Bab 1. Transaksi Diatas Desah

1409 Words
“Jourell, aku butuh bantuanmu.” Tak ada angin atau pun hujan tiba-tiba saja wanita dari masa lalu datang menemui Jourell yang kala itu tengah bermain biliar. Ia memukul bola dengan stik yang terbuat dari kayu mahoni, bola itu meluncur ke dalam lubang dengan sempurna, membuat teman-temannya bertepuk tangan. "Wah, lagi beruntung!" seru temannya, Alex, sambil menepuk-nepuk punggung Jourell yang berotot. Jourell tersenyum, sambil mengambil gelas minumannya yang berisi wiski premium. Ia menyesap minumannya dengan santai, sambil memandang ke sekeliling tempat semakin malam semakin ramai. Di lantai dua tempat itu merupakan sebuah club sehingga tak heran jika banyak tamu yang berdatangan selain untuk bermain biliar. Lagipula ia belum ingin pulang karena pikirannya sedang begitu kacau saat ini. Beberapa saat Alex mendekati Jourell dan berbisik, "Ada yang datang. Apa kau kenal?" Jourell menoleh, dan matanya melebar sedikit ketika melihat Letizia yang kembali datang. Cukup heran juga kenapa Letizia masih berkeliaran di tengah malam seperti ini. Ia pura-pura acuh, sambil mengambil tongkat biliarnya lagi, tapi matanya tidak bisa tidak melirik ke arah Letizia yang sedang berjalan menuju arahnya. Letizia cukup ragu untuk mendekat namun Ia segera membuang keraguan itu. Dengan langkah pasti ia mendekati Jourell, berdiri di samping pria itu seraya mengulas senyum manis. Jourell memandang Letizia dengan ekspresi yang tidak terbaca, sambil memukul bola lagi. Ia pura-pura tidak peduli, tapi hatinya tidak bisa tidak berdebar-debar ketika melihat Letizia yang semakin dekat. "Apa yang wanita ini inginkan?" Jourell berpikir, sambil memandang Letizia yang sedang memesan minuman di bar. “Apa kita bisa bicara sebentar?” Letizia bertanya lembut. Jourell tidak menoleh atau pun menjawab. Ia terus bermain biliar, seolah-olah tidak mendengar Letizia. Hal itu cukup mengusik hati Letizia, ia kemudian meletakkan minumannya tepat di sisi Jourell. “Aku butuh bantuanmu.” Ucapan Letizia yang berikutnya berhasil menghentikan aktivitasnya, memusatkan pandangan pada Letizia tanpa mengubah ekspresi. “Berbicara? Aku pikir kau datang ingin menggoda," kata Jourell dengan senyum sedikit sinis, ia menatap teman-temannya yang tampak ikut terpaku oleh kedatangan Letizia itu. Jourell tak senang akan hal itu. “Pergi,“ titahnya kemudian dengan nada tegas. “Jourell, aku mohon. Beri aku waktu bicara,” kata Letizia sedikit memaksa, ia memberanikan diri memegang lengan kokoh pria itu sehingga aktivitas yang dilakukan terhenti. Jourell mengerutkan dahinya melihat sikap Letizia itu, mencoba mengabaikan namun ketika matanya bertemu pandang dengan mata bulat itu semua kekesalan dalam dirinya seperti melebur begitu saja. Justru kenangan lama yang telah ia kubur dalam-dalam tiba-tiba muncul begitu saja dan hal itu membuatnya jengah. "Sialan!” umpat Jourell begitu kesal, ia melempar stik biliar ke lantai dengan keras lalu menarik Letizia ke arahnya, dan mendorongnya ke meja biliar. Letizia merasa terkejut, tapi ia tidak melawan. “Kau bukan siapa-siapa yang berhak mengendalikan aku,“ ucap Jourell, suaranya rendah namun penuh penekanan. Letizia memandang Jourell dengan mata yang penuh tantangan meski jantungnya berdegup keras. Ia mengulurkan tangan mengusap rahang tegas itu. “ “Aku tidak akan pergi sampai aku mendapatkan apa yang aku inginkan.“ Jourell menarik napas dalam-dalam meredam gejolak emosi dalam dirinya. "Apa yang kamu inginkan?" katanya dengan suara yang lebih lembut. Letizia tidak langsung menjawab, justru melirik ke arah teman-teman Jourell. Sesaat kemudian ia mendekatkan wajah hingga nyaris menyentuh bibir pria itu. ”Kau yakin ingin membahasnya di hadapan mereka?” bisik Letizia lembut sekali, jermarinya bergerak aktif menuruni leher Jourell perlahan dengan usapan lembut. Bibir Jourell terkatup rapat menahan gejolak perasaan, kembali terperangkap pada wajah cantik di depannya. Ia tersenyum tipis, menangkap tangan Letizia dengan cukup kasar lalu mendorong tubuh wanita itu hingga benar-benar berbaring di atas meja biliar. “Kenapa kita harus membahas berdua? Apa kau ingin melepas rindu denganku?” Kini giliran tangannya yang bergerak nakal, mengusap paha Letizia lalu menariknya cukup kuat hingga tubuh keduanya terhentak. ”Jourell!” pekik Letizia membesarkan mata syok. Posisinya benar-benar tak menguntungkan saat ini, merasa malu dan juga jengah. Jourell kembali menyeringai saat melihat ekspresi ketakutan di wajah cantik itu. Ia menunduk, meniup lembut telinga Letizia dengan hembusan napas hangat. “Sepertinya kau memang sangat ingin berdua denganku, baiklah.” Ia kemudian memberikan gestur kepada teman-temannya agar pergi, menyisakan ia dan Letizia dengan posisi yang sangat intim. Ia menunggu sampai mereka pergi lalu tersenyum sinis, matanya memandang Letizia dengan penuh ejekan. “Apa yang kau inginkan?” “Aku butuh uang.” "Uang?” Jourell mengangkat aslinya tinggi-tinggi, merasa permintaan itu begitu mengusik. Letizia mengangguk. “Mamaku sakit, malam ini harus di operasi. Jourell, tolong aku,” kata Letizia memandang pria itu penuh harap. Jourell bisa melihat kesedihan di mata indah itu namun ia tak ingin lagi terjebak seperti dulu. Wajah lembut ini seperti racun yang perlahan-lahan membius, mata sayunya bak belati tajam yang berhasil mencacah habis perasaannya. "Apa hakmu meminta bantuan aku? Bukankah kau tidak memiliki apa-apa untuk ditawarkan." Letizia merasa tertekan, tapi ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu. Ia memandang Jourell dengan mata yang penuh emosi lalu tersenyum kemudian menarik tangan Jourell agar menyentuh bibirnya lagi. Matanya melirik cukup tajam lalu mengusap lembut perut pria itu. Jourell diam menunggu sampai sejauh mana wanita itu bertindak, mati-matian ia mengabaikan gejolak hasrat yang sangatlah menggoda. Rahangnya mengeras, memandang Letizia dengan tatapan berselera. “Aku yakin namaku masih ada di sini,” kata Letizia sambil menunjuk d**a Jourell dengan penuh percaya diri. Suara kekehan terdengar dari bibir Jourell, ia segera menarik tubuh wanita itu lebih kasar hingga turun dari meja lalu mendorongnya ke meja dengan posisi membelakangi dirinya. Ia menunduk, mengungkung wanita itu lalu memberikan stik ke tangannya. “Ayo kita buktikan, jika dugaanmu benar maka kau harus memasukkan bola itu ke dalam lubang," desis Jourell penuh penekanan. Letizia cukup gentar, hembusan napas Jourell begitu dekat menambah gemuruh di dalam d**a. Ia memberanikan diri menoleh menatap pria itu. “Aku setuju asal kau juga memberikanku bantuan," ujar Letizia tak ingin melakukan hal yang sia-sia. “Lakukan.” Letizia menatap Jourell dengan seksama, ia menilai apakah pria itu hanya berniat bermain-main atau serius. Jourell membalas tatapan mata itu lebih tajam seolah menjawab keraguan dalam diri Letizia. Wanita itu segera mengambil ancang-ancang, memposisikan dirinya dengan baik agar bisa memukul bola dengan tepat. Setelah memastikan target, Letizia segera memukul bola dengan kekuatan penuh. Sayang Letizia kurang beruntung kala itu karena pukulannya meleset. Raut wajahnya berubah cemas, memandang Jourell dengan was-was. Jourell tersenyum tenang, dengan gerakan terukur ia memeluk Letizia dan berbisik di telinga wanita itu. “Kau kalah, Zia.” Letizia menegakkan tubuhnya segera, kali ini ia enggan bermain-main lagi bila perlu ia akan memohon pada pria ini. “Jourell, aku mohon. Aku benar-benar membutuhkan uang,” beritahu Letizia tak menyembunyikan raut wajah sedihnya itu. “Aku bisa saja meminjamkan uang padamu, tapi aku juga punya syarat untuk kau penuhi.” “Syarat?” Letizia sempat terkejut akan hal itu namun ia segera membuang keraguannya. “Katakan apa syaratnya, aku akan lakukan.” Jourell menarik sudut bibir menjadi senyum simpul yang tak terlalu kentara, perlahan ia meraih rambut panjang Letizia lalu menciumnya penuh perasaan. “Menikah denganku, Letizia.” “Apa?” Kedua mata Letizia terbelalak lebar mendengar ucapan yang menurutnya sangat konyol itu. Ia menggeleng tak percaya. “Jourell jangan main-main!” “Tidak, aku tidak main-main. Jika kau ingin uang maka menikahlah denganku,” sahut Jourell bergeming sama sekali. Letizia menggigit bibir seraya berpikir cepat, persyaratan itu jelas tak masuk akal sama sekali. Ya memang ia masih single, tapi bagaimana dengan Jourell? Bukankah gosip yang beredar pria ini telah memiliki pasangan? Lalu bagaimana dengan masa lalu mereka yang... “Sepertinya kau menolak, aku pergi," ucap Jourell menjauhkan tubuhnya segera namun Letizia segera menahannya. Letizia langsung menjawab dengan cepat, "Aku setuju." Jourell berhenti sejenak, raut wajahnya berubah cukup dingin mendengar jawaban itu. Ia kemudian tersenyum dan menghimpit Letizia dengan kedua tangannya, membuat wanita itu merasa terperangkap. "Tunjukkan kesungguhanmu, Nona," kata Jourell dengan suara yang dalam dan sensual. Ia menunduk, bibirnya hampir menyentuh bibir Letizia, tetapi wanita itu memalingkan wajah sehingga ciuman itu hanya mengenai pipi. Letizia merasa jantungnya berdetak kencang, tetapi ia berusaha keras agar tidak jatuh terlalu dalam pada permainan itu. "Waktuku tidak banyak, kita bisa membahas hal ini setelah urusanku selesai," katanya dengan suara yang tetap tenang. Jourell tersenyum manis, tidak terpengaruh dengan penolakan Letizia. "Nevermind, kita akan membahas dengan persyaratan yang kedua," katanya sambil menarik pinggang Letizia mendekat. "Persyaratan kedua?" Letizia kembali terkejut sekaligus bingung. Jourell justru tersenyum manis sekali, matanya berkilau dengan keinginan yang tidak tersembunyi. "Syarat yang kedua kita bahas setelah menikah," ucapnya seraya meremas lembut pinggul Letizia dengan sensual, menatap mata Letizia dengan intens. Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD