yakin itu, dia sudah banyak melewati masa kritis bukan? Ellaine bukan gadis lemah, kau tau itu kan?” kata Rafael menenangkan lagi, ia tak mau mata Hans makin lebam akibat terlalu banyak mengeluarkan air mata. “Yaa, tapi saat dia di racun dulu aku ada di dekatnya jadi nyawanya segera tertolong. Tapi kali ini aku terlambat datang” kata Hans, ia menundukkan wajahnya perlahan. “Kejadian ini murni di luar dugaan kita Hans, yang penting sekarang dia baik-baik saja. Denyut nadi dan pernapasannya sudah normal, aku yakin dia akan siuman sesaat lagi” bujuk Rafael, ia menepuk bahu Hans agar sahabatnya merasa lebih lega. “Sekarang kau mandi dan makanlah, aku akan disini menggantikanmu menjaganya” pinta Rafael, walaupun sedih tapi bagi Rafael makan itu sangat penting. “Aku disini saja, Rafa” “Baiklah tapi setidaknya mandi saja, tubuhmu butuh istirahat Hans” bujuk Rafael lagi. “Baiklah” jawab Hans. Perlahan Hans meninggalkan Rafael untuk membersihkan diri, berdebat dengan Rafael tak akan ada habisnya. Rafael akan menyeret Hans sampai ke kamar mandi bila ia terus menerus menolak permintaan Rafael, ia juga tak bisa selamanya bersedih sampai Ellaine siuman. Rafael segera memesan empat kotak makanan untuknya lalu juga Hans maupun Sean dan pelayan yang tengah di rawat, mereka berdua tak mengalami masalah serius sesaat setelah keluar dari kobaran api. Hanya Ellaine saja yang terlalu panik hingga menghirup banyak asap, namun semuanya kini baik-baik saja mengingat denyut nadi Ellaine dan pernapasannya sudah mulai normal kembali. Akan tetapi sorot mata Rafael tertuju pada satu dari enam orang pengawal yang ia perintahkan untuk berdiri menjaga ruangan Ellaine, benar sekali Rafael belum pernah melihat lelaki itu sebelumnya bahkan wajahnya tak ada di daftar dari pengawal yang di berikan oleh Bryan. “Well, aku sudah menemukan satu orang yang harus ku curigai disini. Bila bukan dia pelakunya, aku akan terus mencari mereka sampai ketemu” gumam Rafael. Tak lama berselang, ia mendapatkan panggilan darurat dari seseorang yang tak lain adalah Udin, Rafael cepat-cepat mengangkat telpon dari pengawal bebal satu itu mengingat ia akan kembali secepatnya ke Jakarta. “Ada apa?” tanya Rafael. ‘Tuan, saya ingin melaporkan bahwa ibunya nona besar sudah siuman’ kata Udin penuh semangat. Rafael bernapas lega ketika mendengar berita ini, setidaknya ada berita bagus untuknya, “Syukurlah kalo begitu, apa Nia ada disana sekarang?” ‘Nona besar di perbolehkan untuk pulang lebih cepat hari ini tuan’ “Apa?” ‘Saya dengar atasannya memberikan keringanan pada nona besar untuk pulang lebih awal’ kata Udin. 'Hah benar-benar ya, kau sudah berani menantangku sekarang dasar buaya kau Henry! Lelaki menyebalkan itu punya cara lebih elegan menarik perhatian Nia disaat aku jauh!’ ucap Rafael kesal dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD