“Kamu mau ke luar negeri?” tanya Ilham untuk memastikan.
“Iya, Tuan. Bisa apa enggak?”
“Bisa, Dira, bisa. Bisa banget malah. Kamu tunggu saja ya. Saya akan siapkan acara liburan kita ke luar negeri.”
Dalam waktu dua minggu, Ilham sudah mengurus paspor Indira dan memesan tiket liburan selama satu minggu. Dia anggap kepergian mereka untuk memenuhi ngidamnya Indira. Padahal perempuan itu benar-benar ingin jalan ke luar negeri. Bukan karena ngidam.
Negara tujuan pertama mereka adalah ke Malaysia. Mereka akan berada di sana selama dua hari. Ilham sudah menentukan jadwal mereka selama di sana. Pria itu mengajak Indira ke mal yang ada di Kuala Lumpur. Dia ingin Indira belanja di sana.
“Kamu boleh beli apa saja di sini. Tas, sepatu, baju, semua yang kamu mau.” Ilham siap membelikan Indira apa saja di sana.
Namun, yang terjadi adalah Indira hanya membeli beberapa kaos untuk oleh-oleh yang akan dia berikan pada pembantu yang bekerja di rumah Ilham.
“Saya mau beli semua ini, Tuan.”
Ilham menatap kaos berbagai ukuran yang diserahkan Indira. “Kamu beli semua kaos ini buat siapa?” tanya Ilham dengan heran.
“Buat Rania dan pembantu lainnya, Tuan.”
“Kamu enggak mau beli apa-apa buat kamu sendiri?”
“Tidak, Tuan. Saya kan tidak ke mana-mana, buat apa saya membeli barang-barang yang tidak ada gunanya buat saya?”
Ilham tidak mendengarkan apa yang dikatakan Indira. Pria itu lantas membeli beberapa barang untuk Indira. Dia belikan Indira pakaian baru, tas, dan sepatu yang bisa perempuan itu pakai selama beberapa hari ke depan selama liburan.
“Ini semua buat kamu. Saya mau kamu pakai semua ini selama kita liburan.”
Indira hanya bisa pasrah menuruti suami yang pernah menjadi majikannya itu. “Te-terima kasih, Tuan. Saya akan memakainya.”
Setelah belanja, Ilham mengajak Indira makan makanan yang terkenal di kota Kuala Lumpur. Banyak makanan yang dibelikan oleh Ilham. Indira menikmati semuanya dengan perasaan senang, bisa menikmati makanan dari negara lain.
“Terima kasih, Tuan untuk makan siangnya.” Indira tersenyum.
Pada malam harinya, mereka tidur di kamar yang sama. Ilham sudah memesan kamar mewah di hotel di Kuala Lumpur. Pria itu tidak mau melewatkan malamnya tanpa menghabiskan waktu bersama Indira.
Besoknya, Ilham mengajak Indira ke tempat wisata terkenal yang ada di Malaysia. Dia ingin membuat Indira merasakan kenangan manis pernah pergi ke luar negeri. Senyuman Indira selalu terukir di bibirnya setiap kali pergi bersama Ilham. Dan Ilham merasa puas bisa membuat Indira merasa senang.
Setelah dua hari di Malaysia, mereka pun pindah ke negara Singapura. Di sini, Ilham langsung mengajak Indira ke tempat wisata yang ramah untuk ibu hamil.
“Kamu senang bisa jalan-jalan di Singapura dan Malaysia kemarin?”
“Saya senang sekali, Tuan. Terima kasih sudah mengabulkan keinginan saya.”
Setiap kali Indira tersenyum, Ilham merasa puas dan bahagia.
Dua hari di Singapura, Ilham mengajak Indira ke Thailand. Di sana adalah surganya buah-buahan. Ilham membelikan Indira buah-buahan berkualitas di sana. Bahkan mangga rujak pun dia belikan untuk Indira. Jangan sampai ada makanan yang terlewat.
“Tuan, apa kita bisa bawa pulang buah-buahan di sini buat orang-orang di rumah?”
“Jangan beli dari sini ya. Beli di Jakarta saja, saya tahu kok toko yang menjual buah impor terbaik.”
“Oh ya, terserah Tuan Ilham saja.”
Setelah puas liburan, jalan-jalan dan makan-makan serta menikmati bulan madu, mereka pun pulang ke rumah.
Sampai di rumah, Indira membagikan oleh-oleh yang dia beli dari masing-masing negara yang dia datangi bersama Ilham. Kaos-kaos, tas dan barang lainnya.
“Ini semua oleh-oleh dari Malaysia, Singapura dan Thailand. Silakan dibagi ya.” Indira juga membeli coklat dan makanan manis untuk oleh-oleh.
Setelah mengambil jatah untuknya, Rania mendekati Indira. Perempuan itu merasa penasaran dengan liburan temannya itu.
“Dira, gimana sih rasanya jalan-jalan ke luar negeri?” tanya Rania penasaran.
“Seneng banget, Ran. Aku bisa jalan-jalan ke tempat-tempat wisata yang bagus-bagus. Tuan Ilham memang pintar banget milih tempat wisata.” Indira tersenyum senang.
“Oh ya? Ada foto-fotonya enggak, aku mau lihat dong.”
Indira memberikan ponselnya pada Rania. Perempuan itu melihat-lihat foto liburan di ponsel temannya.
“Kok kamu cuma foto sendirian aja, Dira?” tanya Rania heran.
“Oh, ada di HP tuan Ilham. Aku malu kalau minta tuan Ilham foto berdua di HP-ku.”
Rania merasa semakin heran pada temannya itu. “Loh kok malu? Kan sudah suami istri. Kamu tuh aneh ya, Dira.” Rania geleng-geleng kepala.
Indira menggaruk-garuk kepalanya. “Ya memang suami istri tapi ….” Indira tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan untuk Rania.
“Kamu tuh memang aneh sih. Sudah jadi istri majikan, tapi tetap aja enggak jauh beda dengan pembantu lain.”
Tiba-tiba Indira merasa ingin ke kamar mandi. Dengan langkah cepat, perempuan itu menuju kamar mandi terdekat. Namun, naasnya Indira terpeleset di kamar mandi. “Aaa ….!” Terdengar suara teriakan Indira di kamar mandi.
Rania segera menyusul Indira ke kamar mandi. Di sana, Indira masih tergeletak di lantai dan di kakinya terlihat darah segar yang mengalir. Rania menjadi panik dan segera menghubungi majikannya. “Halo, Tuan.” Suara Rania bergetar.
“Ya, Rania, ada apa?”
“Dira, Tuan, Dira ….”
“Dira kenapa, Rania? Tolong jelaskan dengan baik.” Dari suaranya Ilham ikut panik.
“Dira terpeleset di kamar mandi, terus ada darah yang mengalir di kakinya.”
“Apa? Saya akan telepon ambulans sekarang!” Ilham pun menutup panggilan telepon.