Velo terlihat gugup, gadis itu memberikan jarak yang cukup jauh antara dirinya dan Levin. Sesekali dia mencuri pandang pada pemuda yang sedang bersandar sembari membaca buku di kasur bersama Velo.
"Tidak perlu mencuri-curi pandang, Velo. Kau bisa mengatakan saja jika ingin memandang wajahku." Ucap Levin. Pemuda itu menutup bukunya lalu meletakkan di meja, Velo memejamkan matanya bersikap seolah dia sedang tertidur pulas sedangkan Levin, pemuda itu tersenyum nakal, selalu saja setiap senyum itu nampak maka sesuatu pasti akan dia lakukan.
Entah, apa lagi kali ini ... Setelah ciuman panas di dapur yang membuat mereka gagal memasak dan beralih ke kasur, kini apa lagi yang akan dia lakukan.
Velo tetap memejamkan matanya walau perasaannya sudah waspada tentang apa lagi yang akan kekasihnya itu lakukan.
"Duh, kekasihku sangat cantik, bibir ... Mata ... Juga hidungnya sangat sempurna, tubuhnya juga indah ... Terlebih tanda lahir di pinggulnya sangat seksi." Levin mencoba menggoda Velo dan dia berhasil, sekarang wajah gadis itu sudah memerah karena malu. "Tapi ada satu hal lagi yang paling membuat aku gemas .." guman Levin, pemuda itu sengaja menahan perkataan membuat Velo yang mendengarkan menjadi penasaran.
"Wajahnya yang memerah seperti tomat." Setelah mengatakan itu Levin tertawa lepas sedangkan Velo langsung bangkit dan menatap kesal ke wajah pemuda yang terlihat sangat senang sekali menggodanya.
"Kau!!" Velo marah. sudahlah, tenyata Levin sangat senang membuat dia kesal, siapa yang akan mengira pemuda yang suka bersikap cool itu ternyata sangatlah usil.
"Jangan bicara lagi padaku!!" Velo menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Melihat Velo yang sepertinya benar-benar kesal, Levin menghentikan tawanya.
Levin memeluk Velo tetapi mendapat tepisan dari gadis itu.
"Velo kau marah? aku hanya bercanda."
Velo hanya diam dia tidak menanggapi perkataan Levin.
"Velo, jangan marah, aku salah. kumohon maafkan aku ..."
Velo membuka selimutnya, gadis itu berbalik dan menatap Levin tanpa sepatah kata pun.
"Maafkan aku, Velo ..." Levin menyatukan kedua telapak tangannya. Dia tidak pernah berniat membuat Velo benar-benar kesal.
Bukannya menjawab Velo malah memeluk Levin, dia tidak akan bisa marah pada pemuda itu, terlebih hanya karena masalah kecil seperti ini, kesal tentu. Tapi tidak membuat dia begitu marahnya.
"Aku selalu kesal saat kau mengatakan wajahku merah seperti tomat."
"Tapi itu memang kenyataannya."
"Tapi aku seperti itu karen kau. Kau selalu saja menggodaku, apa kau senang melihat aku kesal?" Velo bertanya dengan raut wajah sedih, hal itu membuat Levin sangat merasa bersalah.
"Tidak, Velo. Aku hanya berpikir itu lucu." Jelasnya
"Kau anggap aku lelucon?" Kini Levin benar-benar tidak enak hati, dia tidak mengira candaannya ternyata menyinggung Velo.
"Tidak, Sayang. Jangan katakan itu." Levin mengeratkan pelukannya, tidak baik jika Velo berpikir seperti itu. Di dalam pelukan Levin, Velo tersenyum puas.
Memangnya hanya Levin yang bisa membuat kesal, lihat saja Velo akan membuat pemuda itu benar-benar menyesal.
Seketika Levin terperanjat, pemuda itu bergerak-gerak berusaha melepaskan diri dari Velo yang secara tiba-tiba menggelitik dirinya.
Velo, berhasil membuat pemuda itu tidak berkutik,
"Itu balasan karena kau selalu saja nakal." Ucap Velo pada Levin yang sudah kehabisan tenaga. "Awas saja kalau kau berani menggoda aku lagi, lihat saja aku akan langsung menerkammu .." Velo mengancam, gadis itu membaringkan dirinya kembali, dia tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membuat Levin tidak berdaya.
Levin tersenyum, hati pemuda itu sangat bahagia, semenjak bersama Velo hidupnya menjadi penuh warna, dia menemukan dirinya dalam perasaan yang baru, seolah dia sendiri tidak tahu bahwa dia memiliki sisi seperti yang sekarang ini.
Levin sedari kecil terbiasa hidup dengan kaki, batasan dan aturan selalu menekan dirinya. Dia tidak bisa berekspresi seperti apa yang dia mau, entah pakaian atau apapun itu ... Semuanya sudah di atur oleh ibunya. Levin menjalani semuanya bahkan saat dirinya tidak menyukai hal tersebut sama sekali. Kehidupan itu membuat Levin kehilangan hasratnya serta emosinya, dia seperti menjadi orang lain dan melupakan apa yang sebenarnya dia inginkan.
Namun, setelah bertemu dengan Velo kehidupan Levin berubah, gadis itu selalu tersenyum dan memancarkan aura cerah. Terlebih Levin mendapatkan rasa nyaman dari Velo yang tidak bisa ia temukan dari siapapun.
Itulah sebabnya mengapa Levin begitu mencintai Velo, karena gadis itu membuatnya merasa hidup dan menjadi diri, tapi sayangnya kejadian buruk itu terjadi dan Levin gagal melindungi Velo, senyum yang ia lihat seketika hilang berganti wajah tersiksa Velo saat itu. Semenjak hari itu, Levin memutuskan dia akan melakukan apapun untuk membahagiakan Velo, dia akan melindungi gadis itu, bersama mereka akan menciptakan kebahagiaan mereka sendiri dan saling melengkapi.
Sebuah impian sederhana yang sedang Levin perjuangkan di tengah pertentangan dari ibunya.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Velo, lamunan Levin buyar begitu saja.
"Tidak ada, lebih baik kita tidur sekarang." Levin menarik Velo dalam rangkulannya, sebelum akhirnya mereka tertidur.
*****
Beberapa hari kemudian.
Velo sibuk dengan lukisannya pameran yang dia lakukan tinggal beberapa hari lagi, dia harus mempersiapkan banyak hal untuk itu, di sisi lain, Levin sedang sibuk menjilid catatan kasus, tanpa sadar di sana sudah ada Luis yang mengunjungi LA Patners & Firm
"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Luis tiba-tiba.
Levin di kejutkan dengan kehadiran lelaki itu, "Ay- tidak, Maksudku Tuan. Semuanya tidak ada masalah." jawab Levin, Di sini dirinya adalah pegawai bukan anak dari pendiri. jadi harus bersikap seperti ini.
"Baguslah, bagaimana kabarmu?"
"Aku baik, Sangat baik." ucap Levin. Luis dapat melihat bagaimana cerahnya wajah pemuda itu.
"Baguslah, juga ... pulanglah sesekali ... ibumu pasti merindukanmu." jelas Luis. lelaki itu meninggalkan Levin dan menuju ruangannya..
***
Velo berjalan menuju studio seni, dengan beberapa lukisan karya miliknya, acara ini adalah acara yang di selenggarakan oleh sebuah perusahaan untuk memperkenalkan karya ternama dari pelukis-pelukis muda berbakat seperti Velo.
Velo mulai berkutat pada kegiatannya dia menghabiskan banyak waktu di studio untuk mendiskusikan karya nama saja yang akan di pajang.
"Semua karyamu bagus dan memiliki emosi mendalam, tapi aku hanya bisa mengambil empat lukisan untuk di pamerkan." jelas Tacy kurator seni di sana.
"Tidak masalah, bisa masuk kedalam slot pameran saja aku sudah sangat senang."
jawab Velo.
"Baiklah, kalau begitu." Tacy mengamati satu persatu lukisan yang Velo bawa untuk memastikan yang mana saja yang akan dia panjang dalam pameran nanti.
"Cristal dalam Cangkir, Dandelion, Cermin Hati dan Lilac .... aku akan mengambil Empat lukisan ini untuk di pamerkan." jelas Tacy setelah beberapa waktu memilih,
"Karyamu sangat menyentuh Velo, entah mengapa aku sampai ingin menangis saat melihat Lukisan yang kau buat, terutama Dandelion ... aku dapat mersasakan kesedihan, rasa sakit. Namum, aku juga merasa seberapa tegar itu ...", ucap Tacy.
Velo hanya tersenyum, Dandelion memang lukisan yang ia buat untuk menggambarkan dirinya, seperti Dandelion yang harus terinjak saat menjadi rumput dan malah tertiup angin saat bunganya muncul terombang-ambing dalam kesendirian dan kemalangan tidak tahu kemana angin akan membawanya hingga Dandelion kembali jatuh ketanah tapi di saat itu dia akan tetap tubuh dan kembali berjuang untuk bertahan dan berbunga lagi ...
seperti dirinya, yang mencoba bertahan dan menaklukkan keadaan dan berusaha tegar pada semua yang terjadi.
"Terima kasih atas pujiannya, Tacy. kalau begitu aku harus kembali. Aku akan meninggalkan lukisan yang kau pilih dan membawa yang lain.
"Ya, kau bisa melakukannya. hati-hati di jalan ... "
Velo pergi meninggalkan studio, wanita itu berjalan menunggu taksi setelah mendapatkan tumpangan Velo membawa semua lukisan sisa miliknya.
******
Eva menikmati secangkir teh, Wanita itu membaca majalah bisnis Mingguan, asik bersantai pengurus rumah menghampirinya. dengan membawa sebuah amplop putus berstempel gold.
"Nyonya, ini untuk anda."
"Apa ini?"
"Saya juga kurang tahu, tapi seperti itu undangan." Eva, mengangguk dan meminta pengurus rumah itu kembali bekerja, Eva membuka amplop itu yang ternyata benar berisikan sebuah undangan.
"Undangan pameran?" guman Eva, undangan ini di berikan langsung oleh penyelenggara yang ternyata berhubungan baik dengan keluarga Abraham.
Eva meletakan kembali undangan, dia tidak begitu suka acara seperti itu. tetapi mau bagaimana lagi, hubungan mereka dengan pimpinan perusahaan CK company.
wanita kembali pada kegiatannya, tapi pikirannya kembali terganggu oleh Velo, dia masih kesal dengan perkataan dan sikap Levin yang malah memilih gadis tengil itu. merasa sakit kepala karena semua itu, Eva menyesap teh miliknya sekedar menenangkan pikirannya.
Luis kembali, lelaki itupun ikut duduk bersama Eva tidak lama kemudian secangkir teh madu datang untuk Luis.
"Kita mendapatkan undangan pameran yang di gelar oleh CK Company. Tuan Esmad mengundang kita secara langsung sebagai tamu VVIP mereka." jelas Eva.
"Kalau begitu kita harus datang ... mereka sudah bekerjasama dengan kita untuk waktu yang cukup lama."
"Kau benar, tapi apa kau bertemu Levin di Firma? bagaimana keadaannya? apa dia terlihat baik?" tanya Velo.
"Dia baik, kau tidak perlu khawatir ... lagi pula jika kau begitu khawatir kenapa tidak melihatnya secara langsung? temui saja dia." ucap Luis.
"Bagaimana bisa, dia pergi sambil marah padaku ... dia mengatakan hal yang melukai perasaanku, aku berharap dia tidak akan bahagia bersama gadis itu." tanpa sengaja Eva mengutuk kehidupan putranya sendiri, tanpa berpikir mungkin segala yang ia katakan anak sangat ia sesali nanti.
itulah mengapa orang berkata berhati-hati dalam berucap karena apa yang kau katakan untuk diri sendiri dan juga orang lain bisa menjadi sebuah doa.
"Tapi dia terlihat bahagia, Eva."
kini Eva menatap lelaki itu mencicing,
"Omong kosong apa itu? sekarang mungkin dia akan bahagia tapi nanti dia pasti akan menyesalinya keputusannya ..." timpal Eva.
"Tidak mudah, Luis. menjalani hubungan dengan seorang yang pernah mengalami korban pelecehan ... lagi pula bisa saja itu sebenarnya bukan tindakan pemaksaan tapi mau sama mau." Luis termakan perkataan Eva. dia mulai goyah padahal baru saja dia ingin membiarkan putra dengan gadi itu.
"Kita ingin yang terbaik untuk Levin, bukan? kita tidak bisa membiarkan putra kita hancur ... tidak boleh." Eva terus menerus membujuk Luis, hingga akhirnya lelaki itu menyetujui perkataannya.
"Aku pikir juga begitu ... bukan untuk sekarang, tapi nanti ... apakah putra kita akan baik-baik saja." jelas Luis.
Eva tersenyum dia sudah berhasil membujuk lelaki itu, maka Sekarang tinggal menyingkirkan Velo. dan Eva sudah memikirkan caranya.
"Aku tidak membencimu, Velo. tapi aku hanya tidak suka, di antara jutaan pemuda mengapa harus putraku yang jatuh hati padamu ... aku tidak akan membiarkan seseorang seperti dirimu masuk ke keluarga ini."
batin Eva.
*****
Velo menyiapkan makan malam biasanya Levin akan pulang dalam setengah jam lagi, gadis itu terlihat bersemangat karena tidak sabar ingin menceritakan apa yang ia lakukan hari ini pada Levin. kini makanan sudah tertata rapi di meja, Velo menyeka peluhnya dan pergi untuk membersihkan diri. bertepatan saat Velo selesai secara kebetulan Levin juga datang.
"Bagaimana hari mu?" sapa Velo.
"Seperti biasa dengan tumpukan kasus, dan juga pernyataan serta materi persidangan." Velo menggeleng, dia tidak paham benar-benar sangat melelahkan hanya dengan mendengar semua itu.
"Bagaimana denganmu? apa persiapan pameran berjalan dengan lancar?"
"Sangat lancar ... mereka akan memamerkan empat karyaku ..."
"Hanya empat? kenapa sangat sedikit? tanya Levin.
"Aku masih baru Levin, lagi pula jumlah lukisan memang di batasi ... agar dapat merata dengan yang lain." jelas Velo. "Pergi bersihkan dirimu ... aku sudah siapkan makan malam dan kita akan makan bersama." Velo menata piring serta sendok. tidak lupa cangkir pasangan yang mereka beli saat jalan-jalan beberapa waktu lalu.
Levin duduk, dia tersenyum melihat semua makanan yang Velo siapkan, memang sederhana di banding di rumahannya, tapi suasana sangat berbeda seperti ada rasa bahagia setiap kali mereka makan bersama.