Bab 30 Melamar Pekerjaan

1007 Words
Ardan, Lili, dan Bu Puja telah pulang setelah mengantarku ke kos. Aku masih bisa menempati kamar ini sampai akhir bulan nanti. Semoga sebelum waktuku habis, aku sudah mendapat pekerjaan. Mereka menawarkan aku untuk ikut pulang ke rumah Nenek Ana, aku menolak dan membuat alasan bahwa masih ada urusan di kampus yang harus diselesaikan. Ya, memang benar masih ada beberapa urusan di kampusku. Dan alasan lainnya yang mereka tidak ketahui adalah karena rumah itu sudah terjual beberapa tahun lalu. Aku tidak bisa pulang kesana lagi. Selesai membersihkan diri, aku mencari-cari lowongan pekerjaan di internet. Aku mencari sekitar Bandung dulu saja. Namun aku malah menemukan satu lowongan kerja namun di Malang. “PT Cipta Rasa yang merupakan salah satu perusahaan distributor pangan di Bandung, kini membuka cabang di Malang. Posisi yang dibutuhkan antara lain : Administrasi, Marketing, dan Logistic.” Aku membaca lowongan itu dengan seksama. Setelah ku pikirkan, sepertinya tidak ada masalah jika aku melamar kesini. Lamaran dikirim via email yang tertera. Aku pun mulai menyiapkan berkas-berkas yang aku perlukan untuk di scan dan dikirimkan. Jika benar diterima nanti, berarti aku akan jauh dari Bandung. Ah, biarlah. Mungkin saja pelan-pelan di Malang sana aku dapat menyembuhkan segala lukaku. Meninggalkan Bandung sebentar sepertinya bukan masalah. Aku pasti akan kembali lagi ke Bandung untuk mewujudkan impianku membuka usaha di kota kelahiranku ini. *** Satu minggu kemudian, aku mendapat telepon dari pihak PT Cipta Rasa bahwa aku lolos untuk tes tertulis yang akan diadakan besok pagi pukul Sembilan. Namun diberitahukan untuk posisi marketing, padahal aku melamar bagian administrasi. Karena pelamar di bagian administrasi sudah terlalu penuh, katanya. Akhirnya mau tidak mau aku menerima untuk tes tertulis walaupun nanti ditempatkan di bagian pemasaran. Aku butuh pekerjaan secepatnya. Untungnya tes diadakan di dua tempat, tergantung domisili pelamar. Hanya saja pelamar dari Bandung harus bersedia di tempatkan di Malang jika sudah diterima nantinya. Di cabang Malang pun hari ini diadakan tes tertulis di jam yang sama. Aku sudah di ruangan tes tertulis dan cukup ramai. Ternyata pelamarnya cukup banyak sedangkan yang diterima hanya beberapa orang. “Ini pun tidak semua pelamar yang mengirimkan lamaran diundang untuk tes tertulis. Berarti kalian orang-orang terpilih,” ujar salah satu pihak dari PT Cipta Rasa, sebelum tes tertulis di mulai. Ia kemudian membagikan selembaran kepada para peserta. “Kami akan memilih 10 orang dari hasil tes tertulis untuk kemudian melakukan interview atau wawancara.” Aku berdo’a dalam hati dan mengerjakan tes tertulis ini dengan sungguh-sungguh agar menjadi salah satu dari sepuluh orang yang dapat lolos untuk tes wawancara. Walaupun IPK-ku tinggi atau aku lulusan terbaik, aku tetap tidak boleh sombong. Aku disini sama dengan para pencari pekerjaan yang lain. Tidak ada yang bisa aku sombongkan, karena sampai saat ini pun aku bukan siapa-siapa. Dan jika aku sudah jadi siapa-siapa pun, aku tetap tidak boleh bersikap sombong. Semoga aku bisa menjaga diri dari sifat sombong untuk saat ini dan seterusnya. 90 menit berlalu sejak aku dan pelamar lainnya datang kemari. Kami semua telah mengumpulkan lembar jawaban kami. Kami sudah berusaha sebaik mungkin, disertai harapan dan do’a terbaik. Semoga hasilnya menjadi baik dan sesuai yang diharapkan. *** Tiga hari kemudian, aku kembali mendapat telepon dari pihak PT Cipta Rasa bahwa aku lolos ujian tertulis, dan masuk ke dalam salah satu peserta yang akan mengikuti interview/wawancara besok pukul 13.00 siang. Aku pun mengucap terima kasih dan menyanggupi untuk hadir. Aku memakai rok span hitam, kemeja putih, dan jilbab berwarna hitam. Memakai bedak tipis dan mengoles lipstik agar tidak tampak terlalu pucat. Bercermin sekali lagi, sepertinya penampilanku sudah rapih. Aku pun memesan ojek online untuk sampai ke tempat wawancara. Aku berjalan agak sedikit terburu-buru, karena waktunya 10 menit lagi. Ternyata lantai kantornya baru saja di pel, walaupun aku memakai flatshoes nyatanya aku tetap hampir terpeleset. "Ah!" pekikku. Beruntung ada seorang pria yang menangkapku. "Terima kasih!" Aku melepaskan diri darinya dan berterima kasih. Tanpa melihat jelas wajahnya, aku segera berjalan cepat. Takut jika berlari akan terpeleset lagi. Hampir saja aku terlambat, tepat sebelum pintu tertutup aku tiba dan dipersilahkan masuk. "Maaf, Bu, saya terlambat." Aku membungkuk sopan padanya. "Tidak apa-apa. Masih ada 2 menit lagi, kamu tidak terlambat." Bu Lena tersenyum, aku tahu namanya dari name tag yang dikenakannya. "Hari ini kalian akan diwawancara langsung oleh Pimpinan PT Cipta Rasa. Kalian pasti sudah tahu kan nama Pimpinan di tempat kalian akan bekerja ini?" Sebagian besar menjawab sudah, apa hanya aku yan tidak tahu? Kenapa aku melewatkan hal sepenting ini? Aku bisa mendapatkan informasi ini di internet, tapi aku tidak mencarinya. "Ya, pasti kalian tahu. Karena beliau masih muda, mungkin seumuran kalian. Beliau menggantikan posisi Ayahnya. Ditambah lagi Pimpinan PT Cipta Rasa terkenal tampan. Tidak mungkin para wanita disini tidak mengenalnya kan? Di internet pasti ada beberapa informasi mengenai beliau. Tenang-tenang, pria pun mempunyai kesempatan yang sama. Tidak hanya wanita yang akan terpilih." Bu Lena mencairkan suasana dengan sedikit candaan, yang membuat terdengar tawa samar di ruangan ini. Karena urutan interview berdasarkan absen kehadiran, sudah dipastikan aku paling akhir, yakni urutan kesepuluh. Lamanya wawancara bervariasi, ada yang baru 5 menit, namun Bu Lena sudah memanggil peserta selanjutnya. Ada yang 30 menit lebih, entah apa saja yang ditanya jawab sampai bisa selama itu. Aku menunggu dengan gelisah. Kini di dalam ruangan tersisa 3 orang lagi termasuk aku. Aku mendengar percakapan bisik-bisik kedua orang wanita yang duduk di depanku. "Aku dengar Pimpinan disini memang tampan tapi terkenal playboy," bisik wanita yang berambut panjang. "Benarkah? Percuma tampan jika suka main wanita," sahut wanita satu lagi yang rambutnya diikat satu. "Kenapa mereka membicarakan hal itu? Apa itu merupakan hal yang penting? Itu urusan pribadi masing-masing." Aku ikut menyahut namun dalam hati. "Falisha!" Bu Lena membuka pintu dan memanggilku, peserta terakhir. Aku diantarkan menuju ruangan Pimpinan. Aku masuk dan mengucap salam. Aku masih berdiri karena belum dipersilahkan duduk. Pimpinan bahkan membelakangiku, saat aku menutup pintu, barulah dia memutar kursinya. Aku sedikit terperangah, sepertinya aku sekilas aku pernah melihat wajahnya. Otakku ku paksa berpikir cepat, menemukan dimana aku pernah bertemu dengannya. Untungnya otakku bisa diajak kerja sama. Pria di depanku adalah orang yang menangkapku tadi saat aku hampir terpeleset.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD