“Aku akan melihatnya!” Letizia menggunakan kesempatan itu untuk mendorong tubuh Jourell lalu kemudian berlalu begitu saja.
Jourell hanya meliriknya dengan wajah yang sangat masam, ia mengusap bibirnya pelan seraya mengumpat-umpat dalam hati karena tidak bisa menahan dirinya. Jelas hal ini tidak bisa dibiarkan, ia harus ingat tujuan awalnya ada di sini.
Letizia kembali setelah beberapa saat, wanita itu mengulum bibir tanpa berani menatap Jourell secara intens. “Di luar ada yang mencarimu," ucapnya kemudian.
Jourell mengerutkan kening berpikir, siapa gerangan yang mencari dirinya? Padahal saat ini ia sedang di Apartemen Letizia. Tanpa membuang waktu ia segera pergi untuk melihat siapa orang yang datang.
Letizia melihat hal itu menghembuskan napas lega, merasa lebih tenang karena ada tamu sebelum Jourell bertindak semakin jauh. Letizia belum siap jika hubungan mereka akan sejauh itu dalam waktu yang sangat singkat, lagipula ia belum tahu bagaimana perasaan Jourell yang sebenarnya.
Namun, diantara semua hal yang terjadi Letizia benar-benar merasa Jourell begitu berubah. Berbeda sekali dengan Jourell yang 6 tahun lalu ia temui. Letizia menghembuskan napas berat melupakan sejenak perkara hati yang tak ada ujung pangkalnya itu, ia memilih segera membersihkan diri agar bisa beristirahat.
Seusai mandi Letizia terkaget-kaget mendapati sosok Jourell yang duduk di ranjang kamarnya, pria itu seperti biasa menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin serta kedua tangan yang dilipat di belakang kepala.
“Dia selalu saja menatapku seperti itu,” gerutu Letizia dalam hati.
“Ehm, temanmu sudah pulang?” Letizia bertanya basa-basi, kakinya melangkah dengan ragu masuk ke dalam kamar. Berpura-pura sibuk dengan rambutnya yang setengah basah.
“Sudah.“ Jourell menjawab singkat.
Letizia kembali diam merasa tak punya bahan obrolan lain, ia pura-pura sibuk sambil sesekali memandang Jourell yang bergeming sama sekali. Sesaat kemudian ia ingat sesuatu.
“Kenapa temanmu bisa tahu Apartemenku?“ Sebuah pertanyaan yang sejak tadi mengganjal itu akhirnya Letizia tanyakan. “Kau memberitahu mereka kau ada di sini?” Ia kembali bertanya untuk memperjelas.
“Setelah ini aku memang akan tinggal di sini,“ sahut Jourell.
Letizia mendesis pelan mendengarnya, ia pun tahu Jourell akan tinggal bersamanya karena koper pria itu sudah ada di sana. Ia hanya bingung kenapa Jourell melakukan ini? Lagipula menikah bukan untuk bermain-main bukan? Atau Jourell memang ingin meminta hal yang aneh-aneh?
Bulu kuduk Letizia tiba-tiba meremang begitu saja, kembali melirik Jourell yang duduk di ranjang tanpa terusik. Entah kenapa bayangan-bayangan mengerikan memenuhi pikirannya, tadi saja Jourell sudah berani mencium bibirnya sembarangan. Bagaimana jika nanti...
“Jika kau sudah selesai kemarilah," ujar Jourell tegas membuat Letizia tersentak.
Letizia menatapnya dengan gugup lalu berpura-pura menyisir rambutnya. “Kau bisa bicara disitu dan aku akan mendengarnya dari sini," sahutnya sedikit keras kepala.
Jourell mengerutkan kening, melirik Letizia dengan seulas senyum meledek. Ia kemudian menunjukkan sebuah map yang ada di sampingnya sejak tadi.
“Kita akan membahas strategi baru untuk bertahan hidup," kata Jourell.
“Bertahan hidup?” Perkataan itu berhasil menarik perhatian Letizia, ia yang tadinya ogah-ogahan akhirnya menatap Jourell seksama. Ia melihat map yang dibawa oleh pria itu. “Maksudmu apa?” tanya Letizia memperjelas.
“Ya.” Jourell mengangkat bahunya dengan ekspresi acuh tak acuh. “Kau tahu sendiri uang yang aku pinjamkan padamu jumlahnya tidak sedikit, tabunganku tidak cukup akhirnya aku meminta pinjaman ke temanku.”
“Apa?” Kedua mata Letizia terbelalak lebar seperti ingin terlepas begitu saja karena sangking kagetnya. “Kau apa-apan Jourell, bukankah kau yang memberikan pinjaman sebagai gantinya kita menikah?” Letizia sampai berdiri, ingin memperjelas apa yang sebenarnya Jourell katakan.
Jourell menahan senyum melihat wajah Letizia yang syok, ia berpura-pura memasang wajah datar dan serius lalu melanjutkan ucapannya.
“Anggap saja itu jaminan agar kau melunasi hutangmu," sahut Jourell seadanya.
Letizia mengepalkan kedya tangan menahan kekesalan yang luar biasa. Ia kemudian melirik map yang ada di tangan Jourell dengan cukup tajam. ”Baik, sekarang apa lagi yang ingin kau bahas?”
Jourell langsung mengangkat map yang dibawa, berikan pada Letizia lalu dibuka dengan cepat. “Itu adalah rincian hutang yang masih perlu kau bayar. Persyaratan pertama sudah kau penuhi, tinggal persyaratan kedua.”
Letizia membaca nomial angka yang tertulis dengan hati yang mengumpat kasar, semua biaya pelayan ibunya ternyata yang kelas 1 sehingga begitu banyak uang yang dikeluarkan. Letizia hanya kaget karena ternyata hutang itu belum benar-benar lunas meski ia telah menikah dengan Jourell.
“Pria b******k! Dia sengaja menjebakku,” maki Letizia dalam hatinya.
”Jangan bilang persyaratan kedua aku harus membayar semua ini sendiri?” tebak Letizia tak segan melayangkan tatapan tajam pada Jourell.
“Nah!" Jourell menjentikkan jarinya dengan wajah yang sumringah, ia bahkan langsung menegakkan tubuh penuh semangat. “Itulah gunanya kita menikah, aku bisa membantumu membayar hutang. Jadi, kita harus bekerjasama penipu kecil," ujar Jourell spontan mengusap-usap rambut Letizia lembut.
Letizia mematung mendapatkan sentuhan itu, hanya sesaat kemudian sadar akan kondisinya saat ini. “Ck, tau begini aku meminta bantuan ke temanmu saja,” gerutu Letizia.
“Jadi kau menyesal?” Mata Jourell menyipit tak senang.
“Hahaha mana mungkin aku menyesal? Hidup denganmu juga tidak terlalu buruk!” celetuk Letizia tersenyum dibuat-buat lalu memasang wajah masam yang menyebalkan.
Jourell menahan senyumnya kian rapat, puas sekali melihat wajah Letizia yang begitu kesal itu. “Seharusnya kau berterima kasih padaku, semua tabunganku sudah aku berikan.”
Mendengar itu Letizia merasa bersalah, Jourell memang benar. Pria itu juga sudah berusaha memberikan pinjaman sampai semua yang tabungan terpakai, tidak seharusnya ia malah kesal seperti ini. Mungkin saja Jourell pun punya rencana masa depan tetapi masih sudi mementingkan kondisi ibunya.
Ya, walaupun banyak syaratnya juga.
“Aku mengerti." Letizia mengangguk pelan. “Setelah ini aku akan mencari pekerjaan agar bisa melunasi hutang ini. Kau tidak perlu merasa terbebani," kata Letizia lagi.
Jourell mengangkat kedua tangannya santai saja lalu menghempaskan tubuh kembali ke kasur. “Memang tidak terbebani, aku juga masih kuliah untuk apa memikirkan hutang. Kau yang harus membiayai hidupku sekarang.”
“Apa?” Darah Letizia rasanya baru dibuat normal kini dibuat naik lagi mendengar itu.
“Ya 'kan? Semua tabunganku habis untuk membantumu, jadi kau yang harus tanggung jawab,” kata Jourell masih dengan sikap acuh tak acuhnya.
“Tidak bisa! Kau masih kuat untuk bekerja, tidak malu ya meminta biaya hidup kepada wanita? Dasar, kau harus bekerja!” seru Letizia tak terima rasanya.
Jourell tersenyum licik, bangkit dari posisinya dan mendekati Letizia yang langsung waspada. "Ah iya bekerja, bagaimana kalau aku bekerja untukmu saja?" katanya dengan nada menggoda.
Letizia terbata, kakinya melangkah mundur tanpa sadar. "Apa maksudnya?" tanyanya dengan suara yang mulai gemetar.
Jourell semakin mendekat, senyumnya terukir di wajahnya. "Ya, aku rasa wajahku sudah cukup sempurna. Kemampuanku juga banyak," katanya sambil melepaskan kancing kemeja satu persatu, memperlihatkan d**a yang atletis.
Letizia mendadak kesulitan berbicara, matanya terpaku pada tubuh Jourell yang menggoda itu. Sebelum Jourell membuka kemejanya cukup jauh, ia buru-buru menahan tangannya. "Tidak, tidak usah. Aku tidak butuh ini," katanya cepat dengan wajah memerah menahan malu.
Jourell menundukkan wajah, bibirnya mendarat sempurna pada sisi wajah Letizia. "Aku bisa memberikan pelayanan gratis untuk pelanggan pertama," ucapnya dengan suara rendah penuh godaan.
Letizia semakin malu, tapi juga merasa sangat kesal. Tatapan matanya berubah sangat tajam pada Jourell. Ia kemudian memasang senyum indah sejuta pesona, meraih kemeja Jourell lembut.
"Penawaran yang menarik sekali," ucap Letizia lembut mendayu, jemarinya bergerak aktif menyentuh d**a bidang itu lalu beralih ke dagunya membuat pria itu menunduk. "Tapi sayang, aku tidak tertarik. b******k!" lanjutnya kemudian seraya mendorong bahu Jourell dengan kasar dan menjauhinya.
Jourell tersenyum tipis, matanya berkilau dengan kesenangan. "Aku suka tantangan," katanya sambil mengangkat bahu dengan santai sambil melepaskan kemejanya, memperlihatkan d**a yang atletis dan berotot.
Mata Letizia terpaku pada tubuhnya, mengikuti garis-garis otot yang tegas dan tato naga yang besar di perut sampingnya, yang seolah-olah bergerak ketika Jourell bernapas. Tato itu membentang dari samping perut hingga ke samping pusar, memberikan kesan yang sangat menggairahkan. Di leher belakangnya, tato api yang berapi-api menambah kesan maskulinnya.
"Ah, aku mandi dulu," katanya dengan mata yang menggoda, sambil mengerlingkan sebelah matanya. "Datang saja kalau ingin..."
Letizia mencibir malas, tapi wajahnya memerah ketika menatap tubuh Jourell yang hampir telanjang. Tato naga itu... seperti ada yang tidak asing.
Bersambung~