5. Rekan Kerja Menyebalkan

1231 Words
Sandra menjemput Airin di hotel siang itu. Sementara Bara, sibuk dengan urusan pekerjaannya, sehingga tidak bisa menemani Airin ke kosan Sandra. Mereka tiba di kosan Sandra yang minimalis dan tampak mewah. Sandra tinggal di sebuah apartemen mungil dengan dua kamar tidur, ruang tamu, dan dapur. Airin pikir kosan Sandra seperti kosan pada umumnya, ternyata dia salah. “Gue sudah siapin kamar untuk lo,” kata Sandra seraya membuka pintu kamar berwarna putih. Airin melongokan kepalanya melihat isi kamar tersebut. “Baik banget, sih!” ujarnya sembari melangkah masuk ke dalam kamar tersebut. “Sandra gitu lho!” katanya seraya terkekeh. Airin meletakan koper besar miliknya di bawah ranjang. Kemudian dia duduk di atas ranjang dan memperhatikan ruangan bercat hijau matcha yang nampak nyaman. “Moga betah, ya, gue kesepian di sini,” ucap Sandra sembari melangkah menghampiri Airin dan duduk di sebelahnya. “Mona berharap aku gak betah, lho.” Sandra mendengus. “Lo itu capek di sana, kerja di dua tempat sekaligus ... oh, iya! Omong-omong mama sama papa lo gimana kelanjutannya?” tanyanya saat ingat kalau Airin pernah bercerita tentang orangtuanya yang kembali rujuk. “Mereka bakal rujuk, Papa yang mau. Mama juga mau sih, karena sudah bosan hidup susah kali, ya.” “Mungkin ini yang terbaik, Rin, dan sepertinya mereka masih saling mencintai sehingga mau rujuk kembali. Sekarang giliran lo yang menentukan jalan hidup sendiri, gak harus bergantung sama orang tua. Benar kan?!” Airin mengangguk, membenarkan ucapan Sandra. Dia memang sudah ingin mandiri, dia juga butuh suasana baru yang mendukung untuk perubahan dirinya. Sandra mengusap punggung Airin lembut. “Nanti sore lo ikut gue ke cafe. Mau gue kenalin sama manager gue sekalian.” Lagi-lagi Airin mengangguk. Dia ikut saja apa kata sahabatnya. Sore harinya sebelum berangkat ke cafe tempat kerja Sandra, Airin menghubungi Bara terlebih dahulu. Pria itu memintanya untuk sering memberi kabar bila hendak pergi. “Aku ke cafe Sandra, mau interview katanya sih," ucap Airin memberi tahu pria itu. “Di cafe mana sih?” tanya Bara. Airin pun menyebutkan nama cafe yang akan menjadi tempat kerjanya. Bara yang mendengarnya tampak tidak asing dengan cafe yang disebutkan oleh kekasihnya. “Oh, aku tahu cafe itu. Punya temannya om aku.” “Serius?” tanya Airin tak percaya. “Iya. Kamu baik-baik, ya, aku balik kerja lagi. Jangan lupa kasih kabar kalau sudah pulang. Love you, Honey!” “Love too!” Airin menoleh ke arah pintu kamarnya dan mendapati Sandra bersandar pada kusen pintu dengan pakaian yang sudah rapi. “Berangkat, yuk!” ajaknya. ”Oke!” Airin mengambil tas selempangnya, lalu mengekori Sandra yang sudah berjalan lebih dulu menuju pintu. Kurang dari tiga puluh menit kemudian mereka tiba di sebuah cafe di pusat kota. Cafe yang bila malam hari berubah menjadi club malam dan tempat para insomnia berkumpul dengan ditemani musik menghentak dan minuman keras. Sandra mengajak Airin naik ke lantai dua usai menyapa bartender di lantai bawah. Mereka sudah di atas dan melangkah menuju pintu di paling sudut ruangan. Tiba di depan ruangan manager, Sandra pun mengetuk pintunya dengan sedikit keras khawatir kalau orang di dalam tidak mendengar. “Masuk!” sahut suara bariton dari dalam ruangan. Sebelum membuka pintu, Sandra menoleh ke arah Airin lebih dulu dan mengangguk. Kemudian Sandra membuka pintunya dan melangkah masuk ke dalam. Di balik meja itu ada seorang pria tampan dengan wajahnya yang ditumbuhi bulu-bulu disekitar rahang tegasnya. “Pak Gaston, ini teman aku, Airin, yang punya CV kemarin aku bawa itu,” ucap Sandra memberi tahu. “Oh, silakan duduk!” Sandra menarik tangan Airin untuk duduk di kursi tepat di depan meja si pemilik cafe tempatnya bekerja. Pria bernama Gaston itu mulai menanyai beberapa hal pada Airin, yang berhasil dijawab dengan sangat tepat. Setelah melewati beberapa tes pertanyaan, akhirnya Airin pun berhasil lulus dan bisa mulai bekerja malam itu. “Jam kerjanya, Sandra tolong beritahu rekan barunya, setelah itu konfirmasi pada bar captain.” “Baik, Pak. Permisi.” Sandra dan Airin pun meninggalkan ruangan pria itu. Mereka menuju ruangan khusus untuk mengambil seragam Airin. “Kita satu shift?” tanya Airin. “Untuk saat ini, biar gue bisa bantu lo.” “Makasih, lo memang baik banget,” puji Airin yang entah untuk ke berapa kalinya. Sandra berdecak mendengar Airin yang terus memujinya. Airin sudah berganti pakaian dengan seragam kerja, rok hitam pendek, kemeja putih ketat, dan sepatu pantofel hitam dengan hak tujuh senti. Tak lupa rambut panjangnya diwajibkan untuk dikuncir kuda. Sandra memotret penampilan Airin dan mengirim ke grup chat mereka. “Ini pasti rame,” ujar Sandra terkikik geli. “Apa-apaan, sih!” Airin mendengus sebal. Benar saja, notifikasi di grup chat mereka langsung ramai dengan teman-teman mereka. Airin mengabaikannya, sementara Sandra yang menjawab semua pertanyaan dari sahabat-sahabatnya yang kepo. Sekitar lima belas menit kemudian, mereka sudah mulai bekerja malam itu. Mengantarkan pesanan untuk tamu dan mencatat pesanan mereka. Di pertengahan malam Airin mulai bisa melakukan pekerjaan seorang diri tanpa diarahkan lagi oleh Sandra, karena di Surabaya pun dia juga bekerja di cafe walaupun konsepnya sedikit berbeda dengan di sini. Namun, tetap saja Airin sudah langsung bisa menguasai pekerjaannya. Airin tidak menemukan Sandra saat dia berada di kitchen. “Lo anak baru, ya?” tanya salah seorang waiters. Airin tersenyum ramah dan mengulurkan tangannya. “Airin. Aku baru mulai kerja malam ini,” katanya memberi tahu. “Oh, pasti temannya Sandra. Iya, kan?” Gadis itu mengangguk saja, menjawab pertanyaan dari rekannya. Di lantai atas, tepatnya di ruangan yang tadi dikunjungi oleh Airin, Sandra tengah mendesah menikmati hujaman-hujaman dari pria di belakangnya. Kedua tangan Sandra mencengkram ujung meja, tubuhnya menungging, sementara di belakangnya Gaston terus mendorong masuk miliknya dengan sangat kuat pada l**************n gadis itu. Sandra mendesah. Pun dengan pria itu yang mengerang nikmat. “Teman kamu cantik,” puji pria itu pada Airin yang ditemuinya tadi. “Ya, tapi dia sudah punya calon ...,” katanya di antara desah dan lenguhannya. “Sayang sekali.” “Jangan coba-coba!” Sandra memperingati pria m***m itu. Gaston tertawa lepas. Lalu dengan cepat dia melepaskan miliknya dan menarik tubuh Sandra untuk berjongkok di depannya. Sandra pun membuka mulutnya bersamaan dengan pria itu yang menyemprotkan cairan kentalnya di mulut Sandra. “Kamu memang luar biasa, Sandra. Saya sangat menyukainya," ucap Gaston sembari mengusap puncak kepala Sandra yang masih menampung semua cairan milik pria itu. Sekitar tiga puluh menit kemudian, Sandra kembali bergabung dengan rekan kerjanya di bawah. Airin yang mencarinya sejak tadi pun mulai menginterogasi sahabatnya itu. “Ke mana saja?” tanyanya. “Biasa. Bagaimana, sudah bisa kan?” tanya Sandra yang langsung mengalihkan topik pembicaraan. “Bisa kok, aku kan juga kerja di cafe meskipun gak sebesar ini sih.” “Bagus. Gue ambil bagian dari sini, ya,” ucap Sandra yang mengambil pesanan pengunjung. Salah satu rekan kerjanya kembali mendekati Airin. “Lo sudah lama temanan sama Sandra?” tanyanya kepo. Airin menoleh pada perempuan itu, yang dia ketahui bernama Bella. “Ya, sejak kami sekolah menengah di Surabaya.” “Pasti lo gak aneh dong, kalau dia itu hobi keluar masuk hotel bareng om-om.” “Hei!” Mata Airin melotot mendengar ucapan perempuan itu yang menyinggung sahabatnya. “Atau, jangan-jangan kalau lo juga sama kayak Sandra ....” Airin hanya menatap muak pada Bella, rekan kerja yang belum ada satu jam dikenalnya. Sampai akhirnya Bella pun berlalu dari hadapan Airin dengan senyum miring seolah sedang mengejek dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD