Sesi C*mbu Berakhir Chaos

1201 Words
Keesokan harinya, Sinola berangkat kerja bersama Atreya yang tadi malam menginap di rumahnya. "La, beneran Pak Ben jadi Co. CEO? Gue penasaran banget, nih," tanya Atreya mengkonfirmasi sekali lagi. "Iya, Trey." "Terus gue jadi sekertarisnya juga?" "Gak, lah." "Yah." "Kok, yah? Emangnya lo mau kerjaan double-double?" Sinola memicingkan netra ke arah Atreya. "Kalau ganteng mah, gue rela," ucap Atreya bernada genit. "Astaga, ganjen banget, ish. Cepet sana cari yang serius. Biar gak pindah-pindah crush." Sinola berdecak tak habis pikir akan jawaban di luar nalar sekretarisnya. "Belum ada yang tepat kali, La. Emangnya cowo serius zaman sekarang gampang, apa?" Sinola kali ini setuju akan pendapat Atreya barusan. Keduanya lantas menghela napas pasrah, bahasan pria serius seolah mencuil hati kedua dara cantik itu. Tak lama keduanya sampai di lantai dua puluh enam, kantor Cosme. Namun, netra Sinola dan Atreya tiba-tiba terfokus pada pusat keramaian, tepatnya di ruang tunggu. Itu ... kan Ben? batin Sinola setelah menelaah situasi. Ternyata sosok Benjamin sedang dikelilingi beberapa staf wanita yang sedang melakukan pendekatan karena terpesona akan penampilannya. "Woah, Pak Ben lagi digerumuti karyawan cewe, La," celetuk Atreya turut antusias. Tak sampai lama, Benjamin pun menyadari sosok Sinola sedang memperhatikannya, Ia pun segera melempar senyum manis mempesona ke arah Sinola. Apaan si tebar-tebar pesona gitu? Ergh! Staf cewe-cewe di sini juga pada genit, gumam Sinola dalam hati dengan netra yang masih terpaku kepada sosok Benjamin. Tak jauh beda dengan Sinola, sosok Benjamin turut melakukan hal yang sama yaitu menatap lekat ke arah dara yang akan segera ber-partner dengannya. "Masih belom jam kerja, kan? Gue ikutan kesana ya, La." Saling tatap dengan Benjamin pun terurai kala Atreya menginterupsi Sinola. "Sebagai sekertaris yang baik, ini penting untuk mengenal bos kedua gue," kilah Atreya lagi seraya beranjak pergi menuju kerumunan. "Astaga, Treya." Sinola merutuk pasrah karena ditinggalkan begitu saja. "Morning." Sepeninggalan Atreya, tiba-tiba saja sosok tampan Jake muncul di sebelah Sinola. "Morning, Jake." "Lo liatin apa?" tanya Jake. Sinola tak langsung menjawab melainkan netranya masih mengarah kepada sosok Benjamin. "Wow! Ada apa nih rame-rame? Siapa yang lagi gerumutin sama cewe-cewe?" tanyaJake menatap ke arah kerumunan. "Ntar lo juga tau." "Oh, gitu. By the way ...." Jake mulai membisikan sesuatu ke telinga Sinola dengan gelagat mesra. "Ke ruangan lo, yuk!" Sementara itu, reaksi tak terduga di tunjukkan oleh Benjamin dari kejauhan. Semburat ramahnya berubah datar. Tak ada lagi senyuman tergambar di wajahnya. Netranya menatap terpaku pada sosok Sinola yang melengos pergi bersama Jake. Tak hanya Benjamin, di sisi lain seseorang pun tengah memperhatikan gerak-gerik Sinola dan Jake. Ya. Sosok itu adalah Natasha yang semalam mendatangi kamar Jake dan menemukan foto-foto pribadi Sinola di galery tetangga yang ia taksir itu. Beberapa saat kemudian. Jake menutup pintu ruangan Sinola secara sembarang. Pria itu lalu menghujani sang bos dengan ciuman rakus yang dialamatkan berkali-kali ke bibir ranum milik sang CEO. "Hmmp! Slow, Jake!" lenguh Sinola yang bermaksud menenangkan hasrat Jake. Namun percuma. Jake seolah tak dapat menahan nafs*nya terhadap Sang CEO. "Jake .... please stop dulu!" Nafs* syahwatnya telah memburu, membuat Jake gelap mata—menciumi belah ranumnya brutal dan tak mendengarkan perkataan Sinola. BUGH! Namun, secara tak terduga, pukulan cukup kuat menghantam wajah Jake dan berhasil membuatnya tersungkur. "Bajing*an! Bangun!" amuk Benjamin pada Jake. Nyatanya, Benjamin tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam ruangan Sinola. "Ben!" GREB! Sinola spontan memeluk tubuh Benjamin dari belakang karena dirasa urgensinya sangat tinggi kala melihat sang pria meradang dan hendak memukul Jake lagi. "Please, Ben. Jangan," pinta Sinola disertai mimik ketakutan. "Kamu belain dia?! Dia udah kurang ajar lho!" sentak Benjamin tak terima. "Gak sepenuhnya yang lo liat seperti apa yang lo pikirkan, Ben," bela Sinola pada situasi saat ini. "Apapun alasannya, perbuatan dia gak di benarkan dan udah kelewat batas. Saya sebagai Co. CEO resmi mecat cecunguk ini!" tegas Benjamin memecat Jake di tempat tanpa pertimbangan lagi. "Alasannya sangat kuat karena saya liat sendiri dia maksa kamu. Itu prilaku gak benar apalagi terjadi di lingkungan kantor ini," lanjut Benjamin dengan penekanan nada dan kentara berapi-api "Ben, calm down, ok," pinta Sinola dengan sangat. "Jake, pergi ke ruang lo sekarang sekarang. Kita akan meeting sebentar lagi," perintah Sinola pada Jake. Sang pria pun manut, hanya bisa pasrah menuruti perintah Sinola. Meski begitu, baik Benjamin dan Jake sempat saling melemparkan tatapan penuh dendam sebelum Jake akhirnya melenggang pergi meninggalkan ruang CEO. Di sisi lain, Natasha yang nyatanya menguping karena membuntuti Jake dan Sinola sejak awal, memutuskan cepat-cepat pergi dari sana sebelum ada yang menyadari presensinya. "Dia udah kurang ajar gitu, lho. Kok bisa si, kamu kalem banget," protes Benjamin kesal. "Karena gue yang mau dan kita sama-sama suka." "Suka sama suka, hah? Lalu kenapa saya ngerasa ada adegan pemaksaan barusan? Kamu aja bilang stop." Benjamin tentu tidak puas karena yang pria itu lihat jauh dari keterangan Sinola barusan. "Gue tau. Tapi, gue bisa handle." "Ya, saya percaya kamu bisa, tapi kamu gak mau karena gak enakan, bukan?" Asumsi Benjamin sukses membungkam dara berparas cantik di hadapannya. "Saya gak peduli apa hubungan kamu sama dia, yang jelas dia udah kurang ajar dan maksa kamu. Sebagai Co. CEO ini keputusan pertama yang saya buat untuk bikin Cosme lebih baik ke depan. Yaitu dengan menyingkirkan pegawai yang gak tau etika kayak dia." "Tapi lo gak bisa seenaknya mecat staf di sini, Ben. Apalagi dia udah kerja di sini lama. Lagipula, ini masalah pribadi antara gue sama dia." Benjamin dan Sinola terlibat perdebatan cujup sengit. Sebagai Co. CEO Benjamin yang memiliki hak hampir setara dengan Sinola bersikukuh tetap akan memecat Jake. Sementara Sinola, berpendapat kebalikan. Malas ribut berkepanjangan, akhirnya Sinola mengusulkan untuk men-suspend Jake alias merumahkannya selama satu minggu sembari menunggu proses pengambilan keputusan. "Ini bukan buat dinegosiasi, Nola. Kamu pasti tau tindakan cowo itu udah masuk kriminal hitungannya." "Ben, please!" Sinola terpaksa mengeluarkan jurus puppy eyes agar Benjamin luluh. Harus ia akui, prilaku Jake memang sudah kelewat batas kali ini. Namun, tanpa bantuan Benjamin, Sinola sebenarnya bisa mengatasi. Beruntungnya, tidak ada yang mengetahui kejadian ini selain mereka bertiga karena jarak ruang CEO cukup jauh dari kubikal staf lainnya. "Ok. Kali ini saya ikutin kamu. Tapi ingat, saya punya kewenangan dan bisa sewaktu-waktu berubah pikiran," tandas Benjamin tegas. Setelah mengultimatum, pria itu lantas memutuskan bergegas keluar ruangan Sinola dengan masih berapi-api. "Ergh! Kenapa lu sebodoh itu si Jake!" gumam Sinola kesal. "La ... lo gak apa-apa?" Sepeninggalan Benjamin, Atreya masuk dan mendekati sang atasan. "Gak apa-apa, Trey." "Sorry, gue sempet nguping pas Jake keluar dari ruangan lo." "Tapi, gak ada orang lain yang denger, kan?" "Gak, kok. Justru gue juga mastiin biar gak ada yang denger. Jadi gue stand by di depan," timpal Atreya. "Thanks, Trey. Sumpah, kesel banget gue sama Jake." Sinola mengungkapkan kronologi lengkap kepada Atreya. "Gila!Si Jake udah gali kuburannya sediri," respon Atreya tertohok. "Bukan kuburan lagi, dia udah ada di lobangnya. Ben marah banget. Lo tau doi biasa kalem, kan? Tapi, sekalinya marah, sumpah. Serem banget." "Mana iya lagi. Pas tadi doi keluar, gue kan ngumpet di balik meja. Mukanya serem banget," timpal Atreya sepemikiran. Meski begitu, Atreya mengungkapkan asumsi sisi lain seorang Benjamin, "Tapi, La. Doi kayaknya care banget sama cewe yang diperlakuin gak pantes. Apalagi, lo kan anak bosnya." "Entahlah. Gue bingung nasib Jake di tangan Ben sekarang."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD