Kabar Buruk

1007 Words
“Aku mau jujur, aku gak bisa jalani hari – hariku tanpa kamu. Aku juga nyesal banget udah jadi orang paling egois. Aku ngomong kasar sama kamu dan udah buat kamu keguguran, tapi di balik itu semua aku sayang banget sama kamu.” Jelas Michael. Chris dan aku saling memberi tatapan kebingungan, entah harus melakukan apa agar Michael berhenti untuk datang kekehidupanku lagi. “Lebih baik lu pulang karena ini udah malam, lagian lu kenapa sih ngejar Michelle terus? Bukannya lu udah punya pacar baru yang namanya Cassie itu?” tanya Chris kepada Michael. “I don’t care about Cassie, gue cuma peduli dengan Michelle. Gue cinta sama Michelle, dan gue akan terus berjuang untuk mendapatkan hatinya lagi,” jawab Michael. Aku memegang kepalaku, lalu membalikkan badan. Betapa pusingnya aku melihat Michael yang terus – terusan berusaha untuk mencuri hatiku lagi. Seakan – akan semua omongannya selama ini adalah omong kosong belaka. “Stop Michael, kamu bakalan dapat seseorang yang akan mencintai kamu dengan tulus. Aku udah milih Chris sebagai kekasihku dan itu adalah keputusan mutlak!” tegasku. Bukannya menyerah, Michael semakin menjadi. Ia memegang tanganku. “Kamu milih Chris karena kamu marah sama aku, karena kamu ngeliat foto Cassie di media sosialku.” “Bukan, sama sekali enggak. Aku milih Chris karena aku mencintai dia, dan soal foto Cassie di media sosial kamu itu membuat aku tambah yakin dengan keputusanku,” jawabku. “Oke, kalau kamu masih bersikeras untuk menolak aku gak apa – apa. Tapi boleh kan aku masuk?” tanya Michael dengan wajahnya memelas. Aku menghela nafas sejenak agar emosi yang aku rasakan tidak membuatku murka kepada Michael, “besok aja ya.” “Lu pulang deh mendingan, jangan kayak gini terus,” saran Chris. Mendengar ucapan Chris, Michael hanya menunduk dan pergi dari rumahku. *** Chris dan aku kembali ke ruang tv untuk melanjutkan film yang kami tonton tadi. Tapi suasana hatiku jadi tidak enak karena kedatangan Michael tadi. Entah apa yang ada di pikiranku, tetapi wajahnya terus muncul di dalam pikiranku. Aku memangku daguku sambil melihat ke arah luar jendela memandangi jalanan yang sudah mulai sepi. Chris menyentuh bahuku membuyarkan lamunanku, “kenapa kamu melamun? Kamu mikirin Michael ya?” tebaknya. Tebakannya benar, tetapi aku tidak mau berkata jujur. “enggak kok, ngapain aku mikirin dia? Gak penting banget,” elakku. “Tapi kalau kamu mikirin dia, gak apa – apa kok,” ucap Chris. “Apaan sih Chris, aku gak ada mikirin dia,” bantahku. *** Siang ini aku habiskan dengan menulis novel pertamaku, di lain hal Chris pergi ke kantornya untuk bekerja seperti biasa. Aku duduk di ruang tv dengan laptop di pangkuanku. Aku menyalakan tv hanya untuk mengusir keheningan. Namun saat aku sedang asik menulis, aku dikejutkan dengan pemberitaan bahwa ditemukan jasad seorang wanita paruh baya yang berprofesi Dokter di sebuah kanal dengan badan tangan dan kaki terpisah dari tubuhnya. Aku mengencangkan volume tv agar aku bisa mendengar lebih jelas berita tersebut. ‘Seorang Dokter di salah satu rumah sakit terkenal di New York telah ditemukan tewas dengan keadaan yang mengenaskan. Kaki dan tangan telah dimutilasi. Wanita paruh baya tersebut bernama Joana Kusumo.’ Mendengar nama ibuku di berita tersebut langsung membuatku syok bukan main. Aku membeku, aku merasa seperti mimpi. Ibuku tewas dibunuh oleh seorang yang biadab. Aku dengan cepat meraih hpku yang terletak di meja. Aku menelfon Chris untuk memberi tahu info yang baru saja aku dengar. “Chris, sebaiknya kamu pulang sekarang,” pintaku. “Kenapa? Ada apa?” “Ibuku dibunuh orang,” jawabku singkat. Aku merebahkan kepalaku di sofa, kepalaku sakit bukan main. Rasanya alam semesta sedang mengujiku dengan cobaan yang tidak kunjung berhenti. Dalam 10 menit Chris sampai di rumah, ia berlari dengan cepat sampai suara sepatunya menimbulkan bunyi yang cukup keras. “Michelle, mom dibunuh?” Aku mengangguk lemas tak berdaya. “Ayo sekarang ke tkp!” Chris memegang tanganku. Ia menyetir mobil dengan panik dan cepat sehingga kami sampai di tkp hanya memakan waktu sekitar 15 menit. Aku dan Chris berjalan cepat menuju keramaian. Seorang polisi menghalangi kami ketika kami ingin melewati pembatas. “Kalian mau kemana? ini hanya khusus polisi dan petugas.” Larang si polisi. “Pak, dia ini anak dari si korban. Apa boleh masuk?” tanya Chris. “Oh, tetap tidak boleh. Kami tidak mau dna dan semua bukti di sekitar korban rusak. Tapi kami akan memberi kalian informasi lebih lanjut,” jawabnya. Lalu seorang detektif perempuan bertubuh tinggi dan besar menghampiri kami. “kalian anak dari joana?” tanya si detektif. “Saya bukan anaknya, tapi dia Michelle adalah anak dari si korban,” jawab Chris. “Saya detektif Riley, seseorang telah membunuh ibu anda. Kami belum mendapatkan informasi apapun mengenai kematian ibu anda tetapi saya akan menghubungi dan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.” Jelasnya. “Apa akan diotopsi?” tanyaku kepada detektif Riley. “Iya, jika keluarga mengizinkan. Silahkan tanda tangan di sini untuk persetujuan otopsi,” kata detektif Riley seraya memberikan selembar kertas persetujuan. Aku dan Chris menjauh dari tkp, kemudian kami masuk ke dalam mobil. Aku masih tidak bisa mengatakan apapun terkait masalah ini. Seakan – akan aku masih syok dan pikiranku hanya dipenuhi oleh kegelapan. Tatapanku kosong, aku hanya memandangi dashboard mobil. Lamunanku buyar saat Chris memanggil namaku berkali – kali. “Michelle,” panggilnya. Aku mengguncangkan kepalaku, “iya?” “Aku tau kamu masih syok, gimana kalau kita telfon om Darwin?” ujar Chris. Aku hanya merespon ucapannya tersebut dengan anggukkan kepala. Chris mencoba menelfon om Darwin hingga sepuluh kali, tetapi semua panggilannya tidak direspon oleh om Darwin. “Gak diangkat ya, tadi aku juga gak lihat dia ada di sini,” kata Chris. “Hmm, lebih baik kita gak usah bahas ini lagi.” Chris menyentuh bahuku, “kenapa? Dia kan mom kamu.” “Aku lebih suka untuk gak ngebahas dia sekarang,” tegasku lagi. Aku dan Chris kembali ke rumah. Aku langsung menuju kamarku dan berbaring. Chris ikut berbaring di sampingku. Ia memelukku dari belakang. Aku memegang lengannya sebagai tanda aku tidak mau ia menjauh dari sisiku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD