Paginya di hari minggu, aku diantar pulang oleh Andrew. Tapi Andrew masih ingin menghabiskan waktu denganku, jadi kami memutuskan untuk sarapan dirumahku dan siangnya kami akan jalan ke pusat perbelanjaan.
“Kamu tinggal sendirian disini?” Tanya Andrew sambil duduk di sofa dekat dapur.
“Enggak kok, aku tinggal sama momku. Tapi dia udah pergi bekerja.” Jawabku sambil menyiapkan sarapan.
“Hari minggu kerja juga?”
“Iya, dia dokter.”
“Kamu mau makan apa ?” Tanyaku kepada Andrew.
“Terserah kamu aja. Apapun masakan kamu pasti enak.” Rayu Andrew.
“Oke kalau gitu.”
Aku memutuskan untuk memasak cream sup untuk sarapan kami berdua. Setelah masak dan sarapan. Kami berdua menonton film dan bersantai di sofa. Sampai akhirnya ketenangan kami berdua terusik dengan bel pintu yang tiba – tiba berbunyi.
“Sebentar ya.” Aku membuka pintu dan aku terkejut ternyata Chris datang ke rumahku.
“Chris? ngapain disini?” Tanyaku penasaran.
“Siapa itu?” Andrew berjalan ke depan pintu. Chris sepertinya kebingungan ketika ada seorang laki – laki asing di dalam rumahku.
“Michelle, dia siapa?” Tanya Chris.
“Dia Andrew. Aku kenal dia dari acara tv Blind Date.” Jawabku.
“Kamu ngapain ikut acara begituan? Kamu gak puas dengan adanya aku?” Chris terlihat sangat cemburu dan murka.
“Loh kita kan gak ada hubungan apa – apa Chris.” Kataku.
“Oh gitu. Iya aku tau kok kita memang gak ada hubungan apa – apa selain teman. Aku permisi dulu.” Chris langsung pergi dari rumahku.
Aku mengerti dengan perasaannya, tetapi aku juga belum bisa menentukan pilihan dan kurasa untuk berada disuatu hubungan pada saat ini aku belum siap. Apalagi harus balikan dengan Chris, aku belum mau.
“Itu kenapa dia marah – marah kayak gitu? Aneh.” Kata Andrew.
“Aku juga gak ngerti. Udahlah gak usah dipikirin.” Aku kembali menutup pintu dan duduk di sofa.
Aku mencoba untuk menjernihkan pikiranku. Aku tau aku salah, tetapi aku masih tidak bisa untuk berkomitmen pada satu pria. Untuk saat ini aku hanya ingin bersantai dan menikmati masa – masa bahagiaku.
“Kayaknya aku kenal deh sama dia. Dan kamu juga pernah masuk akun gosip kan?” Kata Andrew.
“Iya. Tapi kamu gak usah bahas itu ya, gak penting menurut aku.”
“Hmm. Yaudah, jangan dipikirin lah masalah itu. Santai aja.” Andrew merangkulku.
“Kamu gak marah atau kesel gitu?” Tanyaku.
“Ya enggaklah. Kan kita belum ada hubungan apa – apa. Terlalu capek dengan yang namanya komitmen.” Jawab Andrew.
“Sama dong. Aku juga lagi gak mau berkomitmen dengan siapapun sekarang.” Kataku dengan sangat senang karena aku menemukan orang yang memiliki pikiran sama sepertiku.
“Serius? Biasanya kebanyakan cewek sukanya yang berkomitmen. kok kamu enggak?”
“Aku lagi gak mau aja sih. Lagi pengen sendirian dulu.”
“Single tapi tetep ada yang meluk kan maksudnya?” Goda Andrew.
“Iya hahaha.”
Aku belum pernah bertemu dengan orang yang benar – benar memiliki pikiran yang sama denganku. Andrew sangat cocok untuk aku jadikan teman dekat. Sepertinya hanya dia yang bisa mengerti aku.
Siang ini kami pergi menuju salah satu mall besar di pusat kota. Sebelum berbelanja, kami makan siang disalah satu restoran western yang terletak didalam mall itu.
Andrew memegang tanganku dan kami bermesraan layaknya sepasang kekasih. Aku sangat nyaman ketika bisa bermesraan dengan seseorang tanpa harus ada hubungan dengan orang tersebut. Menurutku akan lebih sakit jika mereka meninggalkan kita ketika kita berpacaran ketimbang hanya sekedar TTM.
Sehabis makan, aku dan Andrew membeli minuman bubble tea dan duduk disalah satu bangku mall. Kemudian kami berciuman dan bermesraan. Aku tidak bisa jika aku tidak mencium Andrew jika sedang berhadapan dengannya.
Ketika kami sedang bermesraan seseorang memanggilku.
“Michelle.”
Aku menoleh ke sumber suara dan itu ternyata Michael yang wajahnya terlihat sangat marah melihatku yang sedang bermesraan dengan laki – laki lain. Kemudian ia berjalan mendekatiku.
“Siapa dia?” Tanya Michael.
“Temen aku. kenapa ya?”
“Ini bukan urusan lu.” Kata Andrew kepada Michael.
“Gue gak ngomong sama lu.” Michael mendorong Andrew hingga ia terjatuh untung dengan cepat aku menahan punggungnya.
“Apa – apaan sih kamu Michael?”
“Kamu yang apa – apaan! Jadi cewek murah banget.” Kata Michael dengan nada yang tinggi.
Mendengar perkataannya tersebut membuat aku sakit hati dan mungkin perkataan Michael benar. Aku mencoba untuk bersabar dan tetap tenang, namun Andrew tidak bisa menahan emosinya dan langsung menonjok Michael.
“Astaga, berhenti kalian.” Teriakku.
Untungnya seorang security datang untuk memisahkan Andrew dan Michael segera. Lalu kami bertiga diusir dari mall. Andrew mengantarkanku pulang dan ia pulang kerumahnya.
Ibuku masih belum pulang dari rumah sakit. Lalu aku memutuskan untuk beristirahat dikamar merenung tentang kisah percintaanku yang bisa dibilang sangat sial. Aku tidak menyangka akan terjebak dalam situasi rumit seperti ini.
Masalah ini membuatku semakin tidak ingin berhubungan dengan siapapun. Aku lelah dengan yang namanya cinta. Aku mau melakukan hal apapun tanpa ada orang yang bisa mengaturku. Yang lebih aku takuti adalah aku tidak mau hal yang terjadi pada orang tuaku terjadi kepadaku.
Aku mencoba untuk menghubungi Chris namun gagal. Kenapa disaat seperti ini aku hanya mengingat Chris bukan Michael. Aku merasa sangat bersalah pada Chris, padahal aku dan Chris tidak mempunyai hubungan apa – apa untuk sekarang.
Pikiranku tidak bisa tenang. Oleh karena itu aku pergi ke rumah Chris untuk meminta maaf kepadanya. Aku benar – benar tidak sanggup jika aku harus berjauhan dengannya.
Aku pergi menggunakan taksi. Sesampainya di rumah Chris, aku memencet bel hingga ia membuka pintu rumahnya. Ia tampak sangat terkejut melihatku yang sedang berdiri di hadapannya.
“Kamu mau apa disini?” Tanya Chris.
“Aku mau minta maaf. Aku gak ada maksud buat nyakitin kamu.” Jelasku.
“Sudahlah.”
“Aku gak mau jauh dari kami Chris!” Ucapku dengan air mata yang sudah membasahi pipiku. Aku memeluk Chris sangat erat. Dan menangis dipelukannya.
“Aku juga yang salah, seharusnya aku sadar kalau kita gak ada hubungan apapun sekarang.” Kata Chris.
“Enggak. Kamu gak salah, aku yang salah. Aku minta maaf. Please jangan jauhin aku.”
“Enggak akan kok. Aku ngerti kalau kamu trauma dengan sebuah hubungan. Aku bakal bantu kamu untuk gak trauma lagi.” Chris memelukku.