Double date bersama mom 2

1876 Words
Aku tersenyum mendengar perkataan Chris tersebut. Chris laki – laki yang manis dan perkataan yang dia ucapkan kepadaku selalu sukses untuk membuat aku luluh. Aku menyentuh tangannya lembut.   “Kira – kira nanti mereka nanya apa ya tentang kita ?” Tanya Chris. “Hmm. Aku juga gak tau. Semoga aja mereka gak nanya yang aneh – aneh. Tapi selama ini mom gak pernah sih nanya – nanya tentang hubungan kita.” Jawabku. “Iya ya ? baguslah.” Suara Chris terdengar sangat berat di telingaku. “Kalau kita ditanya soal status hubungan kita gimana ya ?” Tanyaku. “Jawab aja kalau kita dalam hubungan yang spesial.” Kata Chris. “Oh, oke.”   Perjalanan kami cukup terhambat karena keadaan jalanan yang sedikit macet. Untung saja kami sampai tepat waktu, jadi ibu dan om Darwin tidak perlu menunggu kami. Sesampainya kami di restoran, kami langsung masuk ke dalam dan mencari keberadaan ibu.   Ibu melambaikan tangannya saat ia melihat kami, aku dan Chris langsung berjalan menuju meja ibu dan om Darwin. “Hai mom.” Aku memeluk ibuku. “Hai om.” Aku menyalami om Darwin. Disusul Chris yang memeluk omnya itu.   Lalu kami berdua duduk. Mereka terlihat sangat senang dengan kehadiran kami. Aku berusaha untuk menghilangkan rasa gugup. Entah kenapa jika bertemu Chris, mom dan Om Darwin sekaligus membuatku sangat gugup.   “Om gak nyangka loh kalau kalian pacaran.” Ucap Om Darwin memecahkan suasana gugup yang aku rasakan. “Iya om.” Chris tersenyum canggung. “Kita udah lama gak ketemu loh Chris. kamu apa kabar ?” Tanya om Darwin. “Baik om, kalau om ?” “Baik juga. Gimana kabar papa kamu Chris ?”  “Papa baik kok om.” Jawab Chris. “Udah ah ngomongin Chrisnya, gimana kalau kita bicara soal hubungan tante sama om.” Lanjut Chris.              Om Darwin dan ibu tertawa. Mereka sangat mesra dan saling berpegangan tangan.            “Hubungan kita baik – baik aja kok.” Ucap ibu.            “Kalau boleh tanya, kalian kapan menikah ?” Pertanyaan yang dilontarkan ibu kepada aku dan Chris membuat kami berdua sangat terkejut. Chris langsung melihatku. “Gimana kalau kita pesan makanan dulu, udah laper banget.” Ucap Chris untuk menghindari pertanyaan yang cukup aneh itu. “Iya aku juga udah laper banget.” Aku tersenyum canggung. “Oke, kalau gitu kita pesan dulu. Kamu mau makan apa ?” Tanya ibu. “Kita beef steak aja sama orange juice.” Kataku. Chris mengangguk menandakan ia setuju dengan makanan yang aku pesan. “Oke kalau gitu. Kalau kamu ?” Tanya ibu kepada om Darwin. “Aku shrimp cocktail aja.” Jawab om Darwin. “Yaudah kalau gitu aku juga sama deh.” Ibu lalu memanggil pelayan dan menyebutkan pesanan kami.   Keadaan canggung kembali lagi dan kali ini aku hanya berharap makanan yang dipesan cepat sampai untuk menghindari pertanyaan – pertanyaan aneh seputar hubunganku dan Chris.   “Aku mau ke toilet dulu ya.” Kata Chris tiba – tiba. Aku langsung membelalakkan mata. “Aku juga deh.” Kataku seraya tersenyum.   Aku dan Chris berjalan menuju toilet. Aku tau bahwa Chris tidak ada niat untuk buang air, ia hanya takut kalau ibu dan Om Darwin akan bertanya terus tentang hubungan kami berdua. Lalu chris berhenti di depan toilet, ia menahan tanganku dan berkata, “Aku benar – benar gak siap kalau seandainya mom dan om Darwin bertanya soal hubungan kita lagi.” “Aku juga males banget kalau ditanya soal itu. Aku gak tau mau jawab apa.” Aku menyandarkan badanku ke dinding. “Sebenarnya aku bisa aja jawab pertanyaan kayak gitu, tapi kan kita gak ada hubungan apa – apa. Jadi bingung aku.” Chris menggaruk kepalanya hingga rambutnya berantakan. Aku segera merapikan rambutnya. Jarak diantara kami sangat dekat, aku bisa merasakan nafasnya di pipiku. Tiba – tiba badanku kaku ketika Chris menatap tajam mataku. Keramaian di restoran ini seketika menjadi hening. Chris mencium bibirku mesra. Lalu aku menyentuh wajahnya dan menutup mataku untuk merasakan bibir lembut Chris.   “I want you, Michelle. Only you.” Ucap Chris. “Malam ini kamu bebas mau melakukan apa aja dengan badanku Chris.” Kataku.            Chris mendekatkan diriku kepadanya, ia melingkarkan tangannya di pinggangku. “Jangan di sini Chris.” Bisikku. “Banyak orang.” Lanjutku. “Oh iya. Aku sampai lupa gara – gara kamu cantik banget.” Kata Chris lalu ia tertawa. “Ayo kita balik lagi ke meja.” Chris menggandeng tanganku.   Kami kembali ke meja. Sepertinya ibu dan om Darwin tidak sadar bahwa kami telah kembali dari toilet, karena mereka sibuk bercanda tawa berdua.   “Mom.” Panggilku. “Dari kapan kalian duduk di sini ?” Tanya ibu heran. “Barusan kok tante.” Chris tersenyum. Senyum manisnya membuatku salah fokus. “Nah ini makanannya udah dateng.” “Thank you.” Ucap om Darwin kepada pelayan yang mengantarkan makanan.   Setelah itu kami menyantap makan malam kami. Restoran ini memang terkenal dengan dagingnya yang sangat enak. “Om Darwin gak pernah salah pilih restoran. Makanan di sini enak – enak banget.” Puji ibu seraya menatap om Darwin lalu mereka bermesraan lagi. Aku hanya mengangguk ketika mom memuji om Darwin.   “Michelle.” Sapa seorang laki – laki yang suaranya berasal dari belakangku. Aku dan Chris menoleh ke belakang. Orang tersebut adalah Michael. Aku bingung kenapa Michael bisa berada di restoran yang sama denganku. “Michael ?” “Kok bisa kebetulan ya kita ada di restoran yang sama.” Kata Michael. “Dia siapa Michelle ?” Tanya om Darwin. Om Darwin tidak tau apapun tentang Michael, ia tidak pernah mencampuri urusan perusahaan milik Chris dan tidak tau apapun soal usaha di bidang transportasi. “Dia temanku.” Jawabku. “Salam kenal om, tante.” Ucap Michael. “Iya salam kenal.” Ibu dan om Darwin tersenyum. “Chris, nice job.” Michael tersenyum sinis dan mengedipkan matanya kepadaku. “Saya permisi dulu. Silahkan lanjutkan makan malamnya.” Kata Michael, lalu ia pergi meninggalkan kami. “Kok bisa sih dia ada di sini ?” Tanya Chris kepadaku. “Mana aku tau.” Jawabku. “Siapa tau kamu ngasih tau lokasi kita kedia.” Chris tampak cemburu dengan Michael. “Chris, aku gak ada kepikiran kayak gitu. Udah ah, biarin aja Michael sibuk sendiri.” Kataku. Lalu aku minum orange juiceku untuk menenangkan hati yang gundah akibat kemunculan Michael. “Iya, aku percaya.” Ucap Chris, lalu ia memalingkan wajahnya.   Seusai kami makan malam, kami berbincang – bincang sedikit tentang hubungan ibu dan om Darwin. Mereka sedang dimabuk asmara. Mungkin aku dan Chris akan bertingkah sama jika kami pacaran.   “Jadi gimana hubungan kalian ? kapan mau nikah ?” Pertanyaan om Darwin membuatku tersedak. “Apa ? nikah ?” Chris terkejut. “Iya nikah. Kan kalian sudah sama – sama dewasa. Chris juga mapan dan pasti semua kebutuhan dan keinginan Michelle bakal terwujud.” Balas om Darwin. “Kami belum memikirkan hubungan kami sampai ke pernikahan om.” Jawabku. “Iya benar.” Jawab Chris sambil melihatku. “Kalau gitu, kalian jangan lama – lama nikahnya. Kami aja sudah mau nikah.” Kata om Darwin. Sepertinya hampir setiap pertanyaan dan perkataan yang dilontarkan oleh om Darwin selalu membuatku terkejut. “Apa ? mom udah mau nikah ? kapan ?” Aku terkejut. “3 bulan lagi mungkin.” Jawab ibu. “Jadi maksud makan malam hari ini untuk ngasih tau kalau kalian udah mau nikah ?” Tanyaku. “Iya begitulah.” Kata ibu singkat. Mendengar jawaban dari ibu aku cukup terkejut. Aku bingung dan heran kenapa ibu tidak pernah bercerita lebih dalam mengenai hubungannya dengan Om Darwin. Tapi aku memilih untuk diam dan mengalah. Aku tidak mau ibu jadi pusing gara – gara aku. “Semoga lancar – lancar pernikahannya dan untuk menjawab pertanyaan om tadi, kami belum mau menikah om, .” Jawab Chris dengan tegas. “Oh gitu.” Om Darwin mengangguk dan terdiam.   Ibu melihat jam tangannya dan mengatakan bahwa hari sudah malam. Aku dan Chris pulang sedangkan ibu pulang bersama om Darwin.   “Bye mom.” Aku melambaikan tangan. “Bye.” Kata mom. Lalu ia langsung masuk ke dalam mobil.   “Yuk pulang.” Ajak Chris. “Yuk. Tapi gimana kalau kita ke mini market dulu ?” Kataku. “Kamu mau beli apa ?” Tanya Chris sambil menyetir mobil. “Aku mau jajan.” Jawabku sambil memasang wajah melas. “Oke baby girl.” Balas Chris seraya membelai pipiku.   Di mini market aku membeli s**u kotak full cream dan beberapa bungkus roti coklat, sedangkan Chris membeli bir saja. Namun ketika kami sedang membayar belanjaan, seorang wanita mendorongku dari belakang. Tidak disangka – sangka wanita itu adalah Lina.   “Apa – apaan ini ?” Protesku. “Kenapa ? gak suka ?” Tantangnya. “Siapa ini ?” Tanya Chris. “Jangan pura – pura lupa sama gue. Gue Lina.” Jawabnya. “Ini anak Lu.” Lina menunjukkan perutnya yang agak besar. “Jangan ngelawak ya. Saya tidak kenal kamu.” Bantah Chris. “Kalau gak ada bukti gak usah banyak bacot.” Murkaku. Aku menahan diri agar aku tidak mendorongnya, karena aku tau dia sedang mengandung dan tidak mau sesuatu terjadi pada kandungannya. “Katanya kamu mau ngeberesin masalah ini ?” Tanyaku kepada Chris. “Memang udah. Tapi aku gak tau kenapa dia masih nyari masalah dengan kita.” Jelas Chris. “Lu maunya apa sih ?” Tanyaku kepada Lina. “Gue maunya dia bertanggung jawab atas perbuatannya.” Jawab Lina sambil menunjuk Chris. “Tanggung jawab apa ha ? gue bukan bapak dari anak lu.” Balas Chris ketus. “Loh, lu buta ya ? ini gue hamil anak lu.” Kata Lina dengan nada tinggi. “Buktinya mana ?” Tanyaku.   Lina terdiam ketika aku menanyakan soal bukti jika itu adalah hasil dari perbuatan Chris. “Ya ada lah buktinya. Harus gue tunjukin sekarang ?” “Gak usah banyak ngomong lu. Gue gak pernah kenal lu seumur hidup gue.” Ucap Chris. “Lu gak inget kalau dulu kita ketemu di club xx ?” Tanya Lina. Aku langsung menoleh kepada Chris. “Gak inget kata lu ? gue gak pernah ke club xx!” Bantah Chris. “Oke kalau gitu cara permainan lu. Gue turutin. Liat ya kalian berdua.” Ancam Lina. Lalu ia pergi keluar dari mini market. “Ayuk kita pulang.” Ajak Chris. “Iya.” Aku mengangguk.   --- Di rumah Chris   Aku merebahkan badanku di sofa. Malam ini sangat membuat hati dan pikiranku lemah. Aku tidak mengerti kenapa bisa dalam satu malam ada dua hal sekaligus yang membuat aku pusing. Chris duduk di sampingku dan ia juga merebahkan kepalanya di sofa. Ia tampak sama lelahnya sepertiku. “Aku benar – benar gak habis pikir dengan Lina. Aku penasaran deh, dia itu siapa sih sebenarnya.” Keluh Chris sambil mengacak – acakkan rambutnya. “Aku juga pusing banget dengan mom yang tiba – tiba mau nikah.” Aku menghela nafas. “Dan juga udah sekian lama gak ketemu sama om Darwin, kenapa ia terus nanyain soal hubungan kita, sampai nanya kapan nikah. Pacaran aja belum.” Chris terlihat sangat kesal. “Hari ini emang hari terburuk kita.” Aku menyandarkan kepalaku di bahu Chris.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD