Letizia membolak-balikan tubuhnya di atas ranjang miliknya yang sempit, ia sudah merasa mengantuk tetapi matanya belum ingin terpejam sama sekali. Ia kemudian melihat jam di ponsel, sudah menunjukkan pukul 11 malam dan ia belum bisa tidur?
Bukan tanpa alasan Letizia seperti itu, hatinya dilanda resah mengingat saat ini ada pria yang tinggal di Apartemennya. Jourell, pria itu belum kembali ke kamar setelah keduanya makan malam, lampu yang menyala menandakan memang masih ada aktivitas di sana.
“Sudah jam segini kenapa belum masuk ke kamar? Ck, pasti kebiasaan dia nih.” Letizia menggerutu dengan hati yang kian kesal, menduga Jourell kurang memperhatikan kesehatan dengan tidur terlalu larut.
“Eh, kenapa aku malah memikirkan dia? s**t, biarkan sajalah.” Letizia memukul kepalanya sendiri begitu ingat tak seharusnya memberikan perhatian berlebih untuk pria itu. Ia harus membatasi hatinya bukan sampai hubungan mereka jelas, setidaknya.
Letizia menggulingkan tubuhnya menjadi telentang, menatap langit-langit kamar dengan mata sendu. Bayangan 6 tahun silam tiba-tiba hadir begitu saja membuatnya tersenyum dan juga menangis.
Rellybear.
*
Rumahnya berantakan dengan kursi dan meja yang terbalik tak karuan. Kaca-kaca rumah setinggi langit-langit hancur berserakan. Foto keluarga yang terpajang indah remuk memenuhi lantai. Suara tembakan mengejutkan Letizia dari tidur panjang yang lelap. Kakinya gemetar saat turun dari ranjang, ia belum sempat melangkah keluar kamar tiba-tiba kembali terdengar suara tembakan keras disusul suara benda yang pecah.
”Zia, ayo ikut Mama.”
Letizia begitu resah dalam tidurnya, keringat dingin tampak sudah membahasi wajah hingga terlihat sangat pucat. Tubuhnya menggigil dengan kedua tangan yang meremas sprei di bawahnya kuat-kuat.
”Mama," ucap Letizia mengigau, semua mimpi masa lalu membuat tidurnya begitu resah.
Jourell baru kembali ke kamar begitu usai menyelesaikan pekerjaan, setelah mencuci tangan dan kaki ia baru hendak ikut bergabung di ranjang Letizia. Namun, ia dibuat tertegun saat melihat wanita itu tampak begitu ketakutan. Ia segera mendekat, meraih tangan Letizia yang gemetar.
“Mama... ” Letizia kembali bergumam tidak jelas, wajahnya tampak semakin panik dan ketakutan. Ia mengingat kakinya sudah letih namun dipaksa untuk berlari. Tempat baru, orang-orang baru dengan kenangan yang masih tertinggal.
Rellybear.
Letizia terbangun seketika, matanya terbuka lebar-lebar yang langsung disambut wajah Jourell yang baru saja ditemuinya di alam mimpi. Air matanya tiba-tiba mengalir begitu saja, ia mengulurkan tangan memegang wajah itu berpikir ia masih dalam mimpi.
“Maafkan aku,” kata Letizia lirih penuh perasaan, suaranya serak seperti menahan kesedihan yang mendalam. ”Maaf... ” Ia mendekatkan wajah, mencium hidung Jourell kemudian memiringkan tubuhnya menangis.
Jourell yang diperlakukan seperti itu tertegun, menerka ada sesuatu yang telah dilalui Letizia. Dari ketakutan wajah itu seperti mencerminkan jika ada kejadian mengerikan yang pernah dilalui oleh wanita ini.
“Apa ini ada hubungannya dengan alasanmu yang tiba-tiba pergi?” Jourell mengulurkan tangan mengusap lembut pipi Letizia, bisa dirasakan tubuh wanita itu masih menggigil karena ketakutan.
Tanpa berpikir panjang Jourell segera naik ke ranjang lalu memberikan dekapan hangat pada wanita itu. Merasakan pelukan hangat itu membuat Letizia nyaman, ia begerak memutar tubuhnya menghadap Jourell dan membenamkan tubuhnya pada d**a pria itu.
“Rellybear ... ”
Lagi-lagi Jourell tertegun mendengar panggilan itu, tanpa sadar bibirnya tertawa skeptis. Panggilan itu adalah panggilan paling menyebalkan yang pernah ia dengar, anehnya bibirnya pun tak kuasa untuk menolak.
“Kau sudah kehilangan hakmu memanggilku seperti itu, Zia," katanya dengan nada yang sedikit kasar, tapi tidak bisa menyembunyikan kelembutan di baliknya.
Pria itu menunduk menatap wajah Letizia sangat intens, menikmati keindahan wajah polos yang terlelap damai itu. Matanya yang tajam memandang Letizia dengan perasaan yang campur aduk, antara kekecewaan dan kerinduan.
“Semuanya sudah berubah ... ” Jourell mengembuskan napas kasar ketika bayangan masa lalunya muncul. Kekecewaan atas kepergian wanita ini yang tanpa alasan membuat hatinya kembali memanas dengan mata yang kembali menajam.
“Siangku tak akan menjadi siangmu dan malammu tak akan menjadi gelapku," Jourell mengingatkan, seolah-olah memperingatkan dirinya sendiri untuk tidak jatuh dalam permainan cinta. Ia kemudian menutup mata, membuang perasaan yang sudah lama coba ia singkirkan.
Mata Letizia terbuka mendengar ucapan Jourell itu, matanya kembali basah dengan seulas senyum getir memandang wajah Jourell. “Bukankah kau yang sengaja membuat kita kembali terikat?” lirih Letizia, dalam hati kecilnya pun sering bertanya sebenarnya bagaimana perasaan Jourell padanya.
“Seperti jarum jam yang bergerak, dalam satu waktu kita akan tetap bertemu tanpa bisa kau menghindar. Jourell .. tidak ada yang berubah,” katanya dengan suara yang lembut, tapi penuh dengan keyakinan.
Letizia menunduk membenamkan wajahnya pada pelukan hangat Jourell kembali. Nyatanya kedekatan ini sangat ia rindukan. Ia merasakan Jourell membalas pelukannya, dan untuk sejenak, mereka berdua hanya berdiam diri, menikmati kehangatan dan kedekatan yang telah lama mereka rindukan.
Keesokan paginya Letizia bangun terlebih dulu, ia menyiapkan berkas-berkas lamaran kerja yang nanti akan coba ia masukan di beberapa perusahaan. Perasaannya sudah lebih lega setelah mencoba berdamai dengan keadaan, ia sudah bertekad mengumpulkan uang untuk membayar hutangnya. Mengenai hubungan dengan Jourell, ia tidak ingin terlalu mengambil pusing. Ia akan menjalaninya seperti air yang mengalir.
“Udah jam setengah 8, aduh bisa terlambat nanti aku. Ah kenapa Jourell belum bangun juga?” Letizia menata makanan di meja dengan tergesa lalu masuk ke dalam kamar mendapati Jourell masih telungkup di atas ranjang.
Letizia terdiam sejenak, berpikir akan membangunkan Jourell dulu atau mandi dulu. Setelah berpikir Letizia memutuskan untuk mandi terlebih dulu, setelah itu barulah ia mengurus suaminya itu.
Yeah, suami.
Jourell sendiri sudah bangun sejak mencium aroma masakan yang dibuat Letizia, ia sengaja diam saja karena ingin melihat apa yang wanita itu lakukan. Mendengar suara kran di kamar mandi membuat senyum iblis terbit di bibir Jourell, ia segera bangkit dari ranjang lalu melangkah santai ke arah kamar mandi yang tertutup rapat itu.
Dengan wajah yang masih setengah mengantuk Jourell segera membuka pintu, bermaksud mengejutkan Letizia tapi ternyata pintu itu terkunci dari dalam.
“Siapa?” Letizia berteriak waspada dari dalam mendengar pintunya hendak dibuka.
Wajah Jourell berubah masam seketika. “Memangnya ada orang lain lagi disini?” teriak Jourell tanpa menyembunyikan kekesalan. “Cepat buka pintunya, Zia! Aku mau kencing!” teriak Jourell lagi.
Letizia menutup mulutnya, lupa jika memang ada penghuni lain yang sekarang tinggal bersamanya.
“Iya sebentar lagi.” Letizia ikut berteriak dari dalam, ia pun ikut kesal merasa cukup terganggu.
Letizia menyelesaikan mandinya dengan cepat lalu memakai kimono handuk miliknya. Untungnya tidak keramas sehingga masih bisa ditolerir, setelah usai Letizia segera keluar kamar mandi.
”Astaga!” Letizia hampir saja melompat ketika mendapati Jourell berdiri tepat di tengah pintu, menghalangi jalan keluarnya. “Kenapa kau berdiri di sini? Minggir! ” Wajah Letizia bersungut-sungut kesal, mendorong pria itu menjauh, tapi Jourell tidak bergeming.
Jourell menegakkan tubuhnya, bukannya mundur justru merangsek maju membuat Letizia kembali masuk ke dalam kamar mandi yang tak terlalu luas itu. Letizia panik pastinya, berusaha menghindar dengan jantung yang berdegup keras, tapi Jourell terus mendekatinya.
“Aku akan keluar dulu kalau kau mau memakainya,” kata Letizia sedikit terbata-bata, ia mencari celah dari samping untuk keluar namun kembali di hadang oleh Jourell. Jourell menundukkan wajah, menatap Letizia intens sekali, sengaja karena ia ingin membuat rona wajah itu kian mendalam.
“Ini pagi pertama setelah malam pertama kita bukan?” Tubuhnya kian merapat, tangannya terulur menyentuh leher Letizia yang terekspos indah karena ikatan cepolnya. Letizia menelan ludah mencerna setiap bait kata yang diucapkan oleh pria di depannya ini.
“Kita menikah karena kesepakatan, jangan melewati batas, Jourell.” Dengan lembut Letizia menepis tangan Jourell, tapi Jourell tidak melepaskan genggamannya. Ia justru menarik Letizia lebih dekat, membuat,
“Bagaimana kalau aku ingin yang lebih dari itu?”Jourell menekan tubuh Letizia ke dinding kamar mandi, membuat Letizia tidak bisa bergerak.
Letizia mencoba untuk melawan, tapi Jourell terlalu kuat. Ia memegang wajah Letizia dan menatapnya dengan mata yang penuh ketajaman. Pria itu tiba-tiba menunduk mengecup bibir Letizia, tetapi Letizia segera menurunkan tubuhnya hingga apa yang dilakukan Jourell tidak terjadi.
"Sorry, pagi ini aku sibuk. Besok saja kita melakukan yang lebih," kata Letizia memandang Jourell takut-takut, ia kemudian menyingkirkan tangan Jourell lalu berlari keluar kamar mandi dengan langkah cepat.
Jourell tadinya cukup kesal karena ditolak namun ia kemudian tertawa kecil melihat wajah ketakutan Letizia, menggemaskan sekali rasanya. Tampak panik namun sangat cantik.
Di luar, Letizia tak henti mengelus dadanya karena merasa begitu lega, jika terus seperti ini ia tak yakin akan terus bertahan. "Oh God, kau menciptakan perasaan di situasi yang menyebalkan," ucap hati Letizia.
Tiba-tiba, ponsel Jourell berdering di ranjang. Letizia awalnya mengabaikan saja tetapi ternyata ia penasaran siapa yang menghubungi pria itu di pagi hari seperti ini. Ia pun melihat ponsel itu sekilas, melihat nama penelepon yang tertera di layar.
Meadow💙
Letizia cukup terusik akan nama itu, lebih terusik lagi mendapati emoticon yang diberikan pada kontak tersebut.
“Meadow, siapa ini?”
Bersambung~