Malam itu, setelah Jafran melontarkan permintaan besar mengenai makan malam keluarga Abimana, Zumena terdiam. Lilin di meja makan telah meleleh setengah, menciptakan suasana yang semakin intim dan sarat makna. “Makan malam keluarga Abimana?” Zumena mengulangi, suaranya pelan dan penuh perhitungan. “Itu bukan permainan receh, Jafran. Itu … perang.” Jafran bangkit dari kursinya, berjalan mendekati Zumena, lalu berlutut di samping wanita itu, menangkup tangannya. Tindakan yang sangat jarang ia lakukan—seorang Jafran Abimana berlutut. “Aku tahu, Mena. Aku tahu ini permintaan gila, mengingat status kita. Tapi aku butuh kamu. Bukan hanya untuk menghadapi ibuku, tapi untuk melindungi diri dari perjodohan yang mereka siapkan. Kita bisa saling menguntungkan. Kamu mendapatkan pemberontakan pa

