Di lain tempat Rafael benar-benar di buat kesal menunggu kedatangan Nia yang tak kunjung muncul, gadis itu bilang akan pulang sekitar jam empat dan mungkin saja akan sampai ke rumah sakit sekitar pukul mepat lebih tiga puluh namun sampai pukul lima lebih Nia tak kunjung datang.
Rafael melirik ke lorong rumah sakit namun Nia tak kunjung memunculkan batang hidungnya, Rafael mulai kesal sendiri sampai ia mengusir beberapa orang yang mengenalinya di ruangan lantai pertama. Para suster yang merawat ibu Nia dan pasien di samping ranjang ibu Nia terpaksa menutup mulut mereka.
“Nak, kamu capek ya nungguin putri ibu?” tanya bu Kalsum lemah.
Rafael memberikan senyumannya yang paling indah dan menenangkan, “Enggak kok bu, mungkin sekarang Nia lagi banyak pekerjaan. Saya dengar tadi mereka lagi meeting dadakan sampai jam empat, mungkin dia sudah dalam perjalanan kemari”
“Kamu boleh pulang nak, ibu nggak mau ngerepotin kamu yang baru pulang kerja. Putri ibu akan datang sebentar lagi, ibu nggak apa-apa kok” pinta ibu Nia.
“Saya akan menunggunya disini sampai datang bu, saya nggak mau ninggalin ibu sendiri disini” kata Rafael yakin.
Ibu Nia tersenyum lemah, ia mencoba untuk duduk dengan di bantu oleh Rafael, “Setelah beberapa saat ibu sering ketemu kamu, ibu baru ingat belum pernah di kasih tahu Nia siapa namamu nak”
“Nia nggak bilang, bu?” tanya Rafael agak terkejut.
Ibu Nia menggeleng, “Setiap ibu tanya jawabannya pasti sama, katanya kamu hanya teman jadi ibu nggak perlu tahu siapa namamu” jawab ibu Nia.
“Kejamnya dia, baiklah karena Nia sendiri nggak mau kasih tahu jadi saya yang akan kasih tahu” kata Rafael penuh semangat, “Nama saya Rafael, bu. Nama saya bagus kan, hehe”
Ibu Nia tersenyum makin lebar, “Hemm, namanya cakep ya? Anak jaman sekarang namanya bagus-bagus ya?” ujar ibu Nia.
“Haha, namanya Nia juga bagus bu. Navia Arabelle, itu bagus banget menurut saya” sahut Rafael.
Ibu Nia tersenyum lagi, “Ayahnya yang memberikan nama itu, ayahnya Nia suka sekali sama nama barat sama kayak namanya nak Rafael, orang tuanya nak Rafael juga begitu ya?”
Rafael tersenyum manis sekali dan senyuman itu membuat hati ibu Nia jadi makin berseri, pemuda tampan ini sangat baik hati dan memiliki sikap yang amat lembut. Jarang sekali ada lelaki seperti ini yag memperlakukannya seperti keluarga sendiri. Di lain tempat tepatnya di kantor Nia, gadis itu tengah mengalami kesulitan yang tak di sangkanya.
“Aku akan mengantarmu pulang, tunggu sebentar ya” kata Henry setelah menerima laporan dari Nia.
“Emm pak, saya bisa pulang sendiri jadi nggak perlu repot-repot. Masih ada bus jam lima ini, jangan khawatirkan saya” tolak Nia halus.
Namun Henry segera memakai jaketnya, “Nggak apa-apa, lihatlah hanya tinggal beberapa pegawai yang bertahan disini, semuanya juga laki-laki. Jadi aku nggak akan setega itu membiarkan teamku jalan sendiri ke halte, ayo pulang” ajak Henry.
“Itu suda resiko pak, karena saya mengerjakan semua laporannya lebih terlambat dari yang lain jadi saya harus..”
“Sudahlah, ini juga kesalahanku nggak langsung memotong curhatan pak Yudha tadi. Ayo sekarang pulang biar keluargamu di rumah nggak menunggu lama” pinta Henry.
Mau tak mau Nia harus mengikuti langkah kaki Henry sampai ke parkiran, sebenarnya ia sangat tidak enak harus merepotkan atasannya itu. Akan tetapi Henry punya sifat sama keras kepalanya dengan Rafael, entah mengapa Nia selalu bertemu dengan lelaki super keras kepala sepanjang hidupnya.
Henry memberikan helm cadangan pada Nia, “Ini pakailah, aku nggak mau kamu kenapa-napa nanti di jalan”
“Terima kasih pak”
“Silahkan naik, Nia” kata Henry, ia menunggu Nia sampai naik ke boncengan motornya.
“Pak seriusan saya masih bisa jalan sampai ke rumah, saya bisa pakai jasa lain agar nggak menyusahkan pak Henry” kata Nia sangat sungkan.
“Sudahlah jangan di pikirkan, segera naik ke motor sebelum matahari makin tenggelam” kata Henry lagi.
Terpaksa Nia menaiki boncengan motor Henry, ia sangat merasa nggak enak bila saja nanti ada yang melihat mereka berdua berboncengan apalagi status mereka sangat jauh berbeda. Yang lebih menakutkan lagi bagaimana jika nanti Ratna mengetahuinya? Nia tahu betul sebesar apa rasa cinta Ratna pada Henry.
Motor Henry mulai meninggalkan halaman kantor, untungnya kantor sudah mulai sepi dan tak ada satupun orang yang melihat mereka berdua berboncengan. Nia memberikan arahan yang berbeda dari arah jalan pulang, walaupun Henry sedikit curiga namun ia mengikuti kemauan Nia.
“Disini pak” kata Nia.
Henry menepikan motornya di depan gedung yang tak ia kenali, “Kamu yakin mau turun disini, Nia?”
Nia mengangguk yakin, “Iya pak”
“Sepanjang yang aku tahu ini bukan arah jalan pulang ke rumahmu, kamu mau kemana memangnya?”
“Saya ada sedikit kepentingan di sekitar sini, pak” jawab Nia sedikit gugup.
Henry menoleh ke kanan dan kiri, ia tak melihat tempat yang masih buka. Hampir semua gedung perkantoran sudah tutup, Henry tak ingin membahasnya lebih lanjut karena ia tahu Nia memiliki sesuaru rahasia yang tak ingin di sampaikan pada siapapun termasuk dirinya sang atasan.
“Baiklah, aku akan kembali Nia”
“Terima kasih, pak. Sampai jumpa besok” jawab Nia.
Henry segera menarik gas kencang meninggalkan Nia, gadis itu sendiri segera berlari ke arah rumah sakit yang tak jauh dari tempat Henry mengantarnya tadi. Nia berlarian masuk ke dalam rumah sakit dan mendapatkan kamar dimana ibunya di rawat. Siang tadi Nia mendapatkan informasi terbaru bahwa ibunya di pindahkan ke ruangan lain.
Nia berjalan perlahan melihat nomor kamar di bangsal lantai pertama, disana Nia mendapatkan informasi bahwa kamar tersebut berada tepat di sebelah ruangan besar tempat unit gawat darurat. Nia membaca setiap kamar dengan teliti namun ia masih belum menemukan kamar yang di carinya.
“Apa aku kelewatan ya?” gumam Nia.
Ponselnya terus berbunyi dan menampilkan nama Rafael di layar, Nia tak ingin mengangkatnya saat ini lagi pula ia sendiri masih sibuk mencari tempat ibunya. Nia sudah sangat terlambat menjenguk ibunya hari ini, ia tak bisa lagi membayangkan wajah sedih ibunya yang menantikan kedatangannya.
“Kamu cari kamar melati ya?” tanya seorang lelaki di samping Nia.
Gadis itu reflek menoleh pada sosok lelaki yang tiba-tiba berdiri di sampingnya, lelaki itu bahkan menatapnya makin bingung bingung. Nia tak bisa berkata apapun, ia melotot melihat sosok lelaki itu yang mengikutinya sampai ke tempat ini.