Part 4

1866 Words
Cukup lama Halwa menunggu Pak Bagja kembali memanggilnya ke ruangannya. Sampai kemudian suatu sore—sebelum jam kerja berakhir—pria itu menghubungi ponsel pribadi Halwa dan memintanya untuk turun ke ruangannya. Halwa merasa antusias dengan pesan yang didapatnya sehingga saat Mirza sudah keluar dari kantor, ia dengan cepat membereskan tasnya dan pergi ke ruang kepala HRD. Halwa mengetuk pintu kepala HRD dan segera mendapatkan jawaban. Ia masuk dan melihat atasannya itu tidak sedang sendirian. Ada seorang wanita yang duduk di hadapannya, sosok yang Halwa sudah cukup kenal meskipun tidak terlalu akrab. Namanya Sabrina, dia adalah salah satu staff akunting yang masuk ke Kralligimiz tak lama setelah Halwa masuk, tepat sebelum Halwa dipindahkan menjadi sekretaris CEO mereka. Halwa duduk di seberang Pak Bagja, tepat di samping Sabrina. “Saya yakin kamu sudah kenal dengan Sabrina.” Ucap Pak Bagja yang diangguki oleh Halwa. Halwa turut menyapa gadis itu dengan anggukkan sopannya. “Sabrina, dia Halwa. Kau tahu dia adalah sekretaris CEO kita selama dua tahun lebih ini. Dan Halwa, ini Sabrina. Dia saya pilih untuk menggantikan posisi kamu nantinya.” Ucapnya pada kedua gadis yang ada di seberangnya secara bergantian. “Saya sudah memberikan keterangan singkat tentang apa saja pekerjaannya nanti setelah dia menggantikan posisi kamu.” ucap Pak Bagja lebih kepada Halwa. “Dia siap untuk menggantikan pekerjaan kamu nantinya.” Ucap Pak Bagja dengan santainya. Halwa menunjukkan senyum cerianya pada gadis yang sedang duduk tenang di depan atasannya itu. Mengulurkan tangan dan menjabat gadis itu sebagai tanda kontrak tak tertulis diantara mereka. “Sabrina akan naik ke lantai atas mulai besok. Kamu akan menjelaskan semua detail pekerjaannya. Dan jika dia sudah siap, kita bisa melakukan serah terima jabatan.” Ucap Pak Bagja lagi yang dijawab kedua gadis di hadapannya dengan anggukkan. “Baiklah, Sabrina, terima kasih. Saya masih ada yang harus dibicarakan dengan Halwa.” Ucap pria itu pada Sabrina. Gadis yang duduk di samping Halwa itu menganggukkan kepala dan kemudian undur diri. Hingga tinggalah pak Bagja dan Halwa dalam ruangan berukuran empat kali empat meter itu. “Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk mengajarkan semuanya pada Sabrina?” tanya Pak Bagja pada Halwa. “Tergantung Sabrina sendiri, Pak. Satu minggu untuk saya cukup. Tidak sulit untuk menjelaskan semua pekerjaan yang saya lakukan. Untuk pekerjaan sebagai sekretaris, semua pekerjaan saya selama ini sudah saya dokumentasikan dengan baik. Saya juga sudah membuat catatan-catatan kecil sehingga tidak sulit untuk dipelajari.” Ucap Halwa dengan nada tegasnya. “Dan untuk pekerjaan diluar itu, saya juga sudah membuat catatan terpisah. Saya akan memberikan semua itu pada Sabrina untuk dia pelajari.” Lanjutnya lagi. Pak Bagja menganggukkan kepalanya. “Saya belum mengatakan ini pada Pak Mirza.” Ucap pria itu lagi. Halwa menganggukkan kepala. Toh urusan kepegawaian Mirza tidak perlu tahu detailnya. Ia hanya perlu tahu bahwa pekerjaan seseorang sudah baik dan memuaskan. “Saya berikan kamu waktu maskimal satu bulan sampai Sabrina benar-benar paham dengan pekerjaannya. Tapi setelah itu, kamu mau pergi kemana? Maksudnya, mendapatkan orang yang handal sepertimu itu susah, dan jika kamu keluar sebenarnya itu juga sebuah kerugian buat kami.” Aku pak Bagja jujur. Ia bukannya ingin membesarkan hati Halwa dan membuat gadis di hadapannya itu jadi besar kepala. Faktanya Halwa memang seorang pekerja keras, dia gadis yang teliti dan sangat bisa diandalkan. “Saya sendiri belum punya rencana akan bekerja kemana. Mengingat selama ini pekerjaan saya juga terbatas di lingkup ini saja. Tapi saya akan mulai mencari pekerjaan dan menunggu panggilan kerja sampai Sabrina siap dengan posisi barunya.” Aku Halwa apa adanya. “Kalau kamu mau, ada lowongan di hotel untuk menjadi asistennya Mbak Hanira.” Ucap Pak Bagja lagi. Halwa mengerutkan dahi. Ia tahu siapa itu Hanira. Wanita berdarah Turki yang juga masih merupakan sepupu dari Mirza Levent. Namun yang ia tahu selama ia berhubungan dengan keluarga Levent, Hanira itu tidak tinggal di Indonesia, melainkan di Turki. Sepertinya pak Bagja menyadari pertanyaan tak terucap yang ada di kepala Halwa karena kemudian pria itu berkata. “Mbak Hanira mengatakan bahwa dia akan melanjutkan butik milik ibunya, dan dia butuh orang yang bisa dia percaya untuk mengurus administrasi. Orang yang dulu bekerja dengan ibunya baru saja bersiap mengajukan cuti melahirkan dan Mbak Hanira belum mendapatkan gantinya. Posisi ini memang hanya berlaku untuk sementara waktu. Sambil menunggu asisten lamanya kembali setelah cuti melahirkannya—yang Mbak Hanira sendiri bilang belum yakin akan kembali bekerja atau tidak—dia membutuhkan orang yang bisa dia percaya untuk posisi itu. Dan saya tahu, kamu paham untuk bidang administrasi dan keuangan, jadi saya harap kamu mau mengisi posisi itu juga supaya saya tidak perlu repot mencari orang lain.” ucap pak Bagja yang tentu saja dijawab Hanira dengan anggukkan antusias. “Tapi gaji disana tidak sebesar Kralligimiz.” Pria itu lantas menyebutkan nominal gaji untuk Halwa yang dijawab dengan anggukkan oleh Halwa. “Saya mau, Pak.” Ucap Halwa dengan yakin. Karena meskipun menyebut tidak sebesar gajinya saat ini sebagai sekretaris Mirza, angka yang disebutkan Pak Bagja masih ada dalam angka yang besar yang Halwa tahu masih bisa memenuhi kebutuhannya dan mencukupi biaya adik dan orangtuanya. “Baiklah kalau begitu, saya akan mengabarkan Mbak Hanira besok.” Ucap pak Bagja sebagai tanda bahwa pembicaraan selesai. Halwa kemudian keluar dari kantor Kralligimiz. Dia merasa benar-benar sedang bahagia saat ini. Ia memesan ojek online, sambil menunggu tukang ojek pesanannya datang, dalam kepalanya dia sudah membuat menu yang akan dibuatnya untuk makan malam nanti. Satu jam setelahnya. Halwa sudah selesai membersihkan diri. Ia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kaos lengan pendek pas badan dan celana piyama sebatas lutut. Rambut hitam panjangnya masih berbungkus handuk yang ia lilitkan di atas kepala. Biasanya ia akan menggunakan pengering rambut setelah handuk benar-benar menyerap air. Halwa berjalan menuju dapur. Membuka lemari es dan sudah bersiap membuat makan malamnya seperti yang tadi ia rencanakan dalam perjalanan kembalinya dari kantor. Namun belum semua bahan makanan ia keluarkan dari lemari es, ia mendengar ponselnya berdering. Halwa memandang siapa penelepon dan menarik napas kesal sebelum menggeser tombol hijau di layar. “Ya, Sir?” tanya Halwa dengan nada yang ia buat sedatar mungkin. “Halwa, kamu sudah keluar dari kantor?” tanya Mirza dengan nada tergesa. Halwa memutar bola matanya. “Sudah satu jam yang lalu, Sir.” Ucapnya dengan gigi terkatup rapat karena kesal. “Jadi kamu ada di rumah?” tanya Mirza lagi yang Halwa jawab dengan anggukkan letih, sampai ia sadar kalau pria itu tidak melihatnya “Sudah, Sir.” “Kalau begitu bersiaplah. Saya ada di daerah dekat kos kamu. Saya kesana sekarang, saya perlu bantuan kamu.” ucap pria itu yang tanpa menunggu jawaban Halwa langsung mematikan telepon begitu saja. Halwa melirik bahan makanan yang sudah dikeluarkannya. Menarik napas panjang dan kemudian mengembalikan semua barang itu kembali ke dalam lemari es. Ia melepaskan handuk yang ada di kepalanya dan melemparkannya ke keranjang cucian dengan kesal sebelum beranjak ke kamarnya untuk menyisir rambut. Belum sampai ia selesai menyisir rambut, ia mendengar suara klakson mobil yang ia yakin merupakan mobil Mirza. Kembali mendengus kesal, Halwa meraih cardigan rajut oversize berwarna lilac yang ada di dalam lemarinya, mengganti celana piyamanya dengan celana jeans panjang biru pudar yang menggantung di balik pintu kamarnya, meraih claw clip besar berwarna hitam yang ada di atas nakas dan mengenakannya asal sebelum berjalan menuju pintu keluar seraya mengenakan sandal flatnya. Mobil sport hitam milik Mirza jelas bukan mobil yang cocok untuk diparkir di depan kontrakan murah yang ada dilingkungan menengah kebawah yang disewa Halwa. Namun pria itu sepertinya tidak terlalu memedulikan hal-hal sepele seperti itu. Mirza mendekati mobil atasannya, ia tahu bahwa diluar jam kerjanya, jika memang Mirza membutuhkannya dia harus siap sedia. Tapi memangnya apa yang diperlukan pria itu darinya di jam tujuh malam seperti ini? Dan jujur, Halwa memang sengaja tidak berpakaian seharusnya karena pikirnya, ini adalah detik-detik terakhir ia bekerja untuk pria itu. setelah Sabrina siap, dia akan menikmati malam di luar jam kerjanya dengan bebas. Mirza keluar dari mobilnya. Cukup terkejut kala melihat penampilan Halwa yang tidak biasa. Ya, Halwa yang biasa Mirza lihat di kantor atau diluar kantor di masa jam kerjanya sebagai ‘asisten pribadi’ adalah Halwa yang berpenampilan kaku. Gadis itu selalu mengenakan setelah kerja dengan warna atasan dan bawahan yang senada. Ia akan mengenakan celana yang tersetrika rapi sempurna dengan jas yang senada dengan bawahannya. Dalamannya selalu mengenakan kemeja yang terkancing sampai ke lehernya sampai Mirza sendiri terkadang bertanya, apa gadis itu tidak merasa sesak dengan kancing yang terlalu tertutup itu. Dan disaat gadis itu tidak mengenakan setelan celana, gadis itu akan mengenakan sepan sepanjang betis yang hanya memiliki belahan pendek yang Mirza rasa hanya untuk memudahkan gadis itu berjalan saja. Atasannya selalu dengan warna senada dan selalu dengan kemeja yang terkancing maksimal. Belum pernah Mirza melihat selama dua tahun lebih mereka bekerja bersama ia melihat gadis itu mengenakan kemeja lengan panjang di balik jasnya atau mengenakan rok super pendek yang bisa menunjukkan pahanya. Namun sekarang? Mirza melihat gadis itu mengenakan kaus yang cukup pas badan sehingga Mirza bisa melihat bagian atas tubuh gadis itu yang menonjol dan berukuran cukup besar dan perut yang bisa Mirza pastikan ramping. Gadis itu juga mengenakan celana jeans yang ketat yang Mirza yakin, jika tidak terhalang oleh cardingan oversize nya akan memberikannya suguhan b****g yang bulat dan kencang. Sisi playboy dalam dirinya ingin bersiul melihat penampilan Halwa yang menggiurkan. Belum lagi lekuk leher rampingnya yang kecil dan bersih, yang bisa ia lihat karena gadis itu mencepol rambutnya ala kadarnya menggunakan penjepit rambut besar di atas tengkuk. Membiarkan rambut-rambut nakal keluar dari jepitannya dan menghias wajahnya yang mungil. Gadis itu berjalan ke arahnya, dan Mirza tahu kalau dia merasa kesal, namun Mirza masih berusaha menunjukkan ekspresi datar. Mirza memutari mobilnya supaya ia bisa mendekati Halwa. Dari jarak sedekat ini, dengan gadis itu yang tidak mengenakan higheels tingginya, Mirza tahu bahwa ternyata Halwa itu bertubuh pendek. Mungkin seratus enam puluh atau lebih? Sementara dirinya sendiri memiliki tinggi tubuh seratus delapan puluh tiga sentimeter. Dan hal itu membuat gadis yang ada di hadapannya perlu mendongakkan kepala. “Ada yang perlu saya bantu, Sir?” tanya gadis itu dengan nada datarnya. Mirza mengerutkan dahinya. Ya, alasan dia datang ke tempat Halwa karena dia memerlukan bantuan gadis itu bukan? Tapi sekarang, ia menjadi lupa fokus utamanya. Namun ia tetap menganggukkan kepala. “Aku mengundang seseorang secara mendadak ke apartemen dan berjanji akan membuatkannya sesuatu. Tapi aku sadar, aku lupa memintamu untuk membelikannya. Jadi sekarang, aku meminta bantuanmu untuk membelikannya.” ucap Mirza dengan cepat. “Anda bisa menghubungi saya dan saya akan mengantarkannya ke apartemen jika memang sebegitu mendesaknya.” Ucap Halwa dengan kesal. Mirza berusaha menahan tawanya. Namun kemudian ia berkata. “Kebetulan aku berada di dekat sini, daripada menunggumu dan bolak-balik tak jelas, lebih baik aku membawamu sekalian. Kita pergi ke supermarket, kamu belanja semua kebutuhannya dan setelah itu aku akan mengantarmu kembali kesini sebelum ke apartemen.” Ucap pria itu . Halwa menarik napas panjang dan kemudian menganggukkan kepala. Mirza tersenyum melihat ekspresi gadis di depannya. Ia kemudian membukakan pintu penumpang untuk Halwa. Hal yang ia tahu membuat gadis itu terkejut karenanya. Sekilas, saat Halwa berjalan melewatinya, ia bisa mencium aroma sabun dan shampoo yang dikenakan gadis itu. Harum yang entah bagaimana terasa menggiurkan dan membuatnya merasa b*******h seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD