Chapter 3

650 Words
Selamat membaca Setelah Febri berusaha membujuk Sena dengan susah payah, akhirnya Sena mau pulang dengannya. Febri memilih jalan pintas agar lebih cepat sampai rumah Sena. Karena pada malam hari jalan kota sangatlah padat. Saat diperjalanan ia melihat seorang wanita seperti sedang menangis. Apa yang wanita itu lakukan malam-malam di jalanan sepi seperti ini? Tanyanya dalam hati. Mobil Febri semakin dekat dengan wanita itu, ia sangat terkejut saat melihat siapa wanita itu. Febri langsung menghentikan mobilnya dan turun dari mobil. "Risa!!!" Panggil Febri terkejut karena keadaan Risa saat ini sangat mengenaskan. Dia menangis terisak-isak dan juga memeluk tubuhnya yang telanjang. "Kak Febri!" Panggil Risa pelan dan langsung memeluk Febri erat. Sena juga keluar dari mobil karena penasaran apa yang di lakukan Febri. "Apa yang sebenarnya terjadi?! Kenapa kamu bisa di sini?" Tanya Febri khawatir. Risa semakin menangis histeris. "A_ku__" Risa berhenti, ia tidak sanggup mengatakannya kepada Febri, ia takut jika Febri akan jijik dengannya. Sena juga terkejut melihat keadaan Risa. Ia bukan wanita bodoh yang tidak tau apa yang sudah terjadi dengan Risa di jalan sepi seperti ini. Apalagi dengan reaksi Risa yang sangat histeris. Sena masuk ke mobil lagi dan mengambil sesuatu yang bisa menutupi tubuh Risa saat ini. Tapi ternyata tidak ada kain di mobil Febri. Akhirnya Sena menghampiri Risa. Ia melepas jaketnya dan meletakkannya di tubuh Risa. Beruntung jaketnya itu agak besar, jadi bisa menutupi tubuh telanjang Risa. "Lebih baik kita masuk ke dalam mobil. Kamu bisa jelasin nanti di mobil kalo kamu udah merasa lebih tenang," ucap Sena datar. Febri tersenyum. Ia tau Sena sebenarnya adalah wanita yang baik. Hanya saja dia memang selalu menyembunyikan sifat baiknya dengan sikap dinginnya itu. Itu juga yang membuat Febri jatuh cinta saat pertama melihat Sena. Mereka pun akhirnya masuk ke dalam mobil. "Aku akan duduk di belakang," ucap Sena datar. Febri merasa tidak enak dengan Sena. Tapi ia juga kasian dengan Risa. Risa terus saja memeluknya, ia tau Risa pasti saat ini sangat shok. Seharusnya ia tadi mengantar Risa pulang, pasti ini semua tidak akan terjadi. Febri hanya mengangguk kepada Sena. Akhirnya Risa duduk di samping Febri. Febri terus saja melirik Sena lewat kaca spion, tapi Sena tidak memperhatikan Febri. Walaupun sebenarnya ia juga tau jika Febri terus melihatnya dari kaca spion. ***** Setelah tiba di rumah. Febri mengantar Risa masuk ke dalam. Saat mereka sampai di pintu. Surya dan Meriam sangat terkejut melihat keadaan putrinya itu. Risa langsung memeluk mamanya  erat dan menangis di pelukkan Meriam. "Ya ampun sayang! Kamu kenapa?!" Tanya Meriam khawatir. Risa tidak menjawab. Ia terus saja menangis di pelukan Meriam. "Tante, lebih baik Risa kita bawa ke kamarnya aja biar lebih tenang," ucap Febri. Meriam mengangguk. Ia dan Febri langsung mengantar Risa ke kamarnya yang berada dilantai dua. Kamar yang dulu waktu kecil ditempati Sena sekaligus kamar favoritnya, tapi Sena harus mengalah dan pindah di kamar lantai satu karena Risa ingin kamarnya di lantai dua. Plakkkk "Kamu apakan putri saya hahhh?!!!! Pasti gara-gara kamu Risa jadi seperti itu!! Dasar anak sialan!!!!!" Bentak Surya murka. Sena tersenyum sinis. Ia tidak menangis karena air matanya sudah kering, terbuang sia-sia selama ini. Ini belum seberapa dibandingkan  pukulan yang ia dapatkan waktu kecil dulu. Bahkan ia tidak merasakan sakit di wajahnya, walaupun tamparan Surya sangat keras dan membuat wajah putihnya menjadi merah. Setelah sekian lama akhirnya ia mendengar sebutan itu lagi. Sena tertawa hambar. "Bukankah saya selalu salah Dimata Anda Tuan Surya Pradigta?! Maafkan saya jika menurut Anda putri kesayangan Anda seperti itu karena salah saya. Lebih baik anda tanya sendiri kepada anak emas Anda, apa yang sebenarnya terjadi dengannya! Bukan malah menyalahkan seseorang yang bahkan tidak tau apa-apa! Kalau menurut Anda saya adalah anak sialan. Seharusnya anda bunuh saja saya dari dulu, jadi anda tidak perlu membuang energi anda hanya untuk memarahi anak sialan ini!! Saya akan sangat berterimakasih karena saya pasti akan lebih bahagia mati bersama mama saya daripada harus hidup bersama Anda, tapi menderita!" Ucap Sena dingin penuh penekanan dan langsung meninggalkan Surya yang terdiam. Tubuh Surya langsung mematung mendengar ucapan Sena. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Surya benar-benar kehilangan kata-kata untuk menjawab Sena. Dan kenapa hatinya sangat perih saat Sena tidak menyebutnya ayah seperti dulu? TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD