Part 9 : Jawab, Kak!

1881 Words
Sejak kejadian di perpustakaan rasa kesal Mika menguap hilang entah kemana. Tetapi ucapan manis Daffa itu hanyalah ucapan manis belaka. Mungkin hanya untuk membuatnya senang. Buktinya sampai sekarang Daffa sama sekali tidak pernah memberitahukan keinginannya. Terhitung sudah beberapa hari semenjak Daffa mengatakan bahwa dirinya akan bilang ke Mika kalau ingin makan masakannya. Kenyataannya Mika-lah yang selalu mengirim pesan duluan untuk menanyakan apakah Daffa ingin dibawakan bekal atau tidak. Dan tidak. Sampai hari ini Mika tidak pernah membawakan Daffa bekal lagi. Mika memandang ke arah lapangan basket yang tidak jauh darinya. Sekarang dia, Siska, dan Michelle sedang duduk di bangku bawah pohon beringin samping kelasnya sambil melihat Daffa dan Rendy yang sedang melatih junior-juniornya. Semenjak hari itu Michelle selalu mengikuti Mika dan Siska. Mungkin karena Michelle belum punya teman. Mika juga membiarkan Michelle bersamanya daripada harus membiarkan Michelle bersama Daffa, walau pada kenyataannya jika ada kesempatan Michelle selalu dekat-dekat dengan Daffa. "Daffa populer banget yah sekarang, tuh lihat banyak cewek-cewek yang ngelihatin dia," suara cempreng Siska menginterupsi. "Wajar, Kak. Lihat aja, he is so damn cool." Mika menengok melihat Michelle memuji-muji Daffa. Kan, kan, kan, seems She really likes Daffa. Sebenarnya itu wajar karena Daffa memang belum punya pacar. Jadi siapapun bebas untuk mengejarnya termasuk Michelle. Yang harus Mika lakukan sekarang hanya memenangkan hati Daffa. Rendy terlihat melambaikan tangan ke arah mereka. Michelle dengan semangat membalasnya. Mika masih memperhatikan Daffa. Astagaaaaa.. dia emang ganteng banget sekarang! Jerit Mika dalam hati. Baginya melihat rambut Daffa yang acak-acakan malah membuat Daffa semakin keren. Mika jadi ingat pada jaket Daffa yang belum dia kembalikan. Dia tidak akan mengembalikannya. Kecuali kalau Daffa memintanya. Tapi sampai sekarang dia sama sekali tidak menanyakan jaket itu. Mika menganggap itu hadiah untuk kesabarannya selama ini, memiliki jaket Daffa. Rendy berjalan ke arah mereka, tapi Daffa masih bergeming di tempat sambil meminum air mineralnya. "Hai, cewek-cewek cantik, kakak ganteng aus nih," ujar Rendy. "Minum tuh air got," ceplos Siska yang membuat Mika tertawa begitu juga Michelle. "Ya elah jahat banget." "Sabar ya, Kak, nih Michelle kasih air minum." "Makasih, Michelle cantik." Rendy mengambil botol air mineral yang disodorkan Michelle. "By the way, Mik, OSIS mau ngadain apa untuk ultah sekolah kita?" tanya Rendy sambil membuka botol air minumnya. SMA Nusa Bangsa memang setiap tahunnya mengadakan acara untuk memperingati berdirinya sekolah mereka yang saat ini telah menjadi salah satu sekolah favorit di kota mereka. Dan Mika adalah salah satu anggota OSIS di sekolahnya. "Lomba karya seni, sama malem puncak kita ngadain pentas seni. Tahun ini temanya seni." "Pentas seni?" "Iya, ada drama musikal, live music, dan paling penting tahun ini ada pesta dansa," Mikaela girang membayangkan dirinya akan berdansa dengan Daffa. "Pesta dansa? Emang boleh?" tanya Siska. "Yep, ketua OSIS katanya udah rapatin hal ini sama sekolah. Guru-guru juga bakalan ikut pesta dansa. Dan ketua OSIS bakal menjamin kalau acara ini aman," jawab Mika mantap. "Gue bisa kali bawa band gue untuk tampil?" Rendy menawarkan dirinya. "With pleasure," ujar Mika tersenyum. . Mata Darren memandang ke arah Rendy yang sedang asik mengobrol dengan para gadis di bawah pohon beringin samping kelas Mika. Darren meneguk air mineralnya tanpa berniat menyusul Rendy. Hanya kerempongan yang akan Darren dapat kalau Darren mengikuti Rendy, dia yakin itu. Darren heran kenapa Mika tidak menghampirinya dan malah asik mengobrol dengan Rendy. Padahal biasanya Mika selalu jadi cewek yang tercepat berada di sebelahnya. Darren melihat Michelle bangkit dari duduknya dan berjalan menghampirinya. "Kak Daffa," panggil Michelle setengah berbisik kemudian duduk di sebelah cowok yang memakai kaus biru itu. "Hm?" "Kemarin Mama ngomong sama aku untuk cari guru les." Darren meneguk lagi minumnya masih menunggu Michelle meneruskan kata-katanya. Feeling Darren tidak enak. "Terus aku bilang sama Mama, kalau kak Darren aja yang jadi guru les aku." Darren menghentikan aktivitasnya dan menengok ke arah Michelle. "Kenapa harus gue?" "Karena aku dengar kakak pinter, dan dapet beasiswa. Aku yakin aku bakal bisa kalau yang ngajarin kakak." "Tapi--" "Aku udah bilang sama Mama, dan Mama udah bilang ke Tante Ema, mungkin nanti Tante Ema bakal telpon kakak," potong Michelle sambil tersenyum penuh arti. Kalau sudah menyangkut mamanya Darren hanya bisa pasrah menyetujui keinginan gadis manja ini. Angin semilir beserta hawa panas membelai rambut Darren menciptakan keheningan sejenak antara Darren dan Michelle. Di ujung sana Darren dapat merasakan Mika memandangnya tajam. "Hm, oke," ucap Darren akhirnya setelah memikirkannya sejenak. Tidak masalah bagi Darren untuk membagi ilmunya dengan orang lain, itu termasuk hal yang positif selama Michelle tidak merepotkannya. Michelle bersorak sambil memegang tangan Darren. Buru-buru Darren melepaskannya ketika ponselnya berdering. Darren sangat bersyukur akan hal itu. Apalagi setelah melihat layar ponselnya, dia tersenyum senang. "Ya, sayang?" ucapnya menempelkan ponsel itu ke telinga, dengan sengaja di hadapan Michelle. Dilihatnya kening Michelle yang mengkerut heran. Darren segera berdiri menjauh dari Michelle. Darren sengaja berbicara agak lama dengan Zania agar Michelle meninggalkannya. Tapi kenyataannya Michelle tetap bergeming di tempat duduknya, bahkan Darren lihat kini Michelle telah berdua. Ya, dengan Mika. "Siapa, Kak?" tanya Michelle penasaran. Darren hanya diam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung ingin menjawab apa karena Mika sudah di hadapannya sekarang. "Kok manggil sayang?" tanya Michelle lagi. Diliriknya Mika yang terlihat sedang menunggu jawabannya juga. "Bukan siapa-siapa," jawab Darren akhirnya memilih pergi meninggalkan tempat itu. Mika mengejarnya. "Kak Daffa, emang bener kata Michelle?" "Apa?" "Siapa yang telpon kakak, kok panggil sayang?" "Bukan siapa-siapa, Mika." "Kalau bukan siapa-siapa kok nelpon kakak?" Tiba-tiba Michelle muncul dari sampingnya. "Kak Daffa udah punya pacar ya?" Michelle tak mau menyerah menuntut jawaban dari Darren. Iya. Ingin rasanya Darren menjawab iya, kalau tidak ingat sekarang dirinya bukan Darren tapi Daffa. Dan dia tidak mau mengambil resiko jika Mika akan menjauhinya. Maksudnya menjauhi Daffa. Darren tetap tidak menjawab sambil terus menjauh, Mika di samping kanan dan Michelle di samping kiri. Seharusnya dia bangga sekarang diapit dua cewek cantik. Bahkan Darren yakin sekarang banyak pasang mata yang iri melihatnya. "Kak jawab dong!" tuntut Michelle. Darren tetap memilih mengunci mulutnya. Mika berpindah ke depan Darren dengan tiba-tiba hingga tubuh mereka bertabrakan. Mika hampir terjatuh kalau saja tangan Darren tidak menangkap pinggangnya secara refleks. Michelle buru-buru menarik Mika. "Kakak nggak apa-apa kan?" tanyanya masih memegangi lengan Mika. Mika menggeleng cepat kemudian memalingkan wajahnya ke Darren lagi. "Kak, beneran yang di bilang Michelle? Jawab dong," rengek Mika. Ya Tuhan. Ingin rasanya Darren berteriak marah menghadapi dua gadis gila di depannya ini. "Apanya yang harus gue jawab?" "Siapa yang kakak panggil sayang tadi?" tanya Michelle cepat. Darren membuang napas kasar. "Nyokap gue," jawab Darren akhirnya dan pergi meninggalkan Mika dan Michelle yang raut wajahnya tidak terbaca lagi. . Suara merdu the weeknd menggema di kamar Darren. Sang empunya terlihat sedang mengotak atik ponselnya sambil merebahkan tubuh tegapnya di sofa ujung ruangan itu. Sementara sang tamu dengan santainya berbaring memenuhi ranjangnya yang empuk itu dengan merentangkan tangan dan kakinya lebar-lebar masih menggunakan seragam sekolah kebesaran mereka. "Kapten basket aus nih, ambilin minum kek." Darren menghela napas membuka lemari es kecil yang ada di kamarnya. Mengalah mengambilkan minum untuk Rendy dan melemparkan sembarang di ranjangnya. "Makasih, cinta," kata Rendy bangkit dari tidurnya dan langsung meneguk minuman bersoda itu. "Hm." Darren kembali memainkan ponselnya. "Eh, gue nggak sabar sama acara sekolah kita." "Acara?" "Iya, lo belum tau kalau tiap tahun kita ada acara untuk ultah sekolah?" "Oh." Darren tidak tertarik. "Gue mau bawa band gue tampil " ujar Rendy berbinar. "Bagus dong." "Ada pesta dansa juga." Darren menoleh. "Ya Tuhan, acara alay apa itu?" Rendy tertawa. "Gue yakin ini ide cewek-cewek, mereka kebanyakan nonton drama korea nih, tapi gue juga excited sih. Nanti kan gue bisa dansa sama cewek-cewek cantik, mereka pasti nyariin gue untuk jadi pasangan dansa mereka." "Oh gitu." "Lo nggak kepengen gitu dansa sama cewek-cewek cantik di sana?" "Nggak." "Mika pasti mau lo jadi pasangannya." "Gue nggak tertarik." "Mika pasti bakalan cantik banget deh nanti." "Gue udah punya Zania." "Tapi lo Daffa sekarang." "Iya." "Michelle juga kelihatannya suka sama lo." Darren tidak menanggapinya. Masih asik mengetikan sesuatu di ponselnya. "Eh cumi, lo bakal pilih sapa kalau Michelle sama Mika minta lo jadi pasangan dansa mereka?" "Nggak ada." "Nggak ada apanya?" "Yang gue pilih." "Ya ampun, lo bego apa gimana sih? Pilih aja salah satu. Zania juga nggak bakal tau kan? Pilih Mika aja deh biar dia bahagia, itung-itung lo gantiin Daffa. Menang banyak kan kalau megangin pinggang Mika." Rendy mulai mengkhayal. Darren mengalihkan pandangannya dari ponsel ke Rendy lalu ke tangan kanannya. Dia ingat ketika tangannya memegang pinggang Mika sekilas ketika menolongnya tadi. Darren tersenyum licik ke arah Rendy. "Pinggangnya pas di tangan gue." Rendy yang sedang asik dengan lamunannya memandang ke arah Darren. "Maksudnya?" Senyum Darren semakin tidak terbaca. "Apaan sih, lo mencurigakan banget deh." Rendy tampak tidak senang melihat senyum penuh makna Darren. Darren bangkit dari sofa dan mengambil minumnya memilih meninggalkan Rendy dengan wajah penasaran. "Jangan bilang Lo bayangin apa yang gue bayangin," terka Rendy. "Gue nggak m***m kayak lo." "Tapi lo cowok, semua cowok itu sama aja." Cih. Satu bantal terlempar ke arah Rendy. Ya, pelakunya adalah Darren. "Sana pulang," usir Darren. "Gue nggak mau pulang, gue mau nginep." "Gue laper." Darren melangkahkan kaki keluar kamarnya. "Gue juga," cengir Rendy kemudian menyusul Darren untuk merampok makanan di dapur cowok itu. . "Non Mika udah pulang," ucap seseorang kepada Mika yang baru saja menginjakan kaki di lantai dasar rumahnya. "Iya, bi, capek banget." "Gimana anak muridnya, non?" Wanita yang sudah berkepala empat itu menyodorkan minum padanya. "Makasih, bi," ucap Mika tulus sambil tersenyum. "Mereka baik, dan tambah pinter. Mika seneng deh." "Baguslah kalau begitu," wanita itu mengelus rambut Mika dengan sayang. Bunyi ketukan sepatu menuruni tangga membuat Mika menoleh. "Lho papa kok nggak kerja?" Pak Marta, ayah Mika, tersenyum melihat anaknya. "Papa pulang cepet tadi, tapi sekarang papa ada janji sama kolega papa." Mika menghambur memeluk ayahnya yang sudah siap dengan peralatan golfnya itu. "Yaahh papa ninggalin Mika lagi," rengeknya "Nanti malam kita makan malam bareng yah," ucap Marta sambil mengelus rambut Mika. Mika hanya mengangguk-angguk lalu mencium pipi ayahnya. "Hati-hati ya, Pa." Marta tertawa melihat tingkah anak tunggalnya yang manja itu. Marta sangat menyayangi Mika. Setelah istrinya meninggal dia berjanji tidak akan menikah lagi karena ingin membesarkan putrinya sendiri dengan kasih sayang. Marta beruntung putrinya adalah gadis yang ceria dan pengertian. Mika tidak pernah protes kegiatan ayahnya yang sangat padat di luar dan hanya mempunyai sedikit waktu untuk Mika, tetapi cewek berwajah mungil itu tidak pernah marah pada ayahnya. Karena itu Marta berjanji akan melakukan apapun demi kebahagiaan putri cantiknya. Sepeninggal ayahnya, Mika beranjak ke kamar. Mengganti baju, kemudian membantu bi Salma di dapur untuk membuat kue. Dia ingin membuat cheese cake untuk Daffa. "Bi bahannya udah di beli semua ya?" "Udah, non, ini udah bibi siapin." Mika mulai memisahkan bahan-bahan yang akan ia pergunakan dan mulai memecahkan telur ke dalam wadah sambil bernyanyi riang. "Bahagia amat, non." Mika nyengir. "Iya dong bi, kalau untuk orang tersayang harus dibuat dengan cinta dan hati yang riang gembira." "Pasti untuk Mas Daffa ya?" Wajah Mika bersemu merah. "Siapa lagi kalau bukan dia, bi? Cinta pertama Mika." Bi Salma hanya geleng-geleng melihat bagaimana semangatnya Mika. Bagi Bi Salma yang sudah bekerja pada Pak Marta sejak Mika TK. Mika adalah sosok yang sangat periang dan baik hati. "Semoga Mas Daffanya suka ya, non." "Iya, Bi," gumam Mika sambil sibuk mengaduk-aduk bahan kue menjadi satu. Mika tersenyum membayangkan bagaimana Daffa mencicipi kue dan memujinya 'enak' seperti dulu. Tbc...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD