BAB 06 - Minta Sesuatu

851 Words
Fakta bahwa Zeron ternyata juga dalam pengaruh obat membuat perasaan Sonya semakin tak karu-karuan. Wajar saja dia tidak terlihat begitu mabuk meski aroma alkohol menguar dari mulutnya, ternyata memang ada zat lain yang masuk ke dalam tubuh pria itu. Dan, tentu saja hal ini membuat keyakinan Sonya bahwa Zeron adalah laki-laki dengan orientasi sek-sual menyimpang semakin bulat saja. Karena dengan begitu, bisa diambil kesimpulan tanpa obat dan alkohol Zeron tidak akan mau. Hal itu juga bisa dibuktikan dengan permintaan maaf yang Zeron sampaikan padanya. "Saya bisa sendiri, Pak." "Saya tidak bertanya, dan saya tidak mau sampai orang-orang di sini curiga kalau darahmu menetes di lantai, Sonya." Sama seperti yang dia lakukan tadi, tepat sebelum membawa Sonya ke rumah sakit. Saat ini, Zeron kembali membopongnya persis tengah mengalami sakit keras. Sebuah perhatian yang tak pernah Sonya bayangkan akan dia rasakan. Tanpa melakukan pemberontakan, Sonya pasrah saja karena memang percuma andai dia berontak. Tak punya pilihan lain, Sonya mengalungkan lengan di leher Zeron dengan wajah yang kini tenggelam di d**a bidang pria itu. Bukan bermaksud memanfaatkan kesempatan, bukan pula cari perhatian dengan berlagak manja di hadapan sang suami, tapi Sonya tengah malu pada dirinya sendiri. Begitu tiba di unit tempat tinggal mereka, Sonya merasakan tubuhnya diturunkan dengan pelan dan baru Sonya sadari bahwa Zeron telah membawanya ke kamar. "Cepat mandi, rokmu sampai basah soalnya." "Iya, Pak." Sonya mengangguk patuh, sama seperti sikapnya di kantor. Selepas kepergian Zeron, wanita itu tak segera bergegas ke kamar mandi. Sebaliknya, dia justru terduduk lemas di lantai dan sejenak mengabaikan peringatan Zeron bahwa darahnya tembus. Maklum saja, dia memang tidak menggunakan pembalut atau semacamnya. Tak berselang lama, pintu kembali terbuka dengan Zeron yang tiba-tiba muncul dan melayangkan tatapan tak terbaca ke arahnya. "Belum mandi juga, kamu sedang menunggu apa sebenarnya?" Tubuh Sonya seketika bergetar, peringatan sang suami tak ubahnya bak ultimatum yang memporak-porandakan tatanan dunianya. Segera Sonya beranjak berdiri, dan saat hendak melanjutkan langkah dia melihat ke lantai yang sudah ternoda itu. Pandangannya beralih menatap sang pemilik tempat itu, tentu saja dia takut kejadian ini akan menjadi masalah baginya di masa depan. "Maaf, Pak, saya akan segera bersih-" "Bersihkan dulu tubuhmu, baru yang lain." Belum selesai Sonya bicara, tapi sudah dipotong sebegitu entengnya. Tidak berani untuk protes, Sonya memilih diam dan menurut saja. Bergegas dia ke kamar mandi karena berpikir mungkin Zeron jijik. Dia juga sudah risih sebenarnya, begitu tiga di kamar mandi Sonya membasahi tubuhnya dengan air yang menghujani dari atas. Sesekali, Sonya melihat ke bawah tepat di mana airnya yang berubah merah tampak mengalir di lantai kamar mandi. Cukup lama dia menghabiskan waktu untuk mandi, setelahnya dengan handuk melilit di tubuhnya, wanita itu melangkah pelan-pelan. Begitu keluar, mata Sonya dibuat terpukau dengan lantai yang sudah tampak bersih. Tak hanya itu, tapi di atas tempat tidur sudah tersedia pembalut yang jelas sangat dia butuhkan saat ini demi menghindari kebocoran yang sebenarnya dia harapkan akan segera berhenti. Di atas nakas, terdapat sepiring nasi dengan lauk ayam goreng tepung yang cukup familiar di negara tercinta ini lengkap dengan air mineral dan kemungkinan Zeron delivery. Kebetulan memang lapar, juga nanti harus minum obat hingga Sonya bergegas berganti pakaian sebelum kemudian menikmati makan siang yang agaknya sedikit lebih maju itu. "Ehm, udah lama banget nggak makan ini ... rasanya nggak berubah ternyata, selalu enak!!" Sonya memuji rasa makanan yang sudah begitu lama tidak dia cicipi. Jika ditanya kenapa, tentu saja karena uang Sonya tidak begitu leluasa. Untuk ongkos sewaktu magang saja untung-untung ada, jelas bangkrut jika dia ingin memenuhi kehendak hatinya terus menerus. Sembari menikmati keindahan kota dari atas lantai 23, Sonya merasa kehidupannya sejenak berubah. Apartemen elit yang dulu hanya mampu dia lirik dari bawah sana, kini bisa dia rasakan fasilitasnya. Semua berkat menjadi istri dari seorang pria kaya raya yang sangat Sonya sadari hanya sementara. "Ah, sudahlah, Sonya ... saatnya minum obat, mana ya yang tadi katanya sudah makan?" Sonya beralih pada yang memang perlu dia lakukan, minum obat. Sedikit dia paksakan karena memang tidak terbiasa. Selama ini, jika sakit hanya sekadar ditahan dan senyum perlahan. Namun, kali ini dia menghadapi situasi berbeda yang mana obatnya besar-besar sekali. Selesai minum obat, Sonya tak mungkin segera tidur, kesannya jadi malas sekali. . . Pelan-pelan, Sonya keluar dengan membawa piring dan gelas kotor untuk kemudian di bawa ke dapur. Namun, betapa terkejutnya Sonya tatkala menyadari kehadiran Zeron di atas sofa ruang tengah. Pria itu bersedekap da-da, wajahnya terlihat lelah dan untuk mengganggunya, Sonya tak berani tentu saja. Khawatir sampai ditendang atau justru berakhir jadi gelandangan jika mengusik Zeron yang sedang tenang. "Sudah diminum obatnya?" Deg Jantung Sonya berdegup tak karu-karuan pasca pertanyaan itu lolos dari bibir sang suami. Dugaannya bahwa Zeron sedang tidur ternyata salah, dari gelagatnya kali on sudah jelas bahwa hanya mata saja yang terpejam, selebihnya masih aktif. "Su-sudah." Tidak lagi ada pertanyaan baru, Zeron hanya menghela napas panjang dan kembali mengubah posisi tidurnya menjadi sedikit miring. Merasa bahwa tidak lagi ada yang perlu dibahas, Zeron kembali mengejutkan Sonya dengan Zeron yang tiba-tiba meraih pergelangan tangannya, dan mata indah itu perlahan terbuka. "Sonya ... boleh aku minta sesuatu?" "Boleh, apa memangnya?" . . - To Be Continued -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD