"Apa maksudmu?" tanya Shafir dengan nada kebingungan, jelas dia masih hidup lalu mengapa lelaki itu mengatakan jika dia sudah mati bagi seluruh dunia, jika dia muncul dan mengatakan dia masih hidup maka semua akan berbeda.
Seorang perawat datang, dia membawa sebuah cermin bulat dan meletakan di depan wajah Shafir. alangkah terkejutnya wanita itu ketikan dia melihat dia sedang memandang wajah asing, ini bukan dirinya, wajah itu bukan wajah milik Shafir. wanita itu menjerit dengan kencang melengking sambil memegang wajahnya yang sudah berubah menjadi wajah orang lain.
"kenapa? bagaimana bisa ... ini bukan kau, ini bukan wajahku ...." ucap Shafir dengan air mata yang berlinang. Dia menatap kearah Black yang terlihat santai setelah apa yang ia lakukan. hampir 90% wajah Shafir berubah, bukan hanya Gaston atau pegawai BTB Grup. Namun, wanita itu sendiri pun tidak akan dapat mengenali dirinya.
"Kau ... apa yang kau lakukan pada wajahku? siapa yang memberikan kau--"
Black meminta seorang perawat untuk menunjukan sebuah foto, di mana seorang wanita terbaring dengan wajah rusak parah. Shafir gemetar dan muntah saat melihat foto itu.
"Kau bahkan muntah melihat wajahmu yang rusak seperti itu ... aku yakin pilihan yang aku lakukan tidaklah salah." ujar Black Jerico. Shafir menangis dia merasa shock dan terguncang.
"Aku tidak tahu harus mengatakan terima kasih ataukah marah. aku mohon, bisakah kalian tinggalkan aku sendiri?" ujar Shafir dengan nada melemah. wanita itu berbaring dengan dan menyelimuti tubuhnya, dia merasa sesak dan hatinya sudah hancur berkeping-keping. kepercayaan kepada kehidupan berkurang begitu juga semangat hidup.
Ia melihat semua ini sebagai kutukan bukannya sebuah lembaran kesempatan untuk memulai awal yang baru.
Black Jerico memandang wanita itu dengan wajah sedih menunjukan perasaan yang sulit di jelaskan. Namun, ia melakukan apa yang Shafir minta dia pergi meninggalkan ruangan itu di ikuti oleh para perawat di belakangnya.
***
Gaston duduk di kursi pemimpin, dia akhirnya menduduki posisi ini pada akhirnya. lelaki itu merasa tujuannya sudah sampai. dia memiliki kemewahan ini dan bisa menikmati tanpa harus berpura-pura di depan seorang wanita buta yang merepotkan.
Rora masuk dengan langkah santai, hentakan suara heels edisi terbatas yang beradu di lantai membuat Gaston yang sedang bersandar sambil memejamkan matanya terbangun.
"Honey, aku belikan sesuatu untukmu ..." ucap Rora sambil mengeluarkan sebuah dasi bermotif garis yang ia beli di sebuah toko mahal bermerek.
"Ini sangat indah, pakaikan untukku ...." pinta Gaston dengan wajah bahagia. Rora naik ke pangkuan Gaston dengan kaki yang terbuka di antara kedua paha lelaki itu. ia memasangkan dasi pada Gaston, tapi juga menggerakkan tubuhnya seperti merangsang milik lelaki itu di bawah sana.
"Ini sangat cocok untukmu, mewah dan berkelas seperti dirimu ...." ujar Rora sambil mengecup mesra rahang tegas Gaston. lelaki itu tersenyum penuh arti, dia suka pujian yang Rora lontarkan. lelaki itu meremas b****g Rora di ikuti dengan senyuman nakal dan tatapan penuh nafsu.
"Kau harus bertanggung jawab, Sayang. milikku sudah berdiri tegak karena kau ...." ujar Gaston tanpa rasa malu. inilah wajah lelaki itu sebenarnya, dia hanyalah seorang lelaki licik, nakal dan b******k. Gaston yang selama ini Shafir kenal hanyalah karakter yang lelaki itu ciptakan.
Dasarnya memang Shafir bodoh dan naif hingga begitu mudah percaya pada dirinya.
Lelaki itu bermain di leher Rora dia mengecup leher dan tengkuk wanita itu dengan penuh gairah begitu juga Rora yang menggeliat dalam setiap sentuhan yang Gaston berikan. Pada dasarnya mereka memang dua orang yang hobby bercinta terkadang mereka lakukan saat Shafir ada di depan mereka atau di kamar Shafir memanfaatkan kebutaan wanita itu dan menjadikan itu sebagai penambah adrenalin mereka saat bercinta.
Poor, Shafir. wanita yang menyerahkan seluruh kepercayaan kepada Gaston tapi berakhir di tangan lelaki itu sendiri. Cinta yang Shafir pikir sejati ternyata hanyalah sandiwara belaka.
"Oh, Sayang. kenapa kau selalu bisa membuat aku terangsang ...." bisik Gaston dengan nada nakal. ia menggigit pelan daun kuping Rora membuat wanita itu terbang melayang ke langit ketujuh bersama dengan hasrat dan gairah. miliknya sudah basah dan ia merasa tidak sabar untuk mendapatkan lebih dari sekedar permainan rangsangan saja.
Tanpa perlu Gaston minta Rora sendiri sudah melepaskan pakaiannya membuat tubuhnya kini polos tanpa sehelai kain apapun yang menutupi.
Mereka sedang berdiri di kantor!
Ibu bukan masalah, tidak ada yang perlu mereka khawatir. Sekarang lelaki yang sedang membuka kedua paha Rora adalah bos di perusahaan. Siapa yang berani marah?
Gaston memasukan miliknya ke liang milik Rora, mereka bercinta dengan gairah yang berkobar. Mereka merasa kenikmatan dunia hingga lupa di tempat lain ada hati yang sedang hancur karena pengkhianat mereka.
***
Shafir tidak berhenti menangis, dia terus-menerus menangis hingga rasanya air mata itu sudah mengering. Shafir merasa hancur dia begitu terluka dengan semua yang terjadi. terkadang ia berfikir Mengapa dia tidak mati saja? mengapa Tuhan selalu menyelamatkan nyawa ini lalu memberikan kehidupan yang menyakitkan padanya.
"Kenapa kau selalu menyelamatkan nyawaku? kenapa tidak kau biarkan saja aku mati bersama ibuku di kecelakaan yang lalu? ini tidak adil, ini benar-benar tidak adil ... kenapa hanya aku yang terluka, kenapa hanya aku yang menderita sendirian!"Shafir menjerit histeris, dia mengacak-acak rambutnya bahkan memukul dirinya kerena sudah lelah dengan semua yang terjadi.
Para perawat masuk, mereka berusaha menenangkan Shafir, tapi wanita itu tidak kunjung tenang. Hingga terpaksa akhirnya mereka memberikan Shafir obat penenang yang perlahan-lahan membuat wanita itu merasa berat dan tertidur.
***
Rora merapikan pakaiannya, sambil tersenyum memandang Gaston yang masih tersandar di kursi tanpa busana.
"Cepat pakai bajumu." ujar Rora meminta.
Gaston tersenyum sambil memandang Rora yang masih sibuk dengan pakainnya.
"Satu kali lagi, Sayang?" ucapan dengan nada parau. keringat sisa percintaan sebelum bahkan belum mengering, tapi lelaki ini meminta untuk bercinta lagi. Memang stamina Gaston tidak bisa di anggap remeh. Lelaki itu seperti kuda yang bertenaga jika sudah urusan bercinta.
"Sudah cukup untuk hari ini, Honey. Kau masih harus bekerja bukan?" jawab wanita itu yang kini sudah berpakaian lengkap dia berjalan ke arah Gaston lalu mengecup bibir lelaki itu singkat dan kemudian pergi.
Gaston terlihat santai dia memunguti pakaiannya dan mengenakan kembali semua itu. Dompet Gaston terjatuh dan terbuka menampakkan foto kebersamaan dia dan Shafir. sudah tiga bulan tapi dia selalu lupa membuang kertas tidak berguna itu. Gaston memandang foto itu, seandainya Shafir tidak buta dan menyusahkan mungkin dia akan bisa menyukai wanita itu.
***
Shafir duduk di ranjang rawat miliknya, wanita itu termenung dengan tatapan kosong ke depan. sudah beberapa hari semenjak dia mengetahui semua kebenaran yang tejadi di belakang, tapi diri masih sulit menerim semua itu.
Shafir merasa kehidupannya sudah kosong, tidak ada yang perlu di pertahankan. dia bukan dirinya yang dulu. Dia hanya orang asing bahkan bagi dirinyalah sendiri.
Wanita itu beranjak turun dari ranjang, ia menatap ke arah titik merah di sudut ruangan, ia tahu dari sanalah lelaki itu mengawasinya. Shafir mendekat dia menatap lekat benda kru seolah Black Jerico yang sedang ia tatap.
Dari layar monitor lelaki itu juga memandangi Shafir, dia menatap datar sebelum keningnya berkerut saat wanita itu berjalan menuju balkon ruangannya.
"Sial!" ucap Black Jerico yang langsung menghubungi pihak rumah sakit untuk menghentikan Shafir yang saat ini sudah berdiri di pagar pembatas balkon.
ia langsung mengenakan jaket secara asal lalu kemudian menuju rumah sakit dengan perasaan marah.
Shafir sudah berdiri dengan sedikit gemetaran ketinggian dari 15 lantai bukan hal main-main.
"Nona, jangan lakukan ini ... tolong, apapun masalahnya mengakhiri kehidupan bukanlah pilihan yang tepat." ujar salah seorang perawat wanita.
Shafir tidak ingin mendengarkan wanita itu menutup telinganya. Dia hanya perlu melompat dan semua akan berakhir setelahnya, rasa sakit, penderita dan luka atas semua pengkhianatan juga kekecewaan ini.
Pihak rumah sakit masih berusaha menghentikan Shafir, wanita yang mulai ragu akan niatnya. segala ingatan akan kehidupan sempurna dulu membuat hatinya melemah, dia membayangkan bagaimana kebersamaan yang ia habiskan bersama ibunya malah di renggut dala sekejap mata, kehilangan penglihatan. Belum lagi ayahnya yang tiba-tiba mengalami stroke karena kelelahan di tengah keterbatasan dia harus menjalani kehidupan yang keras seorang diri, rasa lelah membuat dia bergantung pada orang yang salah dan pada akhirnya dia harus menderita seorang diri.
"Aku tidak mau hidup lagi, aku tidak mau ada di dunia yang menyebalkan ini .... biarkan aku mati, apa untungnya kalian menahan aku?" tanya Shafir.
"Anda bisa membuka lembaran baru, kehidupan masih panjang ...."
"Lalu aku harus menderita lagi, kecewa lagi dan aku harus mengalami pengkhianatan seumur hidup ... aku tidak mau menderitanya lagi, aku akan akhiri semua ini dengan mati ...." ujar Shafir.
Black Jerico masuk tatapan mereka beradu satu sama lain, Shafir sedikit menciut. Namun, tetap berusaha menunjukkan jika tidak ada yang bisa mengurungkan niatnya.
"Aku pikir kau sudah loncat, sudah 20 menit kau belum menjatuhkan diri ..." bukannya menahan lelaki itu malah menanyakan hal seperti itu. Shafir mengerutkan keningnya, tapi ia tidak peduli pada apa yang lelaki itu katakan.
"Aku akan loncat!!" ujar Shafir.
"Terserah padamu ... saat kau jatuh dan mati, orang-orang yang menipumu sedang bergembira dan bersenang-senang ..." ujar lelaki itu. "Kau yang di berikan kesempatan hidup malah menyerah memang tidak pantas ada di dunia ini. Wajar saja kau berakhir menyedihkan, kau bahkan tidak bisa berpijak di atas kakimu sendiri ... bukan kesalahan orang lain jika kau di bohongi ... kebodohan yang membuat kau jatuh dalam perangkap mereka."
hati Shafir panas mendengar perkataan itu.
"Kau tidak tahu apapun!! lagi pula apa yang bisa aku lakukan? aku bukan diriku lagi, wajahku identitas yang aku miliki tidak ada yang mengenali aku, jadi bagaimana aku bisa kembali?" ujar Shafir.
"Dengan wajah baru, identitas baru ... kau bukan lagi Shafir yang buta ... kau bukan lagi wanita bodoh yang di peralat oleh seorang lelaki, kau bisa menjadi kepribadian baru, kau bisa menjadi kuat jika kau mau ... Ingat Shafir yang dulu sudah mati, kau bukan lagi wanita itu."
Shafir terdiam mendengar perkataan Black Jerico, pikirannya seketika terbuka. Benar, apa yang lelaki itu katakan, Shafir yang buta sudah mati, kini dia adalah orang lain.
"Kau bisa menghancurkan mereka dengan wajah barumu, kau bisa tunjukkan pada mereka karma atas tindakan yang mereka lakukan dari menghancurkan kepercayaanmu." jelas Black Jerico. lelaki itu mendekat perlahan-lahan ia menyentuh pundak Shafir yang kini terlihat lebih tenang. "Jika jasadmu yang mati maka semuanya akan berakhir, tapi jika hatimu yang mati maka itu akan menjadi kekuatan terbesar dalam kehidupanmu ...." senyuman terukir di bibir Black Jerico, ia meremas pundak Shafir lalu mendorong wanita itu.
Shafir berteriak, begitu juga mereka yang melihat apa yang barusan Black lakukan.
"Tuan, kenapa anda mendorongnya ...." ujar Salah satu staff rumah sakit.
"Dia sudah jatuh berkali-kali, jatuh sekali lagi juga tidak akan berdampak apapun ...."
mereka melihat kebawah dan saat itulah nafas mereka menghela lega, ternyata di bawah sana sudah ada bantalan udara yang di pasang sebagai alat keselamatan.
Shafir terengah-engah, ia benar-benar berpikir akan mati dan dia merasa takut, ia memikirkan apa yang sudah ia lalui dan ucapan Black Jerico terngiang di kepala wanita itu.
"Mati rasa ..."
"Selamat jalan, Shafir Adella Brown ..." guman wanita itu dengan air mata yang berlinang ia sudah memutuskan. kehidupannya akan ada di jalan pembalasan dendam.