Bab 5

1717 Words
Shafir jatuh pingsan, ia kembali di bawa kekurangan dan di periksa untuk mengetahui keadaannya. beruntung tidak ada yang terjadi pada wanita itu. Black Jerico masih duduk di ruangan itu tatapan yang datar menunggu wanita itu terbangun. Sebenarnya, Black tidak mengerti mengapa dia harus menunggu wanita biru bangun. merasa ini tidak seperti dirinya lelaki itu bangkit dan langsung keluar dari ruangan itu. "Anda akan pergi sekarang?" tanya salah satu perawat. "Memangnya untuk apa aku berada di sini, lebih lama?" ujar lelaki itu dengan nada tidak suka, perawat itu langsung menunduk karena sudah membuat Tuan Besar Black Jerico tidak senang. "Awasi saja dia dengan baik, jangan sampai di membuat masalah ...." jelas lelaki itu sebelum pergi. Tidak lama setelah kepergian Black Jerico, Shafir bangun, ia membuka matanya dan langsung beranjak keluar, masih dengan mengenakan pakaian pasien ia berjalan dengan kaki telanjang menyusuri jalan raya yang ramai dan padat. Shafir mengabaikan tatapan aneh orang-orang, saat ini bukan itu yang dia pikirkan. Shafir menaiki taksi meminta untuk membawanya ke sebuah rumah perawatan di mana ayahnya berada. Shafir masuk dia langsung menuju ruangan tempat ayahnya berada, walau ia buta tapi dia tahu kamar tempat ayahnya di rawat karena dia sering berkunjung. Saat ia masuk tidak ada siapapun di kamar itu. Yang ada hanyalah perawat yang menahannya dan menanyakan siapa Shafir. "Maaf, Nona. Siapa anda? kenapa anda di sini?" perawat itu terheran melihat Shafir terlebih pakaian yang wanita itu gunakan bukan baju rawat dari tempat. "Di mana pasien di kamar ini?" tanya Shafir dengan tergesa-gesa. Perawat itu mengerutkan keningnya sebelum menjawab pertanyaan Shafir. "Ruangan ini sudah lama kosong, Nona." ujar perawat itu. "A-apa? bagaimana bisa, lalu di mana pasien yang sebelumnya ada di sini, kemana?" Shafir menangis. membuat perawat itu semakin panik. "Nona, tenanglah ..." "Kemana mereka membawanya? di mana dia sekarang?" ujar Shafir. karena tidak tega perawat itu pun memberitahu di mana keberadaan Tuan Samuel Brown sekarang. Lelaki tua itu di pindahkan sekitar tiga bulan yang lalu, di bawa entah kemana. Namun, ada yang mengatakan jika dia di pindahkan ke rumah rawat kecil di sebuah tempat yang jauh di pinggir kota. Mendengar itu Shafir semakin sesak, ia begitu marah pada Gaston yang begitu tega melakukan ini pada keluarganya. "Tapi, Nona. jika saya boleh tahu ... anda ini siapa?" tanya perawat itu penasaran. tentu dia asing dengan wajah Shafir yang saat ini. "Aku Shafir ...." "Nona Shafir?" perawat itu terkejut karena Nona Shafir sudah meninggal dunia. "Maksudnya, Shafira. Bukan Shafir ...." ujarnya mengoreksi perkataan sebelumnya. "Aku ke sini, karena aku adalah Teman Shafir nama kami hampir mirip makanya kami menjadi akrab. Untuk itu bisakah kau berikan aku alamat rumah rawat itu?" tanya Shafir dengan wajah memelas dan memohon. perawat itu lagi-lagi tidak tega dan akhirnya memberikan alamat rumah sakit, saat hendak pergi Shafir di tahan oleh supir taksi yang ia naik sebelumnya. Shafir yang tidak memiliki uang pun berniat kabur. Namun, dia malah tertangkap dan berkahir di kantor polisi. Shafir hanya diam, dia tidak menyangkal apapun. dia tidak memberikan pernyataan membuat pihak kepolisian menjadi kebingungan. Tidak lama kemudian seseorang datang, di memberikan uang tebusan serta membayar tagihan taksi Shafir. tanpa bertanya apapun dia menyeret Shafir dari tempat itu. Wanita itu sempat memberontak. Namun, saat ia mendengar nama Black Jerico di sebutkan, Shafir menjadi sedikit lebih tenang. Lelaki membawa Shafir ke sebuah gedung tinggi menjulang, gedung yang besar dan megah. ini adalah bangun gedung utama perusahaan JR Corp, milik Black Jerico. lagi-lagi tatapan aneh dan bertanya-tanya menyambut kedatangan Shafir. mereka semua penasaran dengan wanita itu, apa yang membuat wanita itu bersama dengan orang kepercayaan Tuan Black Jerico. "Tempat apa ini?" tanya Shafir. "Yang jelas ini tempat yang jauh lebih baik dari pada kantor polisi ...." jawab lelaki itu dengan nada yang hampir sama dengan Black Jerico. Shafir hanya bisa pasrah, lagi pula hanya lelaki itu yang mengetahui keberadaannya, satu-satunya orang yang mungkin bisa membantu Shafir. Mereka sampai di sebuah ruangan yang di d******i kaca dan beberapa lukisan yang indah, sepertinya Tuan Black Jerico adalah seseorang yang bernilai seni tinggi. sejenak Shafir masih belum percaya jika dia bisa melihat sejelas dan seterang ini. Walau mengejutkan, tapi dia juga senang bisa melihat kembali. ternyata di dalam ruangan itu ada lagi sebuah ruangan yang di lengkapi dengan proteksi wajah. mereka masuk ke ruang itu dan di dalam sana sudah ada Black Jerico yang tengah terlihat serius dengan pekerjaannya. ruangan ini terlihat lengang, hanya ada meja kerja, satu buah sofa dan bar kitchen di sudut ruangan, warna ruangan ini pun sedikit gelap berbeda dari suasana di luar yang terlihat lebih bercahaya di dalam sini bahkan tidak terlihat ada jendela untuk melihat pemandangan ke luar. "Tuan, saya sudah bawa dia kemari ..." ujar lelaki itu. Black Jerico langsung mengangkat wajahnya menatap ke arah dua orang itu. "Aku tidak minta kau bawa dia ke sini ...." ujar lelaki itu dengan tatapan datar dan nada bicara yang tidak terlihat peduli sama sekali. "Anda mengatakan jika dia melakukan sesuatu ata---" "CUKUP!!!" Seru Black saat itu juga. "Aku paham, kau bisa pergi. Eh, tidak. minta karyawan wanita membeli beberapa pakaian untuknya." sambung lelaki itu sambil bangkit dari kursi kebesarannya. wajah lelaki itu nampak tegang ia memberi kode bawahannya untuk segera pergi. "Jadi, apa lagi kali ini? setelah mencoba bunuh diri apa lagi yang kau lakukan?" tanya Black Jerico. "Apakah mau meminta dia mengawasi aku?" bukannya menjawab, Shafir malah balik bertanya karena penasaran. pasti bukan kebetulan orang suruhan lelaki kru tiba-tiba berada di kantor polisi. "Aku? tidak ... untuk apa? tidak ada untungnya buatku melakukan hal itu." jawab Black Jerico. Shafir tersenyum tipis, baiklah jika memang semua yang terjadi hanyalah kebetulan semata. Black Jerico melihat sebuah kesedihan di sorot mata Shafir, sesuatu yang membuat lelaki itu penasaran hingga dia akhirnya tidak tahan untuk bertanya. "Jadi, apa yang sudah kau lakukan hingga berakhir di kantor polisi, siapa yang kau temui dan apa yang kau dapatkan?" tidak ada satupun pertanyaan yang luput dari lelaki itu. Shafir menarik nafasnya, dia bukan lagi Shafir yang dulu, Shafir Adella Brown sudah mati, sekarang dia hanyalah manusia tanpa jati diri. "Aku mohon bantu aku ...." ujar Shafir. dia tidak berdaya dan tidak ada yang bisa ia percaya. "Kanapa aku harus membantumu?" tanya Black Jerico. dia memasang wajah yang tersenyum seolah menunggu Shafir mengatakan hal itu. "Kau sudah menyelamatkan aku, kau membuat aku bisa melihat, kau membuat aku mendapatkan wajah baru dan kau lakukan itu tanpa alasan, Bukan? jadi kenapa sekarang aku harus memberikan kau alasan?" lelaki itu tertarik dengan jawaban Shafir, menarik dia masih bisa merasakan keras hati dan keangkuhan dari wanita ini. "Baiklah, kalau begitu katakan bantuan apa yang kau minta?" Shafir terkejut mendengar persetujuan, lelaki itu. begitu mudahnya dia setuju dengan permintaan Shafir, apakah lelaki ini bodoh ataukah dia tidak memiliki ketakutan apapun sehingga bisa dengan mudah mengiyakan begitu saja. "Kau setuju?" "Kenapa kau terlihat terkejut? tidak senang baku setuju?" "Bukan, hanya saya kau bahkan belum mendengar apa yang aku minta ...." "Selain menghidupkan orang yang sudah mati atau memutar ulang waktu, aku rasa aku bisa melakukan apapun ...." ujar Black Jerico dengan nada sombong. "Berikan aku sebuah identitas baru dan bantu aku membalaskan dendam ...." ujar Shafir dengan nada sedikit ragu. "Itu hal yang gampang, tapi kali ini itu tidak gratis ...." ujar Black Jerico. "M-maksudnya?" "Aku sudah menyelamatkanmu, memberikan kau pengelihatan juga wajah baru, kulakukan semua itu gratis, tapi untuk permintaan kali aku tidak bisa berikan gratis ... harus ada imbalan, aku bukan lembaga amal yang melakukan kebaikan dan hanya berharap pahala saja ... aku juga seorang pebisnis." ujar Black Jerico. Shafir berpikir, dia sudah tidak memiliki apapun, dia bahkan sudah kehilangan perusahaan satu-satunya. "Aku tidak punya apa-apa ..." lirih wanita biru dengan rasa pasrah. "Tidak mesti materi, fisik pun aku terima ..." ujar Black Jerico. wanita itu refleks menutup tubuhnya, apakah yang lelaki itu maksudkan adalah menyerahkan dirinya? Wajah Shafir nampak pucat, ia meragu dan terlihat terbebani oleh perkataan Yang Black Jerico katakan. melihat reaksi Shafir lelaki itu malah tertawa kecil, dia tahu apa yang sedang wanita itu pikirkan. "Aku tidak minta kau jadi wanita penghangat ranjang, maksud dari ucapanku adalah kau gunakan tubuhmu untuk bekerja denganku." lelaki itu menjelaskan kepada Shafir menyadarkan wanita itu dari pikiran yang sudah terlanjur kacau. "Hei, hei ... Helo!!" seru lelaki itu sambil menjentikkan jarinya di depan wajah Shafir. wanita itu tersentak, ia mengangkat wajahnya hingga akhirnya tatapan mereka berdua bertemu satu sama lain. "Jadi, Kau setuju atau tidak?" tanya Black Jerico dengan nada berat dan tatapan yang langsung tertuju ke manik Shafir. "Aku setuju ...." Shafir bagikan terhipnotis pada visual lelaki itu, semakin di pandang lelaki di depannya itu terlihat semakin tampan. tersadar jika dia sudah keluar jalur, Shafir memutuskan pandangan mereka. wanita itu membuang wajahnya dan sedikit menjauh dari lelaki itu. "Aku akan minta anak buahku menyiapkan dokumen perjanjian ...." jelas Lelaki itu sambil berjalan kembali ke meja kerjanya. Shafir hanya menganggu, tidak beberapa lama seorang wanita datang dengan dress coklat, dia membawa beberapa pakaian yang menggantung di sebuah besi beroda. "Tuan, Saya sudah siapkan yang anda minta ...." ujar wanita itu yang kemudian langsung pergi. "ini?" "Pakaian untukmu, tidak mungkin kau akan berkeliaran dengan baju rumah sakit, lali untuk dokumen pribadi aku akan siapkan dalam beneran hari ... adakah nama bagus yang ingin kau pakai?" ujar Lelaki yang terlihat fokus pada bener laporan berkas di depannya. "Shafir ...." mendengar itu Black Jerico terhenti, dia melihat kearah Wanita itu, yang menunjukkan ekspresi yang begitu yakin. "Shafir? nama yang sama?" "Bukan, Shafir Adella Brown, Tapi Shafira Alodia Jerico." ujar wanita itu yang dengan begitu berani memasukan nama Jerico di belakang namanya. jujur saja Black Jerico terperangah mendengar nama yang wanita itu sebutkan. "Kau pikir aku membantumu dan kau bisa seenaknya mengunakan namaku?" "Hanya dengan namamu, aku bisa aman siapa yang berani mengganggu Keluarga dari Black Jerico?" alasan Shafir masuk akal, tapi tetap saja Black Jerico tidak akan begitu saja memberikan namanya pada Wanita itu. "Aku tidak bisa ... kau cari nama lain," ujar lelaki itu. Shafir menghela nafasnya, Baiklah jika dia tidak boleh menggunakan nama itu. "Shafira Alodia Rubby ... bagaimana?" kali ini Black Jerico langsung setuju. "Baiklah, aku setuju. Sekarang kau bisa bawa semua pakaian itu dan pergi dari sini ...." "Tapi aku harus kemana?" tanya Shafir. Black Jerico menghela nafasnya, tidak berpikir jika wanita ini akan menjadi begitu merepotkan saja. "Asistenku akan memberikan kau jawaban, jadi pergilah dari sini ...." perintah lelaki itu tanpa memandang Shafir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD