"Kamu dari mana aja?" Reynan terlihat menggeliatkan badannya, sepetinya ia baru terbangun. Aku menghampirinya. Meski dalam hati kecewa, aku tetap tahu bahwa dia pernah menanam banyak kebaikan untukku, terutama untuk Mamahku. Membiayai Mamah bukanlah hal yang murah, dan aku sendiri tidak akan mampu melakukannya. "Kamu mau pulang dulu enggak?" tanyaku, membuatnya berkerut kening. "Kenapa aku harus pulang? Terus siapa yang bakal nemenin kamu?" Aku membuka jaketnya, lalu diberikan padanya, "Aku takut kamu sakit. Lagian, aku bisa nungguin Mamah di sini." "Enggak, aku bakal tetap nungguin kamu di sini!" dia bersikeras, aku tidak boleh lupa, kalau dia memang sangat keras kepala. "Kamu kan banyak kerjaan, aku takut kamu sakit dan malah kerepotan nantinya." Dia terlihat tersenyum tipis, aku t

