Bab 9. “Letizia Tan”

1416 Words
Jourell membalikkan tubuh Letizia dan menariknya ke dalam dekapan yang kuat. Letizia merasa dirinya terjebak, tidak bisa bergerak karena tubuhnya yang ditekan ke dinding dapur. Jourell menatapnya dengan mata yang membara, membuat Letizia merasa dirinya sedang diintai. "Kau tidak bisa terus-menerus menghindari aku, Letizia," kata Jourell dengan suara yang dalam dan berat. "Kau tidak bisa berpura-pura bahwa kau tidak merasakan apa-apa." Letizia mencoba untuk menolak, tapi Jourell tidak memberinya kesempatan. Ia menekan bibirnya ke bibir Letizia, membuat wanita itu merasa dirinya terjebak dalam ciuman yang intens. Sentuhan gila itu nyatanya membuat Letizia kehilangan akal, ciuman yang awalnya lembut berubah tergeasa dan menuntut. Jourell menarik Letizia ke dalam gendongan, membuat Letizia merasa dirinya sedang tenggelam dalam kehangatan dan kekuatan pria itu. Ia mencoba untuk menolak, tapi tubuhnya tidak bisa melawan. Jourell menekan bibirnya ke bibir Letizia, membuat wanita itu merasa dirinya terjebak dalam ciuman yang intens. Sentuhan gila itu nyatanya membuat Letizia kehilangan akal, ciuman yang awalnya lembut berubah tergesa dan menuntut. Jourell menggigit bibir bawah Letizia, membuat wanita itu melenguh pelan. Ia terus mencium Letizia, membuat wanita itu merasa dirinya sedang terbang. Keduanya sempat saling pandang sesaat sebelum tiba-tiba, Letizia merasa dirinya sedang didorong ke belakang, dan Jourell berada di atasnya sembari melepaskan kaos yang dikenakan hingga tubuh kejar pria itu termampang. Letizia merasa dirinya sedang terjebak, tidak bisa bergerak karena tubuhnya yang ditekan ke meja dapur. "Jourell, berhenti," kata Letizia dengan suara yang lembut. Napasnya terengah-engah dengan bibir atas yang membengkak karena ulah Jourell. "Kita tidak bisa melakukan ini." “Kenapa tidak bisa?” Napas Jourell sudah memburu dengan wajah memerah padam. Hasrat telah mengusai dirinya, yang dipikirkan hanya satu bagaimana ia bisa memiliki wanita ini segera. “Kita sudah sah menikah, kita berhak untuk ini ... ” Ia kembali menunduk menenggelamkan wajahnya pada leher jenjang Letizia. Letizia melenguh pelan, berusaha keras menjaga kewarasan diantara serangan yang membabi buta. Jourell sangat lembut, mendesak dan membuat sekujur tubuhnya tak kuasa menolak. Jourell sendiri seperti hilang kendali atas dirinya, selama ini tak pernah ia bersikap seagresif sekarang tetapi melihat Letizia gairah liar dalam dirinya keluar begitu saja membuat ia tak segan menggigit setiap inci leher Letizia yang ranum. Namun, tiba-tiba saja Jourell teringat akan dirinya yang 6 tahun lalu menunggu wanita ini seperti orang bodoh selama berjam-jam tetapi wanita itu sama sekali tidak datang. Hal itu membuat hasrat gila dalam dirinya padam begitu saja, ia memutuskan untuk bangkit memungut bajunya lagi. Letizia yang tadinya pun sudah pasrah terkejut akan sikap Jourell, ia memandang pria itu sayu dan dibalas dingin oleh Jourell. “Diam seperti ikan mati, membosankan!" cemooh Jourell memandang Letizia seolah tak berselera lalu beranjak meninggalkan Apartemen. Letizia syok berat hingga mulutnya menganga, tubuhnya masih gemetar tak karuan malah ditinggalkan begitu saja? Ditambah kata-kata Jourell begitu menyebalkan. “Seperti ikan mati? Tapi dia bereaksi, b******k!" maki Letizia segera bangkit membenarkan bajunya yang tadi sudah hampir dilepas oleh Jourell, sisa sentuhan pria itu masih terasa dan membuat tubuhnya meremang. Letizia tak henti mengutuk dirinya sendiri karena ia pun ceroboh, ia selalu lemah dan lagi-lagi Jourell yang menang. Jika seperti ini terus Jourell pasti akan puas memainkan dirinya. “Menyebalkan!” Hari itu Letizia segera menyelesaikan pekerjaan rumah lalu pergi ke rumah sakit untuk mengantar makanan kepada Ibunya. Ia tidak bisa berlama-lama menjenguk karena kondisi mental ibunya semakin memburuk. Jujur saja Letizia begitu sedih mendengar kabar itu, tetapi bagaimana lagi. Uang sisa tabungan dari Ayahnya telah habis untuk biaya operasi kemarin, jika pun ada Letizia pasti akan membawa ibunya terapi agar kejiwaannya membaik. Saat ini nasib baik sedang benar-benar tak berpihak kepada dirinya. Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Letizia mengalihkan sejenak kegiatannya dengan berbelanja bahan pokok makanan yang sudah habis. Sekarang ini Letizia harus mancari makanan yang tidak murahan agar Jourell tidak marah. “Sebenarnya ini siapa yang ditolong siapa?" Letizia mencibir sendiri, sepertinya ia pun sudah tergila-gila akan cinta pertamanya itu hingga menolak pun bibirnya enggan. Begitu selesai dengan belanjaan Letizia berniat membeli makanan jadi saja karena malas memasak, ia tinggal menghangatkan saja nanti saat sampai rumah. Namun, ketika ia duduk menunggu pesanan ada seseorang yang menepuk pelan bahunya membuat pandangannya tersita. “Letizia, kita bertemu lagi!” Sapaan itu terdengar begitu ramah dan ceria dari sosok pria jangkung dengan potongan propos yang kini berdiri di hadapan Letizia. Pria itu memakai jaket kulit hitam dengan kaos putih, senyumnya ramah dengan alis tebal yang khas. Letizia mengerutkan kening berpikir siapa pria ini? “Kenji, anak Binus." Pria itu segera memperkenalkan dirinya saat Letizia masih berpikir. “Oh astaga Kenji, apa kabar?" Letizia tersenyum ketika mengenali pria itu. Teman lama semasa SMA dan kebetulan pernah satu komplek perumahan. Ia pun mengulurkan tangan untuk bersalaman. “Sangat baik." Kenji menyambut uluran tangan itu namun juga menarik Letizia ke dalam pelukan serta cipika-cipiki. “Hah tidak menyangka bisa ketemu primadona UPH, boleh aku bergabung, Nona?” Letizia hanya tersenyum tipis meski cukup kaget akan hal itu. ”Apa banget deh, anak-anak binus lebih cakep juga. Agnes gimana? Gabung aja nggak apa-apa, aku sendirian." “Agnes? Udah lost kontak lama sih. Kayaknya jadi model sekarang dia." Kenji menganggapi acuh, mengambil duduk di samping. Letizia yang kosong. “Keren dong." Letizia lagi-lagi tersenyum, lulusan sekolah swasta internasional pastinya saat ini sudah menjadi orang sukses semua. Sedangkan dirinya? Masih lontang-lantung tidak jelas. “Ngapain bahas Agnes sih, Zi. Kau sendiri bagaimana, aku dengar kau pindah ke Bintan 6 tahun lalu. What's wrong?” “Bokap emang pindah tugas aja sih, you know-lah kerjaan bokap." Kenji menganggukkan kepalanya paham. “And than aku sekarang mengikuti jejak Papamu.” “Hah seriusan?” Letizia menatap Kenji terkaget-kaget. “Pekerjaan yang penuh tantangan, hahaha. Letnan Kenji Hartono siap melayani keluhan Anda.” Kenji menggoda dengan membuat gerakan hormat seolah patuh kepada Letizia. Letizia tertawa kecil melihatnya, teringat akan sang Ayah yang dulu juga memiliki pekerjaan di bidang yang sama. “Bisa aja, yakin deh bentar lagi banyak yang antri buat jadi Nyonya Hartono.” “Hemmm, sebelum banyak yang antri aku tutup aja deh buat Nona Letizia." Kenji kembali menggoda dengan menaikturunkan alisnya. Letizia hanya mencibir tak terlalu menanggapi ucapan Kenji yang sejak dulu memang selalu random. Lagipula hatinya pun sudah memilih pria lain, tentu baginya tak akan menarik lagi siapa pun pria itu meski wajahnya sangat sempurna. “Apa kau masih berhubungan dengan berandalan itu?” Tiba-tiba Kenji melontarkan pertanyaan yang membuat Letizia mengernyit. “Berandalan siapa?” “Jourell Maximilian." * Jourell baru saja kembali memesan makanan untuk di makan bersama Letizia, ia hanya membeli di Mall yang terletak di bawah Apartemen. Ia pun berniat kembali dengan cepat namun secara tak sengaja matanya terfokus pada bayangan Letizia yang tertawa lepas bersama sosok pria yang cukup asing. Bibirnya reflek mengucapkan umpatan kasar, "b******n mana lagi yang berani mendekati wanitaku?" Darahnya mendidih, kakinya reflek ingin mendekat dan membuat perhitungan. Namun, logikanya melarang, membuatnya berhenti sejenak. Jourell menggulung tinjunya, berusaha menahan amarah yang membara. "Zia, berani-beraninya kau tersenyum selepas itu bersama pria lain," gumamnya, suaranya penuh kemarahan. Jourell memutar balik, meninggalkan Letizia dan Kenji yang masih tertawa lepas. Dia masuk ke dalam lift, wajahnya merah karena amarah. Saat pintu lift menutup, dia memukul dinding lift dengan keras. "Gargh!" teriaknya, frustrasi. Saat sampai di apartemen, Jourell langsung menuju ke ruang tamu. Dia mulai membuang-buang barang, melempar bantal ke dinding, dan menghancurkan vas bunga. Barang-barang berhamburan di lantai, suara pecahan kaca dan kayu yang patah memenuhi ruangan. "Aargh!" Jourell mengumpat, suaranya seperti raungan binatang buas. Dia menendang meja, membuat beberapa barang-barang terjatuh. Dia berjalan mondar-mondar di ruang tamu, tangan yang terkepal dan rahang yang terkatup. Wajahnya merah, mata yang merah, dan napas yang terengah-engah. Ia uring-uringan sendiri, kakinya ingin melangkah pergi namun logika terus melarang. Ia pun hanya diam melihat pintu apartemen yang tidak kunjung terbuka. ”Lihat saja, aku aku membuat perhitungan denganmu nanti," ucap Jourell begitu geram, kedua tangannya seperti ingin menghimpit Letizia di ranjang saja sampai wanita itu tidak bisa pergi ke mana-mana agar tidak bertemu pria tidak jelas di luar sana. “Dia itu memang bodoh, punya suami sempurna seperti aku malah sibuk tertawa dengan curut got. Lihat saja, aku akan menciumnya sampai pingsan nanti," gerutu Jourell tak henti mengumpat mengabsen seluruh isi kebun bintang. Jourell tidak bisa duduk diam, ia malah mengacak-acak kamar memukuli benda tidak jelas hingga hancur. Sampai akhirnya ia menendang meja kecil yang biasanya digunakan Letizia membuat desain sampai beberapa barang terjatuh. Jourell tau begitu peduli, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Seperti sebuah flashdisk dengan bentuk unik yang tertulis nama “Letizia Tan.”. “Apa ini?” Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD