“Chris, tunggu.” Aku berlari mengejar Chris yang hendak masuk ke dalam rumah. Kemudian aku menutup pintu depan dan menyentuh bahunya.
“Kamu kenapa udah pergi duluan sih? Aku bisa jelasin semuanya,” lanjutku.
Chris membalikkan badan dan melihatku dengan tatapan tajam, “mau jelasin apa? Semuanya udah jelas tadi. Kamu adalah wanita terlabil dan berengsek yang pernah aku temui.”
“Kamu bilang aku berengsek? Michael datang ke café itu tanpa sepengetahuan aku. Dan soal dia yang megang wajah aku itu aku gak tau sama sekali, aku juga gak bisa menghindar. Tenaga dia kuat banget,” jelasku kepada Chris.
Chris berjalan ke arah ruang tv, lalu ia duduk di sofa. Aku mengikuti langkahnya dan duduk di sampingnya. “Gak bisa menghindar ya, kalau kamu memang cinta sama aku kamu bakal cari cara untuk menghindar dari laki – laki kurang ajar itu!”
“Aku udah cari cara untuk menghindar dari dia, tapi gagal. Dia terus – terusan datang ke rumah saat kamu lagi kerja. Dia selalu membawa masalah baru untukku, kemarin dia bawa ibu kandungku ke sini,” kataku, lalu aku menyentuh wajah Chris dan menatapnya dengan penuh harapan agar dia bisa memaafkanku atas kesalah pahaman yang terjadi.
“Oh, jadi ini kenapa kamu diam. Bisa – bisanya masalah sebesar ini kamu gak ngasih tau ke aku. Kamu nganggap aku ini siapa sih?” Chris menjauhkan dirinya, ia berjalan ke atas dan masuk ke dalam kamar.
Chris membuka lemari pakaian dan menyusun satu per satu baju ke dalam kopernya. Emosiku memuncak melihat Chris yang hendak pergi dari rumah sehingga aku membuyarkan lagi baju yang sudah tersusun di dalam koper.
“Kamu mau kemana sih? Kamu gak boleh pergi!” larangku.
“Michelle, aku butuh ketenangan. Jangan kamu cegah aku untuk pergi dari sini,” balas Chris.
“Ini kan semua salah paham, kenapa kamu langsung mau pergi sih?”
Aku memegang tangan Chris dengan kuat dan tanpa disadari air mataku jatuh membasahi pipiku.
“Aku butuh waktu untuk memikirkan semua ini,” jawab Chris.
“Mikirin semua ini? maksudnya apa?” tanyaku kebingungan.
“Mikir apakah mencintai kamu adalah keputusan yang tepat!” jawab Chris dengan nada tinggi.
Aku terkejut mendengar ucapan Chris, rasanya seperti jantungku berhenti berdetak. Aku tidak kuasa menahan sakit di hatiku saat ia mengatakan hal yang tidak ingin aku dengar. “Chris, aku gak ada maksud untuk nyakitin kamu. Aku gak selingkuh dengan Michael, kami cuma ngobrol aja tadi.”
Aku menggenggam tangannya, “aku gak mau kamu pergi dari hidup aku.”
Chris menarik tangannya dengan cepat, ia tidak menghiraukanku. Ia pergi begitu saja. Aku berusaha mengejarnya dan memohon agar ia tidak pergi dari rumah.
“Stop, aku bukan hanya marah soal Michael tapi juga karena kamu yang menyimpan rahasia besar dari aku.”
“Rahasia besar? Bukannya aku udah bilang tadi kalau aku mau menyelesaikan masalah ini sendirian, bukan berarti aku nyimpan rahasia. Aku mau menyelesaikan masalahku sendiri kali ini, aku gak mau ngerepotin kamu terus.” Jelasku.
Chris membuka pintu depan, ia berhenti sejenak, “aku bukan memutuskan hubungan kita, tapi lebih baik aku sendirian dulu sampai pikiranku benar – benar jernih.” Lalu ia berjalan dan masuk ke dalam mobil yang ia pakirkan di pinggir jalan tepat di depan rumah.
Aku hanya bisa menyaksikan kepergiannya. Aku tidak bisa menahan Chris untuk tidak pergi. Rasanya sakit sekali, padahal aku sudah mencoba menjadi manusia yang lebih baik lagi tapi tetap saja gagal.
Aku melihat mobil Chris yang perlahan – lahan hilang dari penglihatanku. Lalu mataku tertuju kepada Michael yang berdiri seraya menyandar di tiang besi di sebrang jalan. Ia menyaksikan semuanya sedari tadi.
Michael berjalan ke arahku, lalu dengan cepat aku menutup pintu. Tapi sialnya aku kurang cepat, ia berhasil menahan pintu agar tidak tertutup. “Boleh aku masuk?” tanya Michael.
“Gak. Kamu gak boleh masuk ke dalam,” jawabku.
“Aku tau kamu pasti kesal denganku sekarang, tapi aku cuma mau menemani kamu malam ini. Walaupun hubungan kita sedang tidak baik sekarang tapi apa kamu lupa kalau kamu pernah mengandung anakku?”
Senjata yang ia keluarkan adalah memori masa lalu kami berdua, hal yang meluluhkan hatiku. Tanpa sepatah kata pun aku membuka pintu dan membiarkan laki – laki ini masuk ke dalam rumah. Aku tau ini adalah keputusan yang salah, tapi aku pikir tidak ada salahnya membiarkan dia masuk. Bagaimanapun juga Michael adalah temanku sekarang.
Aku dan Michael duduk di sofa sambil menikmati segelas kopi yang aku buat. Michael belum berbicara sejak ia masuk ke dalam rumah, ia hanya memperhatikanku yang sedang melamun.
“Kamu mau bicara apa?” tanyaku memecah kesunyian.
“Gak ada hal yang mau aku bicarakan sekarang. Aku cuma mau menemani kamu, aku tau kamu butuh seseorang sekarang.” Jawab Michael.
Michael benar, aku butuh teman sekarang. Tapi kali ini aku harus berusaha untuk menahan diriku agar tidak terlena dengan rayuan Michael.
“Kamu mau makan gak?” tanya Michael kepadaku.
“Jam segini kamu nawarin makanan?” aku membalikkan pertanyaan kepada Michael.
“Ya gak apa – apa kan, aku lapar sekarang. Kamu punya makanan apa?” Michael beranjak dari sofa dan pergi ke dapur. Aku tidak mengikutinya, aku hanya berdiam diri dan duduk di sofa.
Tidak lama kemudian ia membawa satu piring besar pizza yang telah di hangatkan di microwave dan menyajikkannya di hadapanku. “untung aja kamu punya pizza di kulkas.”
Michael melahap pizza tersebut dengan nikmat, itu membuatku yang sedang tidak memiliki nafsu makan menjadi lapar. Aku mengambil sepotong pizza dan memakannya sampai habis.
Michael tersenyum melihatku yang makan dengan lahap, lalu ia membersihkan saus keju di bibirku menggunakan ibu jarinya, “kamu makan pasti blepotan.”
“Gak usah perhatian gitu sama aku,” kataku kepada Michael seraya menjauhkan diriku darinya.
“Emang salah ya ngasih perhatian ke teman?”
“Enggak salah, tapi perhatian yang kamu kasih ke aku itu sudah lebih dari teman,” jelasku.
Michael tidak membalas perkataanku, malahan ia mendekatiku. Jarak kami hanya 4 cm sekarang, rasanya badanku kaku dan tidak bisa digerakkan. Tanpa meminta izin terlebih dulu ia langsung mencium bibirku. Aku terkejut bukan main, aku berusaha mendorongnya tetapi tenaganya sangat kuat sehingga aku hanya bisa pasrah.
Suara tepuk tangan tiba – tiba mengagetkanku. Ternyata Chris menyaksikan Michael yang menciumku secara paksa. Dengan cepat aku mendorong Michael dan beranjak dari sofa.
Kemarahan terpancarkan dengan sangat jelas dari wajahnya, ia kemudian langsung menghajar Michael. Chris melayangkan tinjuan tepat di wajah pria yang tengah duduk di sofa.
“Dasar b******n! Kenapa lu maksa nyium Michelle?” murka Chris.
Michael tersenyum sarkas, “karena gue cinta sama dia.”
“Dasar gak tau diri, dia udah milih gue jadi stop untuk dekat – dekat dengan dia lagi!” Chris kembali menonjok wajah temannya itu.
“Mau secinta apapun lu sama Michelle, gak akan ngerubah kenyataan kalau dia pernah mengandung anak gue!” balas Michael.