Chris dan Mom

2313 Words
Terdengar langkah kaki ibuku yang semakin dekat. Kemudian ia membuka pintu. Saat ini hanya bisa pasrah dan menyerahkan semuanya kepada tuhan. Aku takut ibuku marah.   “Michelle ?” Ibuku menatapku, kemudian tatapannya beralih pada pria disampingku ini. “Loh, Kamu ?” Ibuku menunjukkan jarinya pada Chris. “Iya dia, nolongin aku tadi diganggu preman.”   Ibuku berjalan lebih dekat dan langsung tersenyum pada Chris. “ Kamu lagi ya, ketemu lagi kita.” Ucap ibuku “ Dr. kusumo.” Chris tersenyum dan memeluk ibuku.   Ini adalah momen paling membingungkan yang pernah terjadi dihidupku. Jadi ibuku dan Chris saling kenal? Astaga.   “Kalian saling kenal ?” tanyaku. “Iya, ini kan yang tadi mom cerita.” Jawab ibuku.   Aku mengingat – ingat cerita apa saja yang ibuku katakan malam ini. “Ohh.”   Ibuku mendekati dan memegang lengan laki – laki itu. “ Jadi tadi pagi tu ya untung ada Chris yang bawa anak itu kerumah sakit. Berkat Chris anak itu jadi gak terlalu parah lukanya.” Puji ibuku. “Gak kok. Ini kewajiban saya sebagai manusia, harus saling tolong menolong.” Jawab Chris.   Mendengar jawaban Chris, wajah ibuku terlihat bangga. Dan aku akui Chris ini tampan dan hot. Sejujurnya, Chris lebih memberi kesan seksi karena stylenya yang seperti anak motor kalau Michael lebih kemisterius dengan ekspresi wajahnya yang jarang tersenyum. Ah, sudahlah. Kenapa pula jadi membanding – bandingkan mereka berdua.   “Oiya, Kantor kamu deket dengan Aspro University kan ?” Tanya ibuku. “Iya, bener. Rumah saya juga didaerah sini makanya tadi bisa ketemu sama Michelle.” “Nah, Michelle kan tiap hari naik bus kekampus, gimana kalau kamu anterin dia kan searah sama kantor kamu. mau gak ?” “Ih, mom! Gak enak dong.” Ujarku. “Ide bagus itu. Saya seneng banget kalau dikasih kesempatan bisa berteman dengan Michelle.” Chris tersenyum dan menatapku. “Makasih ya Chris. Pulangnya biar dia sendiri aja, biar gak terlalu repot.” Ucap ibuku.               Chris mengangguk.             “Oke, kalau gitu sampai ketemu besok pagi Michelle. Bye Dr. kusumo, Michelle.” Ia melambaikan tangannya kepadaku.             “Bye.”               Setelah menunggu Chris pulang aku masuk kedalam rumah. Aku langsung duduk disofa mengambil cemilan yang aku beli tadi. Ibuku ikut duduk disampingku.                         “Chris itu baik banget. Cocok sama kamu.” Kata Ibuku sambil menonton tv.             “Kita baru ketemu Chris hari ini mom. Tau dari mana kalau dia baik ?” Tanyaku.             “Ya taulah. Apasih yang mom gak tau.” Jawab ibuku dengan santai.             “Oke deh. Aku mau tidur dulu kalau gitu. Good night mom.”             “Night.”               Paginya aku sarapan seperti biasa. Namun hari ini pastinya berbeda dari hari sebelumnya. Karena ini hari pertama Chris mengantarka aku ke kampus. Aku penasaran apa yang dipikirkan ibuku saat meminta Chris untuk mengantarkan aku setiap pagi.                           Ibuku tidak pernah sepercaya ini dengan orang asing terutama seorang laki – laki. Tahun lalu, ibuku sangat dingin dengan pria yang sedang mendekatiku sampai – sampai pria pengecut itu menjauhiku. Sepertinya karisma seorang Chris Armando telah meluluhkan hati ibuku.                         Aku yang tengah menyantap sarapanku, tersontak melihat ibuku yang memasukkan roti kedalam sebuah tempat makan. Karena ia tidak pernah memberiku bekal seperti itu.                         “Itu untuk siapa mom ?” Tanyaku.             “Siapa lagi kalau bukan Chris.” Jawab ibuku.             “Dia tinggal sendirian. Pasti dia belum sarapan.” Lanjutnya.             “Loh, memang orang tuanya kemana ?”             “Di Indonesia.”             “Wow, kayaknya mom udah tau banget soal Chris ya ?”             “Iya kan dia keponakannya kerabat mom, lupa ya?”                         Aku mengangguk mendengar jawaban yang diucapkan oleh ibu. Keramahan ibu dengan Chris membuatku berpikir sesuatu. Jika Ibuku sangat suka dengan Chris, otomatis ia akan memperbolehkanku pacaran. Tunggu, aku tidak akan mau berpacaran dengan Chris ataupun Michael. Lagi pula, mereka berdua adalah sepertinya pria sibuk dan tidak mungkin mau dengan anak kuliahan sepertiku. Aku juga tidak mau membuang prinsip ‘Anti cinta’ku demi mereka berdua.               Bel pun berbunyi. Dengan segera aku membuka pintu. Aku terdiam sesaat. Chris mengenakan kaos polos hitam, memamerkan tattoo ditangan kanannya. Celana jeans yang ia kenakan menambah aksen badboy pada dirinya.               “Michelle ? kok bengong?” Ia menjentikkan jari didepan wajahku.             “Chris. Pagi, maklum efek ngantuk nih.” Jawabku bohong. Sekali lagi, aku terpesona dengan laki – laki dihadapanku ini.               Ibuku berjalan dari dapur dengan tote bag berisi kotak makanan yang ia siapkan tadi. Dengan wajah ceria ia menyambut kedatangan Chris.               “Ini buat kamu Chris. Untuk sarapan.” Ibuku langsung memberikannya kepada Chris,             “Dokter tau aja saya belum sarapan. Makasih ya.” Chris terlihat sangat senang akan sarapan yang diberikan ibuku.             “Jangan manggil dokter dong, tante aja.”             “Oke tante.”               Aku mengambil tas bahu pinkku yang aku letakkan disofa tadi. Dan menghabiskan segelas s**u yang belum sempat aku minum karena kedatangan Chris.               “Kami pergi dulu ya tante.” Ucap Chris.             “Oke. Hati – hati dijalan ya kalian.”             “Siap mom.”               Kami berjalan kemotor yang Chris parkirkan didepan rumahku.             “Ini helm kamu.” Ia memberikanku helm berwarna pink.             “Ini helm punya kamu ?” Tanyaku penasaran.             “Iya, tapi tadinya ini warna abu – abu. Aku cat jadi pink tadi malem.” Chris menggaruk kepalanya.             “Seriusan ?”Aku mengambil helm itu dan memandangi setiap sisi benda ini.             “Kamu suka ?” Tanya Chris.             “Iya, suka banget. Catnya rapi banget.” Aku langsung memakai helm itu.                         Tanpa disangka – sangka Chris langsung memasang pengait helmku.             “Bagus deh kalau kamu suka, soalnya ini buat kamu.”             “Makasih ya.”                         “Ayo.” Ajaknya.               Aku menaiki motor itu sambil memegang bahunya untuk mencegah hal yang tidak diinginkan seperti jatuh atau tersandung. Aku tidak akan membiarkan diriku jatuh dihadapan dia.                         “Pegang yang erat.” Ujarnya seraya menaruh kedua tanganku dipinggangnya.                         Saat diperjalanan, ia mengendarai motor dengan sangat hati – hati. Chris tidak memotong jalur satupun kendaraan, sepertinya dia terlalu menuruti nasihat ibuku tadi.                         “Kamu suka gak naik motor ?” Tanya Chris.             “Suka kok.” Jawabku.             “Kalau kamu gak suka, aku besok bawa mobil aja.”             “Gak ah, motor aja lebih asik.” Kataku dengan volume suara yang agak keras untuk melawan arus angin.             “Hahaha. Oke.”                         “Btw, Kamu kerja dimana ?”  Tanyaku.             “Aku di Armand Autocar.”             “Wow. Dibagian apa ?” Aku semakin penasaran dengan pekerjaannya.             “Aku CEO nya.”               Jawabannya membuatku kaget. Berarti dia sama seperti Michael, seorang CEO. Tapi mereka memiliki gaya dan sifat yang berbeda.               “Ngomong – ngomong, tumben loh mom baik ke seorang cowok, biasanya dia kalau ngeliat aku dengan cowok langsung dia jutek.” Ucapku             “Oh ya? mungkin karena aku punya aura good boy.”  Jawabnya.             “Hahaha. Kebalikannya kali, kamu kayak bad boy.”             “Hahaha. Jauh banget.” Chris tertawa.             “Kamu pasti punya banyak pacar kan ?” Tanyaku.             “No. I’m single.” Jawabnya singkat             “Gak mungkin banget. Jawab jujur.”             “Kamu kocak juga ya. orang udah jawab jujur dibilang bohong. Kamu kali yang punya pacar.” Ucapnya.               Chris memberhentikan motornya tepat saat lampu lalu lintas berganti merah. Ia membuka kaca helmnya dan memiringkan badan. Kemudian ia melihatku. Sorotan tajam matanya seketika meluluhkan hatiku. Entah sampai kapan aku bisa menahan hatiku agar tidak jatuh cinta kepadanya.             “Are you single?” Tanya Chris dengan nada datar. Suaranya yang berat memperkuat kesan ‘Bad boy’ pada dirinya.               Aku berusaha menghilangkan perasaan gugupku dan menjawab             “Yes, I am.”               Beberapa menit kemudian, akhirnya kami sampai dikampus. Chris memberhentikan motornya tepat didepan pintu masuk. Aku bisa melihat Chloe dan Harumi yang sedang berbincang di depan lobby gedung fakultasku.                         Saat aku hendak melepaskan helmku, Chris dengan sigap menolongku dan membukakannya untukku.             “Makasih.”             “Nanti kalau kamu mau mintak dijemput pulang, telfon aku ya.” Ucapnya seraya membuka kaca helmnya.             “Aku gak mau ngerepotin kamu. Kamu pasti sibuk.”             “Enggak juga. Pokoknya kalau kamu mau dijemput pulang telfon aja ya.”             “Oke, siap. Hati – hati ya.”             “Iya.”   Aku berjalan masuk, aku melihat Chloe dan Harumi saling tersenyum seraya melihatku. Pasti mereka melihat aku turun dari motor Chris tadi. Aku yakin mereka sedang membicarakan sesuatu tentang aku.   “Wih, ada yang dianterin sama cowok nih.” Ucap Harumi. “Iya, mana kelihatannya ganteng lagi. Yah, walaupun pakai helm sih. Tapi tetep ganteng.” Sambung Chloe. “Itu cuma temen guys, chill.” Aku berjalan kearah kelas diikuti mereka berdua. “Ya ya ya, kami percaya.” Kata Harumi dengan nada mengejek.   Aku menyembunyikan senyumanku dan berusaha untuk tetap tenang. “Gak mungkin kan aku pacaran. Lagian kalian lupa kalau aku gak mau pacaran sampai aku lulus kuliah.” “Tapi kali ini beda. Aura lu itu memancarkan kalau lu lagi berbunga – bunga.” Jelas Chloe seraya berjalan kearah tempat duduk kami.   “Mungkin lu bisa bohongin kita, tapi lu gak bisa bohongin diri lu sendiri.” Kata Harumi.   Aku hanya diam mendengar ucapan Harumi. Aku tidak mau memikirkan masalah Chris dan Michael. Aku mencoba fokus ke kuliah hari ini.   Seperti biasa, aku duduk disamping Harumi dan Chloe. Kelas yang sangat luas dengan letak bangku yang bertingkat membantuku untuk fokus kepelajaran hari ini. aku mencoba membaca buku sembari menunggu dosen  dan mengabaikan Chloe dan Harumi yang sedang berbincang tentang seorang mahasiswa tampan yang duduk 2 baris didepan kami.   Tiba – tiba ponselku bergetar. Ternyata Michael mengirimkan sebuah foto ia bersama rekan – rekannya. Ia mengatakan jika aku magang di perusahaannya aku akan berkesempatan memiliki relasi yang sangat menguntungkan masa depanku.   Aku penasaran, kenapa Michael perhatian kepadaku seperti ini. Apa dia suka sama aku ? tapi tidak mungkin kan seorang CEO seperti Michael tertarik dengan mahasiswa seperti aku. Ia bisa mendapatkan seorang model atau artis yang jauh lebih cantik. Ya, mungkin ini hanya seperti perhatian seorang teman.    Kemudian muncul lagi chat dari Chris. “Aku punya ide, gimana kalau abis kamu kuliah kita jalan – jalan ?” “Kemana ?” Tanyaku. “Kita ke supermarket belanja makanan.” “Untuk apa ?” aku penasaran. “Aku mau masakin kamu sesuatu.” Jawabnya.   Usahaku untuk fokus kekuliah hari ini gagal total, aku dibuat gila oleh Chris. Dia mau masak untuk aku ?. Jadi aku akan kerumahnya hari ini ?.   “Jadi kita kerumah kamu nanti ?” tanyaku. “Iya. Kamu mau kan ?” “Iya. Tapi aku gak tau kalo mom bolehin atau enggak.” “Bolehin kok. Sebelum aku chat kamu, aku udah minta izin tadi.” “Oke kalau gitu.”   Hatiku senang karena Chris terlihat sangat niat untuk menghabiskan waktu denganku sampai meminta izin kepada ibu. Ini pertama kalinya aku tidak sabar untuk cepat – cepat menyelesaikan kuliah hari ini hanya untuk bertemu seorang pria.   “Ada yang lagi berbunga – bunga ni.” Kata Chloe seraya melihatku. “Haha, apasih.” Aku mengelak.   “Asik –“ Ucapan Harumi terhenti saat dosen memasuki ruang kelas. Mr. Marshal sepertinya keberuntunganku hari ini. Ia menyelamatkanku dari teman – teman yang sangat kepo. Aku tidak mau memberitahu mereka lebih detail tentang Chris. Karena aku tidak mau mereka memiliki ekspektasi lebih soal aku dan Chris.   Waktu demi waktu berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Hari ini jadwalku tidak terlalu padat. Aku segera memberitahu Chris untuk menjemputku. Tidak membutuhkan waktu lama untuk dia membalas pesanku.   “15 menit lagi aku sampai. See you soon.” Tulisnya. “Hati – hati.” Kataku.   Aku, Harumi dan Chloe berjalan ke halaman fakultas. Kami bertiga duduk di kursi taman tepat dibawah pohon.   “Jadi kita gak perlu hangout abis ini ?” Tanya Harumi. “Aku gak bisa, ada urusan nih.” Jawab Chloe. “Aku juga.” Kataku. “Oke kalau gitu. Aku pulang ya.” Harumi tegak dari duduknya dan melambaikan tangan kepadaku. “Aku juga nih. Bye guys.” Ujar Chloe seraya tersenyum kepadaku.   Aku melambaikan tangan kepada mereka berdua. Untung saja mereka pulang duluan, jadi aku tidak perlu mempertemukan mereka dengan Chris.               Sembari menunggu aku memainkan mini games dihpku. Games puzzle kesukaanku. Namun, aku terhenti ketika seorang pria memanggilku. Aku menoleh dan ternyata itu Michael.               “Hei, ngapain kamu disini sendirian ?” Tanya Michael. Kemudian ia duduk disampingku.             “Hei, aku lagi nunggu dijemput.” Jawabku.             “Oh, dengan siapa ?”             “Pacar ?” Lanjutnya.             “Haha, bukan kok.”               Michael membuka sebuah map biru dan memberikan kepadaku sebuah foto dan beberapa formulir.               “Apa ini ?” Tanyaku penasaran.             “Tentang magang.”               Aku terkejut sekaligus bingung dengannya. Ia terlihat sangat ingin aku untuk magang di perusahaannya. Ya, ini hal bagus. Tapi aku heran kenapa seorang CEO seperti dia ,au repot - repot memberikanku info magang seperti ini.               “Wah, kamu gak perlu repot – repot kayak gini, aku bisa cari sendiri di internet. Tapi, thanks ya.” Aku mengambil map itu dan memasukkannya ketasku.             “Gak repot kok. Aku seneng aja kalau kamu bisa magang di perusahaanku.” Ujar Michael.             “Gimana kalau kita ngomongin soal ini di kafe nanti sore ?” Tanya Michael.             “Hmm. Maaf aku gak bisa.”             “Ohh, oke. Gak apa – apa, mungkin lain kali.”               Kemudian Chris dengan jaket kulit hitamnya menghampiriku dan Michael, ia melepaskan kacamata hitamnya dan tersenyum kepadaku.                         “Chris.” Sapaku.             “Kok kamu tau aku duduk disini ? kenapa gak nelfon dulu ?” lanjutku.             “Aku udah nelfon, tapi gak diangkat.”             “Oh iya, maaf ya.”               Raut wajah Chris berubah ketika ia melihat Michael. Michael pun juga sama. Mereka berdua terlihat emosi.               “Ah, gue gak tau kalau Chris Armando juga suka sama anak kuliahan.” Ujar Michael.             “Yang seharusnya ngomong itu gue. Lu kan yang megang kampus ini sekarang dan lu malah berduaan sama mahasiswa sendiri disini. Lagian gue mau ngedeketin siapa aja bukan urusan lu.” Jawab Chris.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD