“Buruan masuk,” titah Bima membukakan pintu untuk Sinar. “Gue baru mau makan, lo malah minta jemput.” Sinar berdecih. Menendang pelan pada tulang kering Bima lebih dulu, baru masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya. “Je!” seru Bima meringis kesal, meskipun tendangan Sinar tidak terlalu sakit. Ia bergegas masuk ke dalam mobil dan mulai mengomel. “Kalau bukan Andri yang ngasih tahu, gue nggak bakal tahu kalau lo itu besok batal nikah.” “Berisik, Bim!” “Salah lo sendiri,” ujar Bima enteng sambil mengemudikan mobilnya. “Baru kenal, terus mau diajak nikah. Mentang-mentang blasteran, terus lo ngerasa sama dengan Angkasa? Jauuuh, Je! Jauuuh!” “Kamu kalau nggak ikhlas jemput, nggak usah jemput,” Sinar membalas tidak kalah sewot. “Lagian aku nggak minta jemput, aku ngajakin kamu makan.” “Ba

