Meyakinkan Nia

1050 Words
Rafael mengintip Hans yang tengah termenung menunggu Ellaine, sudah hampir satu hari lamanya Ellaine berada di rumah sakit ini dan belum ada tanda-tanda ia membuka mata cantik itu. Rafael mengenakan jaketnya yang sudah sejak kemarin ia kenakan. Bukan hanya jaket tapi semua pakaian yang dia kenakan memang tak di ganti sejak Hans dan dirinya datang ke Bogor, ruang yang di tempati oleh Ellaine memang di sediakan khusus sehingga hanya kerabat dekat yang bisa menjenguknya. Di depan ruangan sudah penuh dengan penjaga yang siap memantau Ellaine setiap saat. “Kau mau kembali ke Jakarta, Rafa?” tanya Hans pelan dan sangat lemah. Rafael memperbaiki jaketnya, “Ya, aku nggak bisa terlalu lama meninggalkan posisi kita di rumah sakit. Terlalu berbahaya bila kita absen berbarengan, setidaknya ada satu orang yang tetap bekerja menampung semua bebannya” “Kau memang sangat professional Rafa, aku tahu betul kau sangat berat meninggalkan pekerjaan kita. Maaf aku sudah bertindak bodoh kali ini, aku hanya nggak bisa membiarkan Elly terus menerus tersiksa juah dari kita” ujar Hans sangat lemah. Rafael menatap tubuh sahabatnya yang membelakanginya, dari posisi duduknya saja sudah membungkuk dengan tatapan sendu berharap pemulihan Ellaine segera berjalan dengan baik. Rafael tahu betul suasana hati Hans benar-benar kacau. “Hei ini sudah tanggung jawab kita, kalo kau nggak bisa melakukannya maka akulah yang harus maju menyelesaikan segalanya. Dan juga sebaliknya Hans, kau akan melakukan hal yang sama untuk menggantikan posisiku nantinya” kata Rafael memberikan dukungan. Hans berdiri menatap sahabatnya, “Baiklah, aku akan menyusulmu jika Elly sudah sadar nanti. Aku minta tetap berhati-hatilah Rafael, bawahan Rian masih berada di luaran sana mengintai kita” Rafael mengangguk pelan, “Jaga Elly bro, aku akan datang kapanpun kau membutuhkan aku” Rafael segera pergi ke parkiran dan mengemudi kembali ke Jakarta di temani oleh empat orang pengawalnya, sangat beresiko bila ia harus kembali sendirian mengingat bahwa bawahan Rian terkenal sangat ganas. Walaupun sudah tersebar berita bahwa Rian sudah kalah di Italia, namun Rafael tak bisa dengan mudah bernapas lega. “Banyak yang nggak kami ketahui, bos mereka sudah kalah tapi bukan berarti mereka nggak memikirkan rencana B. Aku nggak bisa terus berdiam diri kali ini” gumam Rafael, ia melirik salah satu dari empat pangawal Bryan yang ikut mengawalnya. Rafael tahu betul ia belum pernah melihat wajah lelaki asing ini sebelumnya, ketika ia menanyakan pada Sean saat siuman pun lelaki pengawal pribadi Ellaine itu hanya memiliki info bahwa dia berada di bawah naungan Andre. “Di bawah naungan Andre ya? mustahil kalo pacar Ellaine itu punya bawahan seperti ini, dia kelihatan nggak punya skill bertarung di lapangan” gumam Rafael. Akan tetapi Rafael tak serta berdiam diri, ia tak akan lengah sedikitpun kali ini. Kondisi keselamatannya maupun Hans pun bisa saja terus di incar karena mereka berdua bersinggungan dengan Ellaine dan Andre secara langsung. “Tuan muda, kita langsung ke apartemen atau anda ingin bersinggah ke suatu tempat?” tanya pengawalnya sesampai ia di Jakarta. “Aku akan turun apartemen malam ini, kalian bisa berjaga di sekitar apartemen saja” jawab Rafael santai. “Baiklah tuan” Rafael terus mengecoh salah seorang bawahan Rian yang ada di depan matanya, entah apa hanya dia seorang ataukah ada orang lain yang menyusup namun Rafael ingin sekali melumpuhkannya sendiri. “Sendirian atau berkelompok, kalian memang komplotan penjahat nekat yah? Mau aja di suruh masuk ke kandang buaya kayak kami” gumam Rafael sangat kesal. Satu jam berlalu sejak Rafae masuk dan membersihkan diri di apartemennya yang mewah, ia menatap gerakan keempat orang pengawal Bryan itu di sekitar gedung apartemen. Rafael sengaja meminta empat orang lagi untuk mengawal pribadinya untuk membantu para pengawal minim pengalaman itu. “Halo?” ‘Halo tuan Rafael, selamat datang kembali di Jakarta. Oh saya punya berita bagus tuan, kami sudah melakukan semua perintah anda dengan sesuai’ kata Udin sangat bahagia dari penggilan telepon. “Yup kalian memang pengawal terbaik yang aku punya, well done everyone” jawab Rafael. ‘Ada yang bisa kami lakukan lagi tuan? Mumpung nyonya besar sudah tidur menemani ibunya sekarang’ tanya Udin dari lokasi rumah sakit. Rafael melihat rekaman cctv lagi dimana bawahan Andre dan Bryan itu terlihat tak nyaman dengan posisinya berjaga, “Carilah seseorang yang fotonya sudah aku kirim padamu” Udin terdiam sesaat setelah ia melihat foto yang di kirimkan oleh Rafael, ‘Orang yang tuan maksud yang di lingkari merah ini ya?’ tanya Udin tak percaya dengan cara Rafael mengirimkan wajah bawahan Rian. “Ya jelas, aku nggak punya foto profil pribadinya jadi ada empat orang disana dan yang bersangkutan ku lingari, alah kau pasti sudah paham maksudku” kata Rafael naik pitam sendiri jadinya. ‘Baiklah, hanya profil bukan?’ “Yup, aku hanya membutuhkan riwayatnya” ‘Akan saya kirim secepatnya pada anda, tuan’ kata Udin semangat. Rafael menutup sambungan teleponnya sepihak, ia kembali menatap layar cctv dimana ia juga meletakkan beberapa kamera di ruangan ibu Nia di rawat. Memang sangat terlihat menyebalkan namun dengan begini Rafael dengan mudah mengawasi sang gadis. Nia terlihat lelap dengan kursi kecil sebagai tempat tidur, wajah Nia menyimpan banyak sekali keletihan yang tak dapat di terima olehnya sendiri. Tanggung jawa besar yang ia emban menjadi satu-satunya harapan sang ibu harus tetap terlihat tegar. Harus di akui pula, Rafael sendiri menekan diri tak bertemu dengan Nia sekembalinya ia dari Bogor. Rafael bisa saja langsung bertemu dengan Nia tadi namun ia yakin bawahn Rian itu akan dengan mudah mengenali sosok wajah Nia, Rafael tak akan mau Nia yang jadi korban selanjutnya. *** “Loh mas Rafael?” pekik Nia terkejut. “Hei, kau udah datang pagi begini Nia?” sapa Rafael. Nia mendekati tubuh Rafael yang membantu merapikan tempat tidur ibu Nia, “Aku ijin cuti dua hari karena nggak ada yang bisa menemani ibu selama perawatan rutin, mas sendiri ngapain disini?” “Hemm? Aku lagi bekerja, kamu nggak lihat Nia?” jawab Rafael santai. “Bukan ini, aku saja yang kerjakan semuanya” ujar Nia, ia menarik selimut yang di pegang Rafael. “Hei aku lagi kerja, Nia” tegur Rafael. “Aku tahu mas Rafa nggak kerja jadi perawat, jadi berhentilah membantu kami. Aku yang bakal membersihkannya, jadi mas kembali bekerja aja” “Udah aku bilang aku lagi kerja, kamu nggak perlu takut Nia karena aku udah punya ijin untuk membantu pasien disini” kata Rafael meyakinkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD