“Pak Seno?” gumam Bella setengah terkejut.
Bagaimana Bella tidak terkejut? Baru beberapa menit yang lalu Seno bilang bahwa dia tidak bisa datang dan sekarang Seno bahkan berdiri di hadapan Bella dan keluarganya. Bella tidak menyangka Seno benar-benar ingin membantunya. Itu membuat Bella tersentuh.
“Bukannya Bapak nggak bisa datang malam ini?” Bella melirik keluarganya secara diam-diam. Kemudian, Bella melihat rombongan di belakang Seno. Mereka memakai pakaian yang sama dengan yang Seno kenakan. Batik bewarna cokelat dan sedikit aksen hitam. Kenapa Seno memakai pakaian yang sama dengan rombongan pria yang akan melamarnya?
Seno menatap Bella dengan ekspresi yang tak kalah terkejut.
“Bella, ternyata kamu orangnya?”
Ternyata kamu orangnya?
Bella mencoba mencerna kalimat yang keluar dari mulut Seno. Tiba-tiba, Bella berpikir bahwa apakah mungkin Seno adalah pria yang akan dijodohkan dengannya? Itu mungkin saja, melihat bagaimana Seno memakai pakaian yang sama dan datang di waktu yang sama dengan para rombongan!
Benar! Pasti Seno adalah pria yang akan dijodohkan dengannya. Ya, itu memang hanya dugaan tapi berhasil mengembangkan senyum Bella dan mengusir mendung di hatinya.
“Bella, itu Bos kamu, kan?”
Fokus Bella teralihkan oleh suara tanya berupa bisikan dari ibunya. Bella lantas mengangguk tanpa memudarkan senyum di bibirnya. Perasaan yang sejak tadi digandrungi rasa takut, cemas, marah dan sebagainya berubah seketika. Bella ingin menjerit bahagia tapi, perasaan itu terlalu kompleks jika hanya diungkapkan dengan kata-kata.
Tiba-tiba, Bella ingin acara lamaran ini segera dilaksanakan.
Kalau saja Bella tahu Seno adalah orangnya … ia tidak akan membuat drama hari ini. Tidak akan membiarkan matanya bengkak agar terlihat cantik untuk menyambut Seno dan keluarganya.
“Coba dari awal Mama bilang kalau Pak Seno adalah orangnya, Bella nggak akan tolak perjodohan ini,” ucap Bella dengan nada setengah berbisik.
“Astaga Bella … kenapa saya bisa nggak tahu kalau kamu yang akan dijodohkan?” Seno memijat pelipisnya. Bella merasa sedikit kecewa karena tidak melihat ekspresi senang di wajah Seno.
Sejak awal memang hanya Bella yang merasa beruntung di sini. Senyumnya pun tidak luntur sejak tadi. Sementara itu, Evelyn beradu tatap dengan Ella, menanyakan ada apa dengan perempuan di tengah-tengah mereka lewat tatapan mata.
“Saya juga nggak tahu kalau saya akan dijodohkan sama Bapak.” Wajah Bella bersemu merah.
“Tunggu dulu, maksudnya dijodohkan sama kamu?”
Bella mengerutkan alisnya. Menatap Seno dengan penuh tanya.
“Saya … mau dijodohkan sama Bapak, kan?” tanya Bella ragu.
“Bukan dia Bella!” tegur ibu Bella dengan suara setengah berbisik sambil menarik-narik lengan Bella. Kemudian, mengulas senyum untuk Seno sebagai permintaan maaf.
Air muka Bella berubah seketika. Senyumnya luntur. Persis seperti riasan yang terguyur air hujan dan karena airnya terlalu dingin, wajah Bella berubah pucat. Tiba-tiba mendung kembali datang dan mengubah perasaan Bella seketika.
Bella melihat, Seno menatapnya penuh rasa bersalah dan rasa kasihan.
“Maaf saya harus bilang ini, Bell. Tapi, bukan saya yang akan dijodohkan sama kamu. Kamu sudah salah paham.”
DEG!
Hati Bella sudah tidak berbentuk lagi. Dadanya kembali sesak.
“Tapi, kenapa Bapak datang ke sini?” Bella bertanya dengan suara bergetar.
Belum sempat menjawab, rombongan yang bersama Seno mendekat. Mereka kompak memakai batik yang punya warna sama dengan yang dipakai Seno juga membawa beberapa barang berupa seserahan yang sudah dibungkus dalam kotak sedemikian rupa. Ada satu pria dewasa dengan pakaian berbeda dari yang lainnya. Dia memakai setelan jas rapi.
“Selamat malam Pak Beni,” sapa pria dewasa itu menjabat tangan ayah Bella. Mereka saling melempar senyum seperti sudah akrab.
“Selamat malam Pak Arman. Selamat datang di kediaman kami.”
Wajah Bella berubah semakin pucat. Seolah ada sesuatu yang menyumbat tenggorokannya.
“Ma, jangan bilang Bella dijodohkan sama Om-Om tua itu?!”
Semua orang terkejut mendengar seruan Bella. Termasuk dari pihak keluarganya yang lansung memberi tatapan teguran untuknya.
Memangnya Bella salah apa? Siapapun orangnya pasti akan terkejut dan menolak keras jika dijodohkan dengan pria tua seperti pria itu!
“Bella! Jaga ucapan kamu. Dia calon mertua kamu!”
Bella menutup mulutnya dengan telapak tangan, matanya membulat. Ia terkejut dengan ucapan ibunya.
Calon mertua?
Pria itu terkekeh untuk mencairkan suasana tegang.
“Tidak apa-apa. Saya paham saya kelihatan masih muda dan masih pantas untuk nikah lagi walau rambut dan kumis saya warnanya berubah putih,” kelakar pria itu disahuti tawa oleh yang lainnya kecuali Bella. “Loh, Seno di mana keponakan kamu tadi?” pria itu bertanya pada Seno dan yang ditanya menoleh kesana-kemari.
“Sebentar, Kak.” Seno baru akan beranjak mencari keberadaan keponakannya ketika suara keras terdengar.
“Aku di sini, Pa!” teriak seseorang dari belakang kerumunan. “Mana calon istriku?” Laki-laki berpakaian jas rapi itu membelah kerumunan sambil berlari.
Bella memekik dalam hati. “Dia kan cowok yang waktu itu?!”
Bella ingat jelas. Itu adalah cowok yang ia temui saat membeli seblak untuk Seno. Mengapa dia ada di sini?
“Kamu kenapa di sini?” Kali ini, suara itu berasal dari Evelyn.
“Evelyn, kamu kenal cowok itu?” tanya Bella mendapati Evelyn yang menatap ke arah cowok itu seolah sudah akrab.
“Kak, dia mantan yang aku ceritain.”
Evelyn meringis takut.
“Ma … mantan kamu yang aneh itu?”
Evelyn mengangguk dengan wajah setengah malu, entah karena apa. Sementara itu, Bella merasa ada sesuatu yang tidak beres. Firasatnya mulai tidak enak.
“Arsen, cepat perkenalkan diri kamu,” titah pria bernama Arman sembari menyenggol cowok di sebelahnya.
Cowok itu berdiri di samping pria bernama Arman sambil menegakkan badannya.
“Halo semuanya….” Cowok itu melambaikan tangan.
“Saya Arseno Salvador cowok SMA ganteng yang akan dijodohkan sama, eh---” Cowok itu menunjuk Bella.
“Mbak yang waktu itu, kan?” Senyumnya mengembang.
“Astaga, dunia emang sempit banget, ya? Saya Arseno, Mbak.” Cowok itu mengulurkan tangannya kepada Bella dan Bella menyambutnya dengan ragu.
“Saya yang akan dijodohkan sama Mbak.”
“APA?” Bella dan Evelyn memekik terkejut bersamaan.
Bella langsung menarik cepat tangannya.
Tidak! Ini pasti mimpi!
….