Entah bagaimana laki – laki tampan di hadapanku ini bisa menghipnotisku agar bisa tunduk kepadanya, badanku tidak bisa bergerak karenanya. Kakiku seperti dibekukan, aku tidak bisa menjauh ataupun berjalan lebih dekat pada Chris.
Chris mendaratkan ciuman di bibirku, bibirnya yang agak tebal mengusap bibirku. Lalu lidahnya mulai mengabsen setiap sisi di dalam mulutku. Tak bisa dipungkiri bahwa ia laki – laki yang bisa membuat semua makhluk di muka bumi tunduk kepadanya.
“I love you,” bisik Chris tepat di telingaku.
“I love you too,” balasku.
Keberadaan Chris sekarang membuatku lupa sejenak dengan permasalahanku. Untuk saat ini Michael dan Rose sama sekali tidak penting bagiku. Chris adalah duniaku, ia adalah ciptaan Tuhan yang sempurna bagiku.
Chris menyapu rambut panjangku kebelakang, ia menghujaniku dengan kecupan di leher jenjangku. Bahasa cinta yang ia berikan kepadaku saat ini adalah bahasa yang paling menakjubkan.
Chris memegang bahuku untuk memintaku duduk di pinggir tempat tidur, lalu ia berdiri dengan tegap tepat di depanku. Ia memegang daguku dan menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku mengerti.
Ia tampak seperti bos yang sedang menghukum anak buahnya. Sisi liar yang terpendam di dalam jiwaku keluar begitu saja ketika pria berkarismatik di hadapanku ini membuka kancing kemejanya satu persatu.
‘Sangat seksi’ dua kata yang hanya bisa keluar dari mulutku walaupun aku tidak sanggup untuk mengatakannya secara frontal di depan Chris. Aku mendongakkan kepalaku untuk melihatnya lebih jelas. Ekspresi wajahnya yang terlihat nakal membuat sekujur tubuhku kepanasan.
Ia tampak seperti singa yang hendak menerkam domba, binatang yang lemah dan tidak berdaya. Lebih tepatnya aku adalah seekor domba yang siap untuk disantap oleh sang raja hutan. Rela merasakan apapun demi memuaskan sang singa.
“Aku mau kamu malam ini,” kata Chris.
Aku menggigit bibir bawahku sambil menatap dalam mata Chris, “i’m yours baby.”
Malam ini aku dan Chris menghabiskan waktu berduaan. Kami bermesraan layaknya pasangan yang dimabuk asmara. Chris memperlakukan aku layaknya ratu, ia sangat lemah lembut denganku.
Sentuhan yang ia berikan kepadaku membuatku ingin disentuh olehnya berkali – kali. Setelah kami b******a, kami berbaring. Ia memelukku seraya mengecup pipiku sesekali.
“Kita saking asiknya jadi lupa makan malam, ayo kita makan dulu,” ajak Chris.
Aku melirik ke arah jam dinding di kamarku, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Walaupun aku hanya sarapan pagi, tetapi aku sama sekali tidak merasakan lapar.
Chris memegang tanganku untuk membantuku beranjak dari ranjang, tetapi aku melepaskan genggamannya karena aku tidak nafsu untuk makan apapun saat ini, “aku nanti aja makannya.”
Chris yang berdiri langsung duduk di sampingku, “kenapa? kamu lagi gak enak badan?”
Aku tersenyum seraya menggelengkan kepala, “aku gak apa – apa kok sayang, aku gak lapar aja.”
Chris menghela nafas dengan cukup kuat sehingga nafasnya mengenai rambutku. Kami berdua lelah akibat permainan sengit yang baru saja selesai. Chris sangat hebat dalam urusan ranjang melebihi Michael.
“Kamu harus makan, ayo,” Chris menarik tanganku hingga mau tidak mau aku harus menuruti permintaannya itu.
Selagi kami menunggu makanan, aku dan Chris duduk di sofa sambil menonton tv show kesukaan kami. Walaupun keadaan tampak sempurna, tetapi isi pikiranku sangat buruk. Aku tidak bisa berhenti memikirkan ibu kandungku. Aku tidak siap untuk berjumpa dengannya lagi. Meskipun ia ibu kandungku, tetapi aku tidak bisa menghilangkan rasa canggung yang terus mengusik hatiku.
“Gimana kalau kita pindah rumah?” tanyaku kepada Chris secara tiba – tiba.
Chris membelalak, “ha? Pindah rumah lagi? Kita belum setahun tinggal di sini, kamu gak nyaman ya di rumah ini?”
Aku menyandarkan kepalaku di sofa dan menjawab, “bukannya gak nyaman sih, tapi emang udah bosan aja.”
Chris mendekatkan wajahnya kepadaku, ia menatapku dengan tajam, “Michael gangguin kamu lagi?”
Tebakkan Chris benar, aku tidak nyaman tinggal di rumah ini karena Michael yang terus – terusan datang ke kehidupanku. Tapi aku tidak mau menjawab pertanyaan Chris dengan jujur, aku tidak mau membebani pikirannya lagi dengan masalahku.
“Enggak kok, mungkin aku butuh hiburan ya makanya bosan,” elakku.
“Kalau gitu kita liburan aja, mau gak?”
Aku diam sejenak mendengar ajakkannya, untuk saat ini aku ingin diam di rumah saja dan tidak pergi kemana – mana. “Hmm, kayaknya nanti aja deh. Aku lagi mau istirahat aja di rumah, tapi gimana kalau kita nginap di rumah kamu dulu selama beberapa hari?”
Chris menganggukkan kepalanya, tampaknya ia setuju dengan ide yang baru saja aku cetuskan. “Boleh kalau gitu, kamu pasti bosan karena aku tinggal kerja setiap hari.”
Chris memelukku dengan erat. Aku menyandarkan kepalaku di dadanya, aku merasakan detak jantungnya.
“Aku gak bosan karena itu kok, kamu tenang aja. Jadi gimana kalau besok pagi kita ke rumah kamu, besok kan hari sabtu,” ucapku.
“Iya boleh deh,”
Mendengar bel pintu depan yang berbunyi, Chris beranjak dari sofa dengan tidak sabaran. Lalu ia berjalan ke arahku dengan 2 kotak makanan yang baru saja di antar.
“Ayo kita makan,” ajak Chris. Kemudian ia menyajikan makanan di meja makan.
Aku duduk di hadapannya, aku memakan nasi goreng seafood dengan tidak semangat. Aroma daging cumi – cumi tidak berhasil membangkitkan nafsu makanku. Tetapi aku tidak mau membuat Chris khawatir kepadaku, aku terpaksa memakan makanan yang tersaji di hadapanku.
“Kenapa kamu makannya kayak gak nafsu gitu, gak enak ya?” tanya Chris.
“Enak kok.”
“Kalau enak kenapa kamu cemberut, kamu kenapa sih hari ini?” Chris berpindah duduk ke sampingku.
“Aku gak apa – apa kok sayang, beneran deh. Itu cuma ada di pikiran kamu aja,” jawabku.
“Hmm, ya sudah kalau kamu gak mau jujur sama aku.” Chris mengangkat piring makannya dan pergi ke dapur meninggalkan aku yang masih menyuapkan makanan ke mulutku.
Aku menyusul Chris ke dapur tanpa menghabiskan makan malamku, aku membalikkan badannya.
“Kamu kenapa sih Chris?” tanyaku.
“Kamu yang kenapa, dari tadi kamu cemberut aja. Kamu gak senang ya ada aku di sini?”
“Ya aku senang banget lah, kenapa kamu nanya kayak gitu?” tanyaku lagi kepada Chris.
Chris mengabaikan pertanyaanku dan hanya diam seribu bahasa.
“Kamu gak mau bicara sama aku? yaudah kalau gitu aku ke kamar aja,” kataku, lalu aku pergi ke kamar.