2. Dilamar

1607 Words
Airin memandang dua orang yang duduk di depannya dengan banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya. Sementara Bara sudah berpamitan pulang setelah memastikan kalau Airin baik-baik saja. Ditambah ini sudah tengah malam tidak mungkin pria itu bertahan di rumahnya. Elsa tampak memainkan jemari tangannya, gelisah. Sedangkan pria yang duduk di sebelahnya terlihat sangat tenang. Gadis itu menghela napas panjang, setelah berhasil menetralkan degup jantungnya yang dibuat terkejut oleh pasangan di depannya itu. “Bagaimana ini bisa terjadi?” tanyanya pada pasangan di depannya. “Kalian sudah bercerai, kenapa juga Papa masih ....” “Mamamu meminta uang,” balas Gunawan cepat. Airin lantas menatap pada pria yang merupakan ayah kandungnya itu. Lalu bergantian ke arah ibunya yang masih terlihat gelisah. ‘Apa-apaan? Jadi, papanya memanfaatkan mamanya karena butuh uang?!’ pikir Airin kesal. “Tapi ... kelakuan kalian sangat tidak dibenarkan, kalian sudah ....” Airin tidak melanjutkan ucapannya lagi ketika dia mengingat masa lalu yang pernah dia lakukan. Masa lalu itu seolah sedang menertawakan dan mencemooh dirinya yang tampak sok suci menasehati pasangan di depannya. Padahal dirinya pun tidak jauh berbeda dengan mereka. “Mungkin kami akan kembali rujuk.” Ucapan ayahnya sukses membuat Airin terkesiap, lagi dan lagi. “Papa jangan main-main,” katanya mengingatkan pria itu. Setelah kesakitan yang dia dan ibunya rasakan usai diusir dari rumah, dengan semudah itu ayahnya mengatakan akan rujuk kembali. Dasar pria! “Apa kamu lihat Papa sedang main-main, Airin?” tanya Gunawan seperti biasa dengan ucapan tegas dan mengintimidasi. Airin kembali menghela napas panjang, kemudian dia menyandarkan punggungnya pada sofa. Dia sangat lelah sekali, dia baru saja pulang kerja, ditambah dengan masalah yang terjadi pada ayah dan ibunya. “Airin, setelah Papa dan Mama rujuk, kamu tidak perlu lagi kembali bekerja hingga larut malam seperti ini. Seperti dulu, Papa akan memenuhi semua kebutuhan kamu dan mamamu.” Airin kembali menegakan tubuhnya. “Aku gak peduli. Lakukan apa pun yang kalian mau, toh, kalian sudah dewasa dan paham mana baik dan buruknya.” Setelah mengatakan itu, Airin pun berdiri dari duduknya dan melangkah masuk ke dalam kamarnya. Sebelum masuk ke dalam kamar, Airin kembali memutar tubuhnya menoleh ke arah dua orang yang masih duduk di ruang tamu. “Sebaiknya Papa pulang sebelum ada yang melihat. Kalau ketahuan, bisa-bisa kalian diarak keliling oleh warga sini. Papa gak mau kan?” Airin kembali masuk ke dalam kamarnya dan tidak muncul lagi sampai pagi. Keesokan harinya, Airin sudah bangun dengan pakaian rapi seperti biasanya. Walau tubuhnya masih terasa lelah, dia memaksakan diri agar bangun dan melakukan aktivitasnya. “Sarapan dulu, Rin,” ucap Elsa yang pagi ini sempat membuat Airin terkejut. Satu perubahan yang sangat mengejutkan gadis itu. Ibunya sudah rapi di pagi hari ini berikut dengan menu sarapan yang sudah terhidang di atas meja makan. Sangat bukan ibunya sekali. “Mama membuat ini semua?” tanya Airin memandangi menu sarapan di atas meja yang tampak lezat. “Eng ... bukan sih, ini Mama pesan dari restoran.” Air muka Airin berubah kecut, seharusnya dia tahu kalau ibunya tidak pandai memasak, jadi tidak mungkin kalau ibunya membuat semua ini. Apa lagi bangun pagi-pagi untuk memasak, dia jelas tahu kalau ibunya tidak akan mau repot-repot melakukan semua itu. Gadis itu memilih duduk dan mulai sarapan. Elsa pun ikut duduk tepat di hadapan putri tunggalnya. “Mengenai tadi malam, apa kamu setuju Papa dan Mama kembali rujuk?” tanya Elsa hati-hati. Airin menghentikan suapannya, melirik ke arah ibunya. Lalu, dia kembali menyuapkan ke mulutnya. Sangat jelas sekali kalau ibunya tidak tahan hidup susah, sehingga harus meminta pada ayahnya. “Bagaimana dengan istri Papa?” tanya Airin. “Ya, Mama jadi madunya ....” Airin terbatuk-batuk mendengar ucapan ibunya yang tampak tak berdosa itu. “Minum, Rin!” Elsa menyodorkan segelas air ke arah Airin yang langsung diterima oleh gadis itu. Ini sangat menggelikan. Bagaimana mungkin ibunya mau menjadi seorang madu dari wanita yang pernah menjadi selingkuhan ayahnya. Rumit sekali hubungan mereka. “Mama serius?” tanya Airin memastikan. Elsa mengangguk yakin. Airin pun tidak bisa berkata-kata. Ibunya sudah bisa menentukan pilihan, dia tidak berhak mengatur. “Airin tunggu kabar baiknya saja, deh,” katanya pasrah dengan keadaan. ”Kamu setuju Mama sama Papa rujuk?” tanya Elsa memastikan lagi. Gadis itu mendorong piring yang masih tersisa separuh sedikit ke depan. Lalu dia melipat kedua tangannya di atas meja. ”Apa Mama sudah memikirkan semua ini matang-matang, mengenai rujuk kembali dengan Papa? Mama gak lupa kan dengan perlakuan Papa pada Mama tiga tahun lalu?” tanya Airin yang mulai menguliti kejadian lalu yang pastinya sang ibu tidak akan melupakan semua itu. Mustahil bila ibunya lupa, toh, setiap kali mereka berdebat ibunya pasti akan mengungkit-ungkit masalah itu dan tidak segan-segan menyalahkan dirinya. “Mama sudah memikirkannya. Papamu juga yang menawarkan rujuk, bukan Mama. Lagi pula, perempuan itu tidak bisa ....” Airin masih menunggu penuturan ibunya mengenai keputusannya yang ingin rujuk dengan sang ayah. Dia akui, ibunya masih sangat cantik bila dibandingkan oleh istri baru ayahnya yang masih muda itu. Entah ada apa dengan istri barunya, mengapa ayahnya malah mengajak ibunya untuk kembali rujuk. “Tidak bisa apa?” tanya Airin tidak sabaran menunggu perkataan lanjutan ibunya. Airin bisa melihat, dari gesture ibunya yang tampak malu-malu untuk mengatakan kelanjutannya. “Apa, Ma?!” tanyanya lagi yang kali ini dia melirik ke arah jam tangannya. Kurang dari lima menit lagi dia sudah harus berangkat kerja. “Papamu bilang perempuan itu tidak sebaik Mama melayaninya.” “Astaga!” Gadis itu memilih menenggak sisa air dari gelasnya, lalu beranjak berdiri menyudahi sarapan. “Kamu sudah mau berangkat?” tanya Elsa yang ikut bangkit dari duduknya. “Sudah siang, Airin gak mau telat datang ke toko.” Elsa mengekori putri tunggalnya yang berjalan menuju ke pintu. “Rin, seperti yang Papa katakan, setelah kami rujuk, kamu tidak perlu lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita ....” Airin mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia ikut saja apa kata ibu dan ayahnya. Kemudian dia pamit untuk berangkat kerja, karena sudah hampir telat. Ojek online yang belum lama dipesannya baru saja datang, gegas Airin pun menghampirinya dan naik ke boncengan. Di tengah-tengah jam kerja, Bara mengirimkan pesan chat yang menanyakan keadaannya hari ini setelah tadi malam. Pria itu sangat khawatir. Lalu, mereka janjian sore ini, kebetulan Airin mengambil libur di cafe sehingga mereka bisa pergi setelah jam kerja nanti sore. Pukul tiga sore lebih lima belas menit, Airin sudah berganti pakaian. Dia akan menunggu Bara di cafe bersama teman-temannya, karena jam bubar kantor pria itu masih satu jam lagi. Di cafe langganan, Airin melihat Mona sudah datang lebih dulu. Sementara Mila dan Devika belum menampakkan batang hidungnya. “Hai, sudah lama, Mon?” tanya Airin yang langsung mengecup pipi sahabatnya itu dan mengambil duduk tepat di hadapannya. “Kurang dari lima menitan, deh.” Mona bekerja di sebuah instansi pemerintah. Di antara mereka berlima, Mona yang memiliki kehidupan lebih beruntung. Mila dan Devika masih aktif menjadi sugar baby, sedangkan Sandra sudah pindah ke Jakarta karena mendapat pekerjaan di sana sekitar dua tahun lalu. Tidak lama kemudian, Mila muncul dengan penampilannya yang fashionable. Jelas sekali Mila sangat menjaga penampilannya agar terlihat sangat memukau. ”Devika ada urusan, jadi gak bisa gabung deh," ucap Mila memberi tahu. “Aku juga gak bisa lama-lama, ya, soalnya Bara bakal jemput ke sini,” ucap Airin menimpalinya. “Cie ... moga langgeng, ya, Rin, sama si Bara-Bara ini," ujar Mona seraya tersenyum senang. “Makasih, Mon. Meskipun aku belum begitu yakin bisa sampai ke tahap serius ....” “Eh, kenapa?” tanya Mila. “Masih terlalu dini, Mil. Aku mau jalanin aja dulu, selanjutnya biar ngalir mau bagaimana akhirnya," sahut Airin santai. Lagi pula Airin pun belum sepenuhnya jujur pada Bara siapa dirinya dulu. Selama ini Bara hanya melihat dia dari sisi baiknya saja. “Aku setuju sama Airin, jangan terburu-buru, biarkan mengalir aja! Lagian kita juga masih muda, ya, gak?!” Ketiga sahabat itu mulai mengobrol banyak hal, sampai ponsel Airin berdering tanda panggilan masuk dari Bara. Airin pun meminta pria itu untuk menyusulnya ke dalam cafe. Mona dan Mila kebetulan sudah mengenal Bara, karena mereka juga bertamu dengan pria itu di cafe tempat Airin kerja part time. “Gila, si Bara ganteng banget, Rin,” bisik Mila di telinga Airin saat pria itu muncul di pintu cafe. Bara baru saja masuk ke dalam cafe dan mengedarkan pandangannya mencari sosok kekasihnya. Airin pun melambaikan tangannya ke arah pria itu yang kemudian disambut dengan senyuman manisnya. “Airin beruntung dapat cogan, dia orang Jakarta ‘kan, ya?” tanya Mona sebelum orang yang mereka bicarakan mencapai meja mereka. Airin mengangguk, menanggapi pertanyaan Mona. “Selamat sore, para gadis,” sapa Bara tatkala dia sudah mencapai meja yang dihuni oleh kekasih dan teman-temannya. “Sore juga, Bara,” ucap Mila dan Mona bersamaan. Airin terkikik geli. Lantas dia berpamitan pada dua sahabatnya itu untuk pergi lebih dulu sesuai dengan janjinya. Saat ini Bara dan Airin sudah berada di perjalanan menuju tempat yang akan menjadi kencan mereka sore itu. Airin sengaja mencari cafe yang lebih nyaman untuk berduaan. “Ini mobil kamu?” tanya Airin, karena bisanya Bara akan menjemput atau mengantar pulang dengan sepeda motor yang biasa dipakainya. “Mobil kantor, aku pinjam,” sahut pria itu seraya terkekeh. Mereka tiba di cafe yang Airin maksud dan mulai mencari tempat dengan view yang bagus. Setelah itu mereka mulai memesan makanan, dilanjutkan dengan mengobrol banyak hal. Sampai di satu titik, Bara mulai mengeluarkan kotak berwarna biru navy dari saku celananya dan meletakan di atas meja. Tentu saja Airin sangat terkejut, dia sangat tahu apa yang ada di dalam kotak tersebut. “Menikahlah denganku, Airin,” pinta Bara dengan sorot mata teduh ke arahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD