Tinggal Satu Rumah

1307 Words
"Dapat gak, La malingnya? Gue datang bawa panci buat—" Atreya tiba-tiba berhenti bicara dan shock kala melihat pemandangan di hadapannya. Woow! Gadis itu menyaksikan bibir sahabatnya sedang menempel di bibir seorang pria tampan. Bersamaan terpergok Atreya, Sinola spontan melerai pertautan bibir dengan Benjamin. Namun, alih-alih beranjak dari posisi menindih sang pria, gadis itu malah menegur Benjamin. "Ben? Ngapain lo di sini?" "Sebelum saya jawab ... bisa tolong berdiri dulu? Kamu ber-rat," balas Benjamin terbata-bata. Sinola pun sigap beranjak dari tubuh Benjamin. "Siapa, La? Ganteng banget." Atreya mendekat sembari berbisik memuji penampilan Benjamin. "Bukan siapa-siapa." "Kamu tuh, ya. Baru kenal udah seneng nindih saya. Dua kali lagi," timpal Benjamin meledek. "Yeu. salah sendiri tiba-tiba ada di rumah orang kayak maling," balas Sinola memutar bola mata dengan malas. "Mana ada maling ganteng kayak gini," balas Benjamin narsis yang langsung disetujui Atreya. "Huss, jangan sekongkol sama dia!" tegas Sinola kepada sang sekretaris. "Terus kenapa lo bisa ke sini?" Sinola kembali menyelidiki presensi Benjamin yang sudah ada di rumahnya dan bersikap seperti pemiliki rumah yakni menggunakan fasilitas dapurnya. "Papa kamu yang nyuruh saya nginep sementara." "Astaga. Gak cuma Cosme. Lo juga mau nguasain rumah gue?" Sinola kembali menuduh Benjamin. "Jangan overthingking dulu, Non. Saya gak ada niat buruk dari awal," sanggah Benjamin. "Karena kebetulan sekarang ketemu. Bisa kita ngobrol baik-baik?" Benjamin tetap terlihat bijak dan santai walaupun Sinola kerap melayangkan tuduhan keji disertai sorot mata tajam padanya. "Emang cowo ganteng ini siapa si, La?" tanya Atreya menginterupsi. "Dia mentor titipan bokap." "Lebih tepatnya Co. CEO." Benjamin meluruskan. "What! Mak-maksunya jadi kayak ada 2 CEO gitu?" tanya Atreya lagi. "Yup." "Gak. CEO cuma gue seorang." Sinola mematahkan asumsi Benjamin. "Mulai besok sistem struktur organisasi bakalan otomatis terganti total dengan saya sebagai Co. CEO." Sedangkan Benjamin masih menimpali dengan sabar diringi raut ramah. "Gue bilang gak ya gak!" "Stop being childish, Sinola. Kenapa kita gak ngomong baik-baik daripada kamu dikuasai asumsi liar." Namun, secara tak terduga aura Benjamin berubah serius seraya memangkas jarak antara dirinya dan Sinola. Damn! Aura seriusnya mentor Nola bikin mleyot. Di sisi lain Atreya hati malah terpesona oleh perangai tegas Benjamin "Uhm. Saya izin pamit kalau begitu." Meski begitu, Atreya sadar posisi bahwa ia harus segera pergi, memberi mereka ruang untuk bicara. Beberapa saat kemudian. "Buruan ngomong!" pinta Sinola ketus. Keduanya kini sudah ada di taman belakang, tepi kolam renang estetik kediaman sang puan. Sementara itu, Benjamin terlihat menghela napasnya sebelum menjawab. "Saya minta maaf kalau bikin kamu berasumsi seolah saya mau mengacau di hidup kamu. Meskipun kenyataannya itu cuma ada di khayalan kamu doang." "Mau ngomong apa ngajakin ribut, huh?" Sinola tersingging lantas nyolot. "Ngomong, Non." Benjamin memutar bola mata dengan malas. "Ok, kita lupain part itu dan next." Benjamin menerangkan niatannya datang ke tanah air bukan merupakan sebuah ancaman. Diego sebagai atasan memintanya untuk memberi pengarahan pada Sinola dalam konteks menaikan profit perusahaan. "Masalah posisi Co. CEO saya juga gak tau. Diego—Uhm ... maksud saya papa kamu yang ngatur semuanya." "Yakin gak terlibat? Kok gak melakukan pembelaan dari tuduhan gue pas pertama ketemu?" Pria itu tersenyum singkat lalu berkata, "Buat apa? Ribut sama cewe di jalan dan jadi pusat perhatian? No, thank you," ungkap Benjamin enteng. "Emang gue sekekanakan itu apa?" "Emangnya gak?" Ergh! nih orang kalem-kalem tapi nyelekit. Sinola membatin dongkol seraya mengepal tangannya. "Tapi tetep untuk posisi lo sebagai Co. CEO gak gue terima. Apalagi punya hak yang sama." "Gak masalah. Kamu tetap CEO teratas. Niat saya cuma nyontohin kamu bagaimana cara mengelola dan building profit. Tapi ..." "Kok ada tapinya?!" Sinola semakin kesal. "Dengerin dulu. Cara yang akan saya berikan sudah teruji efektif. Saya mau kamu menyetujui dan melaksanakannya." "Lah itu ngatur. Katanya gue yang berwenang." "Weits, tenang dulu. Gimana kalau kamu liat kinerja saya, baru nanti komplen kalau gak berhasil. Deal?" "Termasuk ... boleh ngeluarin lo dari perusahaan kapan aja, gitu?" tanya Sinola mengkonfirmasi. Benjamin pun mengangguk takzim seraya mengulas senyuman termanis. DEG! Di sisi lain, senyuman Benjamin rupanya sukses mengusik pertahanan Sinola. Apaan si, La? Cuma senyum doang juga. Sinola kembali membatin seraya menggeleng kepala cepat, menyingkirkan khayalan. Tanpa basa-basi lagi, Benjamin mengajak Sinola untuk memperbaiki hubungan mereka mulai dari awal. Pria itu mengulurkan tangan untuk berjabat ke arah putri sahabatnya. "Kita mulai lagi dari awal biar gak ada musuh-musuhan dan salah paham, gimana?" Sinola merespon dengan gelagat sedikit canggung. Meski begitu, matanya tak bisa melepaskan pandangan dari sosok tampan dan dewasa di hadapannya. Bohong jika gadis itu tak merasakan sesuatu. Perangai Benjamin yang tenang dan cukup bijak sedikit banyak membuat hati sang CEO penasaran akan sosoknya. Gak, La. Lo gak boleh oleng. Gak ada yang namanya romansa kayak di drakor. Semua cowo cuma bisanya manis di awal abis itu nyakitin di ujung. Dengan segera, Sinola melepaskan tautan jabatan tangan dengan Benjamin. "Kayaknya kamu masih belum ok, nih sama saya. Kalau gitu, kamu boleh tanya apa aja ke saya. Supaya kesan orang asing berkurang," tutur Benjamin ramah. "Emang nyatanya lo orang asing." "Ya makanya, ayo tanya." Ok. Ini kesempatan gue ngulik si mentor sok bijak. "Asli mana?" "Lahir dan besar di tanah air." "Kerja?" "Saya kerja di Philips Industry punya papa kamu cabang Perancis. Posisi Marketing Comunication Manager." Ch! Manager aja sok-soan ngajarin CEO. Lagi-lagi, Sinola membatin angkuh sesaat. "Umur?" "38." "Lho, papa kan nyaris 50, kok bisa temenan sama lo? "Papa kamu bos saya." "Tapi tadi lo manggil Papa pake nama?" "Papa kamu gak suka di panggil Bapak kalau lagi di luar karena gak mau berkesan tua katanya." Si papa ... bener-benar ya gak mau di sebut tua. Btw, kok gue penasaran sama statusnya nih cowo. Gue tanya kali, ya. "Status?" "Karyawan tetap." "Bu-kan. Maksudnya, single, married, duda, atau in relationship?" Ada jeda sesaat setelah pertanyaan Sinola terlontar. Benjamin terlihat bergeming dengan ekspresi datar sehingga menyulitkan Sinola untuk membaca ekspresi. "Ah! Saya kelupaan nelpon keluarga di Perancis. Tanya jawabnya buat next time, ya." Benjamin tiba-tiba mengambil langkah seribu, meninggalkan Sinola. "Lho? Hey tunggu! Lo juga belum jelasin juga kenapa ada di rumah gue?" "Sementara doang, sampe nemu apartment. Saya janji gak akan ganggu kamu," jawab suara Benjamin yang semakin samar karena efek menjauh. "Ish! Padahal kan penasaran udah punya pasangan apa belum." Sinola mengusak singkat rambutnya. "Bodo, ah!" *** "Jake!" panggil Natasha seraya mulai memasuki kamar Jake. Sudah biasa bagi puan itu mengunjungi rumah Jake sebagai tetangga dekat. "Astaga! Kenceng banget musiknya. Mana orangnya gak ada pula. Tadi kata tante ada di kamar," gumam Nathasa saat memasuki kamar Jake yang tidak dikunci. Taka lama, terdengar suara guyuran shower di kamar mandi. Natasha lantas mengasumsikan Jake sedang mandi. Sambil menunggu, Natasha berniat memelankan volume musik di kamar Jake. Manik cantiknya mulai mengedar ke setiap sudut kamar, mencari ponsel milik Jake yang biasa ia gunakan menyetel musik. Setelah menemukan ponsel crush-nya, mata Natasha tiba-tiba dikejutkan oleh wallpaper ponsel dang pria. Heh? Kok kayak kenal wallpaper-nya? Natasha mulai memfokuskan pandangan ke layar ponsel Jake. Gak ... ini gak mungkin Bu Nola. Mana fotonya estetik banget, njir, batin Natasha kagum sekaligus cemburu. Asumsi liarnya kini mengarah ke galeri album yang mungkin banyak menyimpan foto Sinola. Natasha lantas menghela napas sebelum mengambil keputusan. Maaf, Jake. Gue benci penasaran. Izin liat galery, ya. Setelah pergulatan panjang dalam batin, akhirnya Natasha memutuskan untuk membuka galery ponsel milik Jake. What The He*l! Kedua mata Natasha terbelalak tak percaya disertai tangan yang gemetar. Ini kan foto mereka berdua? mata Natasya membulat, shock hebat dengan isi galeri yang dipenuhi dengan foto Sinola dan pria yang sudah menjadi crush-nya sejak lama. "Siapa itu? Mama?" teriak suara Jake dari dalam kamar mandi. Sial! Gawat kalau sampe gue ke gep, rutuk Natasha ketakutan. Beberapa saat kemudian Jake membuka pintu kamar mandinya sesaat setelah bertanya. Namun, ia tidak menemukan siapapun disana. Aneh! Kayaknya tadi gue denger orang. Tapi musik juga mati. Jake lalu menggedikkan bahu acuh, menduga mamanya masuk ke kamar dan mematikan musik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD