Nia menatap lurus pada sosok wanita berwajah cantik dengan polesan make up sedikit menor, wanita itu tersenyum menunjukkan giginya yang putih bersih pada Ellaine. Namun seperti yang di duga, Ellaine sama sekali tak terpengaruh dengannya.
Di lihat dari wajahnya saja Nia sudah paham jika wanita ini memiliki cara bicara sedikit berbeda dengan orang pada umumnya, ia selalu menunjukkan ekspresi gembira bila ada seseorang yang mengalami kesulitan dan itu bukanlah hal yang baik untuk seorang manusia yang di ciptakan dengan hati.
“Hei nona, kau dengar kalo Cassandra akan di pecat?” tanya Amalia, senyumannya mengembang sempurna melihat reaksi datar Ellaine.
“Aku nggak dengar apapun soal itu” jawab Ellaine acuh.
“Aku berharap dia bakal di pecat sih, salah sendiri ngapain juga bikin berita tanpa pesetujuanmu. Kau sebagai team leadernya pasti marah kan, aku yakin itu. Dia pantas dapat balasannya, hahaha” ucap Amalia.
Ucapannya yang sudah kelewatan itu mulai membuat emosi Nia berada di puncak ubun-ubunnya, ia ingin sekali menyumpal mulut Amalia yang keterlaluan tanpa berpikir dulu sebelum bicara.
“Kita nggak tahu apa keputusan dari atasan, mereka benar memecat dia atau sebaliknya. Kita tunggu saja kabar dari mereka karena kitapun nggak punya wewenang untuk memecat karyawan walaupun dia banyak kesalahan”
“Heeh, tumben banget nona membela teammu, apa dia benar-benar berharga sampai nona bicara begitu?” cerca Amalia.
Ellaine mulai menghentikan pekerjaannya dan menatap lurus pada Amalia, sosok wanita yang baru saja bergabung namun dia juga di kenal memiliki koneksi besar dengan perusahaan ternama. Namun entah mengapa Amalia justru memilih bekerja di tempat kecil begini, hal ini membuat tanda tanya besar di otak Nia.
‘Gawat, mereka bakal jambak-jambakan disini. A-aku harus melakukan sesuatu sebelum mbak Ellaine beringas’ ucap Nia dalam hati.
Melihat wajah Ellaine yang muak saja sudah membuat Nia ketakutan, namun berbeda dengan Amalia yang malah kelihatan sangat senang menikmati kemarahan Ellaine.
“Nona Ellaine benar, walaupun Cassanra sudah buat kesalahan tapi nggak adil kalo dia bakal di pecat. Yang aku tahu Cassandra belum di perbolehkan memegang kendali beritanya dan memposting tanpa arahan dari redaktur, ku pikir aneh sih kalo dia tiba-tiba memegang kendali semua berita saat itu apalagi kan dia masih baru” sahut Nia.
‘Yup, aku nggak boleh kalah, aku harus mematahkan omongannya. Sebisa mungkin aku harus membela Cassandra sebelum faktanya keluar, mbak Ellaine jangan sampai terpancing oleh wanita ini’ ujar Nia dalam hati.
Ellaine melirik Nia yang memasang wajah sok tegar namun ia tahu Nia menahan amarah yang sama dengannya, sekali lagi Ellaine melirik wajah Amalia yang tengah menikmati obrolan bersifat menyebalkan ini.
Ucapan Nia yang memang benar adanya itu membuat Ellaine mulai meradang, bila di ingat kembali Cassandra memang tak pernah sekalipun pergi dari kursinya dan mengerjakan semua perintah yang di berikan Ellaine padanya.
“Haah” desis Ellaine kesal.
“Hei kau mau kemana, nona besar?” tanya Amalia sembari memanyunkan bibirnya.
Ellaine sama sekali tak menjawab pertanyaan Amalia, obrolan kecil mereka mengundang perhatian seluruh pegawai yang tengah bekerja. Tanpa di beri tahupun mereka sudah paham Amalia begitu gemar mencari masalah.
Namun Ellaine masih punya akal sehat sehingga tak mau banyak bicara dengan orang model Amalia, di tanggapi bakal terus menjadi-jadi. Sepeninggal Ellaine, wanita cantik dengan dandanan sedikit wah itu mengalihkan pandangannya pada Nia. Wanita itu makin mendekati Nia yang duduk tegap menatapnya, senyuman Amalia tersirat begitu menakutkan untuk Nia. Senyuman yang sungguh berbeda dari sebelumnya, Nia yakin dia bakal jadi target penindasan berikutnya.
“Hei, kamu boleh juga” kata Amalia setengah berbisik.
“Aku kagum banget kamu bisa bicara seberani itu di depanku dan Ellaine, nona kecil” kata Amalia lagi.
“Apa yang ku katakan memang benar adanya, nggak baik menuduh orang macam-macam apalagi dengan kasus saat ini yang belum terkonfirmasi kebenarannya” sahut Nia tanpa rasa takut.
“Hemm, aku nggak tahu kamu ini bodoh atau bagaimana tapi kan sudah jelas Cassandra yang menerbitkan berita itu? Bukti apa lagi yang kita butuhkan untuk memecat gadis itu?”
“Buktinya kantor pak Yudha masih berdiri kokoh walaupun dua minggu berlalu sejak menghilangnya Cassandra, lihat tuan Bryan tidak menggugat kita tapi berita itu mulai tenggelam dengan tertutupnya headline yang di ajukan oleh nona Ellaine” sahut Nia makin memojokkan Amalia.
‘Wah wah, Nia kau sudah nggak waras melawan wanita licik itu’ gumam Ratna, ia pun terdiam tak bergerak saat rekannya berdebat.
“Lihat dia sudah pergi kabur tanpa mengatakan apapun dan merugikan kita, kenapa kau membelanya nona kecil? Apa kau komplotannya untuk menghancurkan tempat ini setelah Cassandra?”
Pertanyaan Amalia itu memancing reaksi tak terduga dari pegawai lainnya, mereka tahu Nia, Cassandra, Ellaine dan Ratna sangat dekat bahkan mereka berada di deretan meja kerja yang sama. Sangat mudah bagi Amalia untuk menjatuhkan mental Nia dalam sekejab.
“Hei nona kecil, kau tahu betul kan nona Ellaine berasal dari keluarga konglomerat? Mudah sekali baginya membuat kekacauan seakan orang lain yang mengerjakannya, hei dia punya koneksi sangat luas dengan pengusaha besar” kata Amalia dengan melipat kedua tangannya.
“Jadi aku beranggapan kalian punya andil besar dalam kasus ini, siapa tahu kan?” kata Amalia lagi, jelas-jelas menyudutkannya.
“Jadi kamu menuduh mbak Ellaine yang menyebarkan berita ini menggunakan nama Cassandra?” tanya Nia gamblang tanpa takut.
“Hei hei kalian hentikan” sahut Ratna, ia juga tak habis pikir dengan jalan pikir Amalia.
“Amalia hentikan omong kosongmu dan kembalilah bekerja!” sahut yang lain.
“Ini masih jam kerja, jangan buat ribut!” sahut rekan lelaki yang lebih senior.
“Jika otakmu masih berfungsi dengan baik, aku rasa kau harus menghentikan perbuatanmu yang memalukan itu, Amalia” ujar Ratna tanpa rasa takut.
Amalia menatap Nia dan Ratna bergantian, senyumnya merekah seakan tengah menemukan mainan baru, “Heeh kalian komplotan yang sama, kebenaran akan terungkap nona-nona” ucap Amalia, matanya memandang sinis pada Nia maupun Ratna.
Wanita itu kembali berjalan pelan dengan cara berlenggak lenggok yang aneh, meskipun banyak mata memandangnya namun Amalia justru makin menyukainya. Keributan antar karyawan yang paling ia sukai dan memperdebatkan hal tak penting yang menjadi daya tarik setiap manusia adalah keahliannya.