Ashar kembali memakan makanannya. Semoga saja apa yang ada dipikirannya benar. Setidaknya Ashar pasti akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan pada gadis semalang Vita. Kedua orang tuanya terus melirik ke arah tadi Vita, dengan mulut yang masih terbuka untuk menceritakan kisah Vita sebelum mereka mengangkat Vita menjadi anak angkat mereka.
"Vita pernah mau dijual Mah?" kaget, Ashar saat Mamanya menceritakan tentang bagaimana kejamnya Ibu Vita.
"Iya Mas. Eh kok Mas sih. Iya Shar. Mama juga shock! Untung aja waktu itu Mama lagi ajeb-ajeb sama Papah." mata Ashar sontak membulat mendengar penuturan sang mamah. Ajeb-ajeb, man! Ajeb-ajeb alias clubing, dugem, ajojing. Damn, Bro!
"Ya pah?" Bilang enggak Pah! Please bilang enggak. Katakan semuanya bohong, Pah. Kalian bukan orang tua berdarah panas.
"Iya, mana sama tua bangkotan lagi di jualnya. Untung kita pas lagi disitu ya Mah." ujar sang papah membenarkan ucapan sang mamah tadi.
Ashar hampir saja tersedak saat papanya itu memberikan ciuman jauh pada sang Mama. Sungguh, ia tidak tahu lagi bagaimana mendeskripsikan dua manusia yang menghadirkan dia ke dunia ini.
Gila!
Benar-benar orang tua gila!
Untung aja Ashar lebih milih tinggal di Jakarta. Bisa pusing dia nanti kalau ikut orang tuanya di Surabaya. Bukan pusing, tapi gila! Orang tua yang sok kekinian, pake acara clubing segala. Amnesia sama umur apa gimana?
"Kok Vita lama ya, Mah?" tanya sang Papa. Membuat Ashar kembali ingat dengan rasa was-was yang tadi sempat menghilang. Rasa takut sekaligus penasaran kembali singgah dibenak laki-laki muda itu. Jangan-jangan terjadi sesuatu lagi, batin Ashar.
"Biar Ashar aja ya ke sana." cegah Ashar waktu mamanya bangkit dari kursi makan.
"Mereka cocok tahu Pah. Mama suka deh kalau Vita beneran jadi anak kita. Rumah rame." kata Liana pada suaminya.
"Lah, terus pacarnya anak kita mau dikemanain Mah si Utir.. Utir itu." kata Ramadhan pada istrinya.
"Iya ya."
"Udah deh Mah, lagian kan Vita juga udah jadi anak kita Mah. Nggak jadi mantu kan masih anak kita Vita." kata Ramadhan pada istrinya.
Liana tersenyum kecut. "Iya, Iya. Bapak Ramadhan Magrib terhormat." ucapnya manyum karena Papa dari anaknya menatapnya tajam karena ia ingin protes.
"Jangan sertain nama Magrib, Papah." Liana hanya bisa menunjukkan deretan giginya pada sang suami saat suaminya itu mengajukan protes padanya.
"Mamaaaa... Papaaaaa.... Vita pingsan!" teriak Ashar berlari kembali ke ruang makan.
Ramadhan tentu saja geram pada anaknya, bukannya ditolongin adeknya, malah itu anak lari ke meja makan terus ngambil cumi, terus habis itu kabur lagi.
"Anakmu Pah." sinis Liana pada Ramadhan saat ke duanya memutuskan untuk menyusul Ashar.
"Mah, Pah... Vitanya nggak mau banguuuun."
Mata Ramadhan dan Liana terbelalak kaget. Saat putra kandung mereka satu-satunya menggantungkan satu cumi goreng utuh ke hidung Vita.
"Sadar dong Vit." kata Ashar.
"Ashar, kamu ngapain?" tanya Liana mendekat.
"Mah, Vita mual kalau sama apa tadi Mah?" tanya Ashar. Entah memang menurun dari sang Mama atau bagaimana sifat Ashar yang satu ini, sang Mamapun menjawabnya, "Udang."
Secepat kilat Ashar meletakkan kepala Vita kembali ke lantai dan berlari menerobos Papa dan Mamanya. Ashar membawa sepiring udang asam manis ke dalam kamar mandi.
Tangannya mengambil satu ekor udang dan mendekatkannya pada hidung Vita. Namun tidak ada reaksi berarti.
Didepan pintu kamar mandi Ramadhan, Papah Ashar geram melihat putranya.
"Ashar Magriiiibbb.... Bawa adek kamu ke rumah sakit! Sekarang!!!!!......" teriaknya frustasi.