Chapter 2 : Penthouse

1119 Words
Anne menaikkan pandangannya, ia menatap nyalang ke arah Allan hanya sibuk dengan ponsenya sejak tadi. Ia langsung meminta sopirnya kembali, saat mendengar kabar tidak enak tentang Emily. "Apa yang sebenarnya terjadi?"Anne mengedarkan pandangan ke tiap ruangan, memerhatikan seksama secara keseluruhan. Rasa penasarannya begitu meningkat sejak dokter yang menangani Emily baru saja keluar dari ruangan tersebut. "Kenapa kalian semua diam? Apa ada sesuatu yang di sembunyikan?"suara Anne semakin tegas. Wanita itu kini menatap ke arah Emily yang meletakkan jari nya di ujung perban. Ia pusing setengah mati. "Emily! Jawab aku!"seketika gadis tersebut diam lalu melirik ke arah Allan yang melempar senyuman tipisnya. Ia seakan memberi ancaman sambil merendahkan tubuhnya sedikit, agar bahu dan lututnya sejajar. "Aku jatuh." "Apa, jatuh?"cela Anne menatap tegas seakan tidak percaya. "Ya mom, aku jatuh dari tangga dan tanpa sengaja menghantam sudut meja!"balas Emily kembali melirik ke arah Allan yang masih diam di tempatnya. Ia mengeluh kasar, lalu berdiri tegak menuju ke arah gadis tersebut. "Istirahatlah! Kau tidak perlu menjelaskan apapun!"Allan menarik selimut tebal yang ada di sudut Anne. Ia mencoba memprovokasi agar mommy nya itu pulang. Clarissa sudah menunggu nya di kamar sejak tiga puluh menit lalu. "Mom! Istriku perlu istirahat."celetuknya membuat Anne diam. Ah- ia terlalu curiga. Ia berpikir, Allan tidak akan bersikap kasar pada Emily. Apalagi hingga gadis itu harus mendapatkan luka jahit sepanjang empat centi. "Baiklah, katakan jika kau butuh sesuatu Emily. Jaga dirimu!"Anne melirik ke arah gadis tersebut, ia mengangguk sekaligus meremas kuat selimut yang kini menyelimuti tubuhnya hingga dada. "Terimakasih, mom,"ucapnya sambil melempar senyuman tipis hingga gantian, Anne yang kini mengangguk pelan dan segera beranjak dari tempatnya. "Jaga Emily, jangan keluar dari kamar ini!"titah wanita itu pada Allan sebelum ia keluar dari kamar besar tersebut. "Aku akan mengantarmu mom." "Tidak perlu, aku bisa sendiri!"balas Anne datar sambil menepuk pelan lengan pria tersebut dan langsung melangkah keluar dari kamar tersebut. "Kenapa, kau ingin aku tidur di sini?"tuding pria itu sarkas sambil menajamkan pandangannya tegas. Ia mengitari tubuh gadis itu dalam, sayangnya sekarang hal indah itu di tutupi kain tebal berwarna dark grey. "Aku butuh bantuan mu,"ucap Emily memandang penuh permintaan. "Aku benar-benar haus!"sambung nya lagi tanpa melepaskan pandangan yang begitu terarah sejak tadi. Allan terkekeh pelan seakan semua terdengar lucu untuknya. "Ambil sendiri!"pria itu langsung memutar tubuh sambil melepaskan kaos yang melekat di tubuh kekarnya saat itu juga. Dentingan kalung silver yang ada di lehernya terbentur keras, menimbulkan suara seakan mengejek ke arah Emily. Gadis itu diam, lalu mengedarkan pandangannya ke tiap tempat. Ia mengulum bibir lalu segera beranjak dari tempatnya dan berusaha sekuat mungkin untuk turun dari tempat tidur. "Aku tidak bisa manja, Ia tidak akan peduli,"gumam gadis itu sambil memasukkan kakinya ke dalam sendal bermotif teddy bear. Ia masih begitu kekanakan, maklum saja, Emily masih begitu muda untuk menikah. Harusnya gadis itu bisa meraih sesuatu yang ia impikan selama ini. ________________________ Allan tampak berciuman di kamarnya bersama Clarissa. Pria itu merasakan sentuhan lembut di sudut pinggulnya yang hangat, hingga wanita yang ada di depannya itu melepas ciuman dan memeluknya hangat. "Harusnya kau bisa membohongi keluarga mu, agar kau tidak pergi kemanapun dengan pelacur itu!"tuding Clarissa dengan wajah kesal. Ia merasakan balasan pelukan yang sama eratnya, bahkan ciuman berkali-kali di puncak kepalanya. "Tenanglah, ini tidak akan lama!" "Apanya yang tidak lama? Tiket hotel mu di pesan dua bulan. Kau bahkan sekamar dengannya!" "Kau cemburu?" "Harusnya kau menghamili ku saja, semua mudah jika kau ingin melakukannya tanpa pengaman!"celetuk Clarissa sambil mendongakkan kepala untuk melihat reaksi pria tersebut. "Kau tahu, aku sama sekali tidak menyukai anak kecil. Mereka merepotkan!"Allan mendorong tubuh wanita itu menjauh dan melirik ke arah pintu yang sengaja ia buka lalu tanpa sengaja ia menemukan sepasang mata yang menatapnya tajam dari luar. Emily berdiri dengan pikiran yang begitu kosong. Ia langsung memutar pandangan ke arah lain saat kedua bola mata mereka bertemu. Drrrttt!! Clarissa mendadak mendelik, ia menatap tas kecil yang ada di sudut ranjang. Ponselnya bersuara. "Sialan! Aku lupa mematikannya!"pikir wanita itu sambil melangkah cepat untuk memastikan. "Siapa?"tanya Allan sambil mendekati wanita itu dan mencoba melirik ke layar ponsel yang masih berdering. "Ini tidak penting!"Clarissa menggelapkan layarnya, ia berusaha menjauhkan benda itu dari Allan. "Harusnya kau mengangkat—" "Allan, aku tidak ingin membahas ini. Semua tidak penting, aku ingin bersamamu sebelum kau berangkat,"celetuk wanita itu sambil menekan tombol power pada ponselnya sekuat mungkin hingga benda itu mati total. "Hm! Aku akan mengirim uang ke rekening mu agar kau bisa pergi ke suatu tempat selama menungguku!" "Aha.. Dapat!"batin Clarissa seakan menangkap hasilnya. "Tidak! Aku tidak ingin kau terlalu—" "Jangan menolak!"potong pria tersebut saat mendengar wanita itu mencoba menolak pemberiannya untuk kesekian kali. "Ah sialan! Aku lupa. Hari ini Klaus akan datang ke Penthouse ku. Ia menelpon  pasti karena ini,"Clarissa membatin, mengingat seorang pria yang menjadi rekan kerja Allan. Ia berselingkuh, bahkan tidur berkali-kali dengan pria tersebut. "Kenapa kau begitu khawatir?"tukas Allan menatapnya tajam. "Sepertinya aku harus pulang, tubuhku mendadak tidak enak!" "Kau sakit!" "Tidak! Hanya perlu istirahat sebentar,"balas wanita itu dengan lembutnya. Ia tersenyum tipis lalu melihat Allan akhirnya mengangguk dan mengalah untuk nya. "Baiklah!" "Kabari aku jika kau sudah sampai ke Italia!"Clarissa mengecup pelan sudut pipinya dan melempar senyuman santai hingga Allan membalasnya hanya dengan anggukan pelan. Seketika, wanita itu langsung mengambil langkah besar untuk meninggalkan mansion megah tersebut.  ____________________          Sementara Emily memegang erat gelas yang ada di tangannya lalu mengusap mata nya yang berair. Ia tidak pernah mengharapkan pernikahan seperti ini, gadis itu memiliki mimpi besar walaupun entah sejak kapan Allan begitu penuh di dalam hatinya. Gadis itu melirik ke arah pintu kamar, ia tidak ingin menguncinya, berharap mungkin Allan akan masuk ke kamar nya dan meminta maaf. Ia masih percaya akan hal itu sekarang, setidaknya hingga ia merasa begitu letih. Tiba-tiba ia tanpa sengaja menjatuhkan gelas yang ada di tangannya hingga sisa air yang ada di dalam wadah tersebut mengenai pakaiannya. "Ahhh bagaimana....."Emily menelan ludah, pakaiannya basah karena hal itu. Seketika, ia bangkit dan mewajibkan dirinya untuk berganti pakaian. Ia tidak mungkin tidur dalam keadaan demikian. "Allan tidak akan masuk kan?"batinnya sambil melepaskan kancing gaun tidur berwarna soft. Begitu melekat di tubuh indahnya. Gadis itu melenggang begitu saja, ia menuju  walk in closet untuk memilih pakaian tidur lainnya. Parahnya underwear yang melingkar di pinggul kecil nya saat ini, ikut basah akibat rembesan air. Emily harus mengganti semua kain yang membalut tubuhnya. Gadis itu naked, ia tidak peduli dengan hal lainnya. Lagipula Emily cukup yakin bahwa tidak akan ada satu orang pun yang masuk ke sana. Allan pasti masih sibuk bersama Clarissa; pikir Emily. Tap!! Namun, aksi Emily mendadak berhenti. Ia merasakan dua tangan menyentuh pinggulnya berjalan menuju perut datar yang ia miliki lalu memeluknya begitu erat. "Kau bisa memuaskan ku, Emily?"suara parau terdengar jelas dan tepat di telinganya. Gadis itu membulatkan mata, takut untuk mencari tahu sosok yang tengah begitu lancang menyentuh tubuh telanjang nya. "Kau mau bercinta dengan suami mu?"lagi, suara itu terdengar seperti ajakan. Sungguh, ia belum siap untuk melakukan hal di luar batas bersama Allan . "Ahhh!!!"namun gadis itu malah mendadak meloloskan desahan. Kedua tangan Allan menangkup payudaranya yang cukup padat. Ia mendongak dan meletakan puncak kepala di bahu pria itu seakan menikmati sentuhan yang harusnya tidak begitu dalam. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD