Michael beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Chris yang berdiri tidak jauh dari hadapannya. Michael memandang Chris dengan penuh kebencian. Begitu pun sebaliknya, Chris memberi tatapan tajam kepada Michael seolah – olah menantang musuhnya untuk berkelahi. Dengan sigap aku memisahkan mereka berdua.
“Eh, udah dong. Ini kan kampus.” Aku memisahkan mereka dengan kedua tanganku yang mendorong pelan mereka.
“Michael, thanks ya infonya. Aku pulang dulu.” Lanjutku. Aku menggandeng tangan Chris dan menariknya pelan agar dia berjalan mengikutiku. Aku tidak sabar untuk melontarkan pertanyaan – pertanyaan tentang perseteruan diantara mereka.
“Aku minta maaf ya. Gara – gara aku kamu jadi harus ngeliat perdebatan yang gak penting tadi.” Ucap Michael.
“Bukan salah kamu kok. Tapi aku penasaran deh, ada apa sih diantara kalian berdua ?” Tanyaku,
“Nanti aku jelasin ya.” Jawab Chris singkat.
“Oke.”
Kami berjalan keparkiran yang letaknya hanya beberapa meter dari halaman kampus. Chris mengeluarkan kunci mobil dari sakunya. Aku mengikutinya berjalan menuju mobil rubicon putih. Dan dia membukakan pintu untukku.
“Aku gak tau kalau kamu bawa mobil.” Kataku seraya masuk kemobil.
“Iya kan kita mau belanja. Lagian siang ini panas banget, aku gak mau kamu kepanasan.” Ucap Chris lalu menutup pintu mobil.
Aku baru tau Chris adalah orang yang peka terhadap keadaan. Sepertinya dia adalah tipe cowok yang perhatian dan manis.
“Jangan lupa seat beltnya.” Chris memasangkan seat beltku tanpa aku minta.
“Aku bisa pasang sendiri haha.”
“Gak. Aku yang harus pasangin.” Chris tersenyum.
Saat bersama Chris, aku melupakan segala hal termasuk Michael. Kemarin aku baru saja terpesona dengan Michael sekarang aku seperti cewek labil yang cepat berubah haluan.
Sepanjang perjalanan kami menuju supermarket, aku dan Chris tidak berbicara banyak. Hanya obrolan seputar masakan apa yang akan ia masak. Dia juga menanyakan makanan kesukaanku, aku menjawab pizza. Karena ia tidak mungkin memasak pizza karena repot dan aku juga bosan. Akhirnya aku memutuskan agar kita membuat cumi – cumi saus pedas. Makanan kesukaan nomor duaku.
Setelah memarkirkan mobil, kami berdua masuk kesupermarket. Lokasi supermarket ini tidak jauh dari rumah Chris dan aku. Masih terletak di area yang sama. Aku belum pernah berbelanja dengan seorang laki – laki sebelumnya, yang mana ini membuatku agak kebingungan. Aku takut salah tingkah atau melakukan hal memalukan didepan Chris.
Lamunanku dibuyarkan oleh Chris yang tiba – tiba menggandeng tanganku. Aku tidak akan berkomentar apapun soal ini dan berusaha bersikap tenang.
“Kita pilih troli aja kali ya, jangan keranjang. Biar gak berat.” Ujar Chris seraya menarik troli. Aku hanya mengangguk.
“Makanan kesukaan kamu apa Chris ?” Tanyaku.
“Hmm, banyak sih. Tapi aku suka seafood juga sama kayak kamu.” Jawabnya.
“Pilih salah satu biar kapan – kapan aku bisa masakin kamu juga.”
“Oke. Aku suka brownies coklat. Suka banget.”
“Aku juga.” Kataku.
“Serius ? kapan – kapan buat yuk.”Ajaknya.
“Boleh. Pasti seru.” Aku sangat senang dengan ajakannya. Pasti akan sangat seru jika aku bisa baking kue bareng dengan Chris. Ya, walaupun aku kurang tau cara buat kue yang enak gimana tanpa bantuan ibuku tapi aku bisa berusaha belajar demi Chris.
‘Apa yang aku pikirin sih? Kenapa jadi mikirin Chris’ Batinku.
Kami lanjut memilih – milih bahan apa saja yang akan kami butuhkan untuk masak nanti. Chris mengambil merica, cabai, saus tomat, saus sambal, dan cumi – cumi. Sementara aku hanya melihat dan mengamati dia. Aku tidak tau apa saja yang akan dibutuhkan karena aku jarang memasak.
“Sorry ya, aku gak tau apa aja yang dibutuhin.” Kataku.
Chris meletakkan botol saus yang dipegangnya ke rak dan membalikkan badannya. Ia menatapku dan tersenyum.
“Please, jangan ngomong sorry. Kamu akan jadi princess hari ini.”
Aku tersenyum mendengar perkataannya itu. ‘Princess?’.
“Haha jangan gitu dong, nanti ada yang marah loh.” Tanpa sadar aku mengatakan hal yang seharusnya tidak boleh keluar dari mulutku. Aku langsung menutup mulutku dengan tangan.
Chris menunduk malu dan menahan tawanya.
“Kamu bisa aja. Aku single.” Ujar Chris.
‘Yes.’ Batinku.
“Kalau kamu ?” Tanya Chris.
“Aku juga.” Aku berjalan dan mengambil sebotol kecap asin yang tidak diperlukan untuk masak agar dia tidak melihat ekspresi wajahku yang bahagia ini.
“Kita gak butuh kecap asin Michelle.” Kata Chris.
“Ohh, iya emang. Aku cuma ngeliat aja.” Aku menaruh kembali benda tersebut dan lanjut berjalan entah kemana.
Seraya kami berjalan, aku teringat dengan perdebatan antara Michael dan Chris tadi. Aku harus menanyakan hal itu lagi. Aku sangat penasaran.
“Ngomong – ngomong, kamu sama Michael tadi kenapa ? katanya tadi mau jelasin.”
“Aku sama Michael saingan bisnis dan juga ada masalah lain yang sampai sekarang belum selesai.” Jawab Chris.
“Masalah apa ?”
“Jadi dia salah paham gitu. Dulu aku pernah pacaran dengan mantannya. Dia nuduh aku selingkuh dengan mantannya padahal enggak.” Jelas Chris.
“Ohh. Kamu udah jelasin gak ke dia kalau itu cuma salah paham?”Tanyaku seraya mendorong troli.
“Udah. Berkali – kali tapi tetep aja dia gak percaya. Dia itu orangnya keras kepala dan dingin. Aku udah nyoba baik sama dia tapi dia malah milih untuk musuhan sama aku. Aku juga udah muak sama dia.” Jelas Chris.
Aku tidak mau menyimpulkan apapun sekarang karena aku baru mendengar masalah ini dari satu pihak. Aku juga tidak mau ikut campur tentang permasalahan mereka berdua. Tapi yang aku tangkap dari hal ini adalah Michael memang orang yang dingin kepada hampir semua mahasiswa kecuali dengan aku dan teman – temanku.
“Kamu mau ini gak ?” Tawar Chris dengan sebatang white chocolate ditangannya.
“Itu coklat kesukaan aku. Aku suka banget white chocolate.” Aku langsung mengambil coklat itu dari tangannya dan memasukkan ke troli.
“Aku juga suka banget.” Kata Chris.
‘Suka sama White chocolate ini?”
“Bukan. Sama kamu.” Ucap Chris. Ia langsung mendekatiku. Jarak kami hanya 5cm sekarang. Ia menundukkan kepalanya dan melihatku. Aku agak mendongak. Ia terlihat sangat tinggi sekali dijarak yang dekat seperti ini.
Kemudian Chris memengang rambutku. Jantungku berdebar sangat kencang. Aku tidak tau apa yang akan dia lakukan padaku. Aku hanya pasrah dan diam. Tidak berontak.
“Ini ada bulu dirambut kamu.” Chris mengambil benda itu dari rambutku.
Astaga, aku pikir dia akan menciumku. Tampaknya aku harus menghilangkan rasa terlalu percaya diri ini dari sekarang.
“Oh, haha. Bulu dari mana sih ini? aneh.” Aku tertawa menutupi rasa malu.
“Hahaha.”
“Ini semua bahan udah. Tinggal cumi – cumi lagi dan sayuran.” Lanjut Chris.
Kami berdua berjalan menuju bagian Seafood. Chris memilih – milih Cumi – cumi yang besar dan ia membeli cukup banyak. Terakhir kami mengambil sayuran sawi dan selada untuk menemani menu utama.
Sesudah mengambil semua bahan – bahan untuk memasak. Kami berjalan kekasir yang untungnya tidak ramai dan kami bisa cepat membayar tanpa harus mengantri.
“Chris ?” Sapa seorang wanita yang berada persis dibelakang kami.
Wanita itu sangat cantik. Ia memakai baju crop top putih serta shortpants. Rambutnya pirang dan lurus sepinggang. Lipstick merahnya memperkuat kesan seksi.
“Kiara.” Chris menyapa balik wanita itu.
“Kok bisa ketemu disini ya ?”
“Ini pacar baru kamu ?” Tanya Kiara.
Wajah Chris seketika berubah menjadi tidak nyaman ketika bertemu dengan Kiara. Aku penasaran siapa sebenarnya wanita ini.
“Bukan. Kenalin ini Michelle. Michelle ini Kiara mantan pacar aku.”
“Hai. Aku Michelle.” Kataku seraya tersenyum.
Dengan angkuhnya Kiara tidak menyapaku balik. Ia malah memperhatikanku dari ujung sepatu sampai kepalaku. Tatapan sinisnya membuat aku muak dan ingin cepat – cepat pergi dari hadapannya. Apakah dia adalah mantan Michael juga ?
“Ah, Chris emang paling the best ya. Kamu pasti mau masak ya ? Aku kangen banget dengan masakan kamu.” Kiara memegang bahu Chris.
“Hmm. Iya. Yaudah ya aku duluan. Yuk Michelle.” Chris membayar belanjaan kami dan menaruh semuanya ke troli dan kami meninggalkan Kiara.
“Itu mantannya Michael juga ?” Tanyaku.
“Iya. Jangan bahas itu. Mereka gak penting.” Jawab Chris.
“Oke. Maaf.” Ucapku.
Aku menaruh barang belanjaan kebagasi namun Chris mengambil belanjaan yang aku pegang.
“Kamu tugasnya duduk aja dimobil ya. Ini berat.” Kata Chris.
“Enggak ah, gak berat.” Bantahku.
“Udah sana. masuk” Kata Chris. Lalu ia tersenyum.
Waktu berlalu, kami akhirnya sampai di rumah Chris. Rumah mewah berwarna abu – abu dengan konsep modern yang sering aku lewati ini ternyata rumah milik Chris. Setelah Chris memarkirkan mobil di depan rumahnya kami berdua masuk kedalam. Terdapat beberapa lukisan abstrak yang menghiasi dinding ruangan serta sofa berawarna putih yang memperkuat kesan modern.
“Kamu duduk aja.” Perintah Chris.
“Enggak ah. Aku mau liat kamu masak.” Kataku.
“Oke kalau gitu. Aku ganti baju dulu.” Chris menaiki tangga kelantai dua menuju kamarnya.
Sembari menunggu Chris aku melihat – lihat beberapa foto yang diletakkan diatas perapian . Salah satu foto keluarga Chris menarik perhatianku. Keluarga mereka tampak harmonis. Ternyata Chris mempunyai adik perempuan yang sudah remaja. Adiknya cantik dan memiliki warna rambut serupa dengan Chris yaitu coklat muda.
“Itu foto keluargaku.” Ucap Chris yang sedang turun dari tangga.
“Ini adik kamu ?” Tanyaku.
“Iya.Dia baru masuk kuliah di inggris tahun ini.”
“Yaudah yuk. Kita kedapur.” Ajak Chris.
Aku mengikutinya berjalan menuju Dapur. Rumah Chris sangat rapi dan bersih. Dapurnya sangat cantik dengan keramik marble. Lalu Chris mengeluarkan barang – barang belanjaan tadi.
“Kamu tinggal sendiri ?” Tanyaku seraya membantu Chris mengeluarkan barang belanjaan.
“Iya. Keluargaku jarang ke Amerika, paling dua kali setahun.” Jawab Chris.
Saat Aku dan Chris mengambil barang – barang belanja, tidak sengaja tangan kami bersentuhan. Kami langsung bertatapan. Rasanya seperti tersetrum aliran listrik yang sangat tinggi. Aku langsung menarik tanganku. Chris juga tidak berkomentar tentang kejadian barusan. Kemudian Chris mulai memasak dan aku membantunya untuk memotong sayuran.
Ketika aku sedang fokus memotong sayuran, aku merasa seseorang sedang memperhatikanku. Ya, Chris melihatku cukup lama. Aku tersenyum.
“Kamu ngapain ngeliatin aku kayak gitu?” Aku tersenyum.
“Kamu cantik makanya aku jadi salah fokus.” Jawab Chris.
Seketika aku terdiam mendengar jawabannya.
‘Dia muji aku cantik?’ batinku.
Tanpa aku sadari jariku terkena pisau dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Chris langsung panik dan mengambil first aid kit dari laci counter dapur.
“Michelle kamu harus hati – hati dong.”
“Lain kali fokus kalau lagi megang benda tajam kayak gitu.” Lanjut Chris.
‘Bagaimana aku bisa fokus kalau dia yang tampan ini memujiku seperti itu.’ Batinku.
“Aduh, sakit.” Keluhku.
“Jangan gerak. Sini duduk.” Chris menggeser bangku untuk aku duduki.
Chris mengoleskan obat luka dan meniup lukaku dengan lembut. Aku bisa mencium aroma shampoonya karena posisinya sangat dekat denganku sekarang. Aroma mint dari rambutnya berhasil membuatku rileks.
Setelah membalut lukaku, Chris menatapku. Jarak kami hanya 3cm sekarang. Aku bisa melihat warna matanya dengan jelas, yaitu coklat muda senada dengan rambutnya namun lebih terang. Sangat indah.
“Thanks.”Kataku.
“No problem.”
“Karena jari kamu luka, kamu sekarang tonton aja. Jangan bergerak. Ngerti ?” Perintah Chris.
“Okay sir.”
Waktu berjalan hingga menunjukkan pukul 18.00 sore. Hanya membutuhkan waktu satu jam untuk Chris memasak. Selama dia memasak, kami mengobrol tentang tempat favoritenya di Indonesia. Ternyata dia sangat suka traveling. Dia juga sangat ingin memelihara anjing atau kucing namun tidak bisa karena takut tidak ada yang bisa mengurus peliharaannya ketika ia sedang bekerja.
Kami berdua sekarang berada di ruang makan. Meja ini cukup besar dan terdapat 6 kursi kayu jati dengan alas sofa yang nyaman. Chris duduk didepanku. Kami saling berhadapan. Semua makanan berada didepan kami.
“Wow. Dari wanginya aja udah enak. Kamu kenapa gak jadi chef aja ?” Aku melihat cumi – cumi yang besar dan sangat menggoda, Dengan saus kental berwarna merah gelap membuat aku tidak sabar untuk menyantapnya.
“Bisa aja kamu. Coba cicip dong.” Pinta Chris.
Aku mengambil sepotong cumi – cumi serta saus pedas dan memasukkannya kedalam mulutku.
“Wow. Ini enak banget.” Pujiku.
“Serius?” Chris terlihat senang dengan pujianku.
“Iya, serius.”
Aku memejamkan mataku untuk fokus pada rasa enak hidangan cumi – cumi ini.
“Ini enak banget Chris. I love it so much.”
“Kamu belajar masak seenak ini dari mana ?” Tanyaku.
“Aku cuma sering ngeliat ibuku masak dulu.” Jawab Chris.
“Oh.”
Kami berduapun lanjut makan malam. Aku sangat menikmati momen ini walaupun ini pertamakalinya Chris dan aku menghabiskan waktu bersama, aku terasa sangat nyaman didekatnya.