Bab 2. Kekacauan

2021 Words
Hari-hari terus berlalu semenjak pertunangan. Hubungan Crystal dan Emerald pun semakin renggang. Intan yang sepertinya terjepit di tengah, tak bisa berbuat apa-apa. Dia juga kesal karena Crystal telah menyakiti sahabat kentalnya itu. “Kalau aja dari awal lo bilang ke kita, Crys, semuanya nggak akan sekacau ini.” “Nggak ada yang bisa kalian lakuin, Tan. Kalian nggak kenal bokap gue.” Crystal menangis, menatap Emerald yang terus saja menjauhinya. Walau belum menunjukkan titik terang, tentu saja Crystal tak ingin menyerah secepat itu. Dia selalu mencari cara untuk bicara dengan Emerald. Pulang sekolah, dia terus mengejar Emerald, berharap Emerald bisa menatap kesedihannya dan mengerti keputusan yang telah diambilnya. “Al, tunggu,” pinta Crystal. Emerald tak peduli, terus berjalan mendekati jeep-nya di parkiran sekolah. Belum berhasil mendekati Emerald, tiba-tiba sebuah mobil Ferrari biru berhenti tepat di antara mereka. “Siapa, sih? Parkir seenak jidat!” kesal Crystal. Yang di dalam mobil pun segera keluar, ternyata Si Charming Ruby. Tanpa berniat menatap tunangan mantan pacarnya, Emerald segera masuk ke jeep-nya dan tancap gas meninggalkan pelataran SMU Golden. "Mau pulang? Aku antar, ya!" pinta Ruby. Tak tahu situasi, Ruby hanya tersenyum melihat ekspresi kesal Crystal. Saat hendak berlalu, Ruby menarik tangannya. "Jangan pulang sendiri! Bareng aku aja. Aku ini tunangan kamu, 'kan?" Crystal tersenyum sinis, menepis kasar tangan Ruby. "Tunangan, ya?" Malas berdebat lagi, Crystal membuka pintu dan duduk di samping kemudi. Ruby tersenyum karena Crystal tak terlalu sulit dibujuk. Mobil pun melaju di antara jejak ruas jalan raya dengan kecepatan rendah. Tak ada suara yang menyela, Ruby pun hanya diam sambil menyetir. Awalnya kesal, Crystal justru menikmati suasana di sekitar Ruby. Bukan hanya karena aroma parfumnya yang begitu lembut dan maskulin, tetapi caranya tersenyum membuat amarah Crystal selalu terkikis perlahan. Dia menatap sisi samping wajah Ruby. Kekagumannya terhadap kesempurnaan wajah Ruby pun menghipnotisnya sesaat. 'Kenapa, Tuhan? Kenapa harus seganteng ini? Malah ngomongnya juga sopan banget! Mau benci juga nggak tega,' rutuk batin Crystal. Sekali lagi, Crystal menggeleng. Seraya membatin, dia terus menepuk pipinya. 'Nggak! Sadar, Crys! Jangan tergoda sama dia! Lo itu punya Emerald! Dia cuma penyihir charming yang merusak semuanya. Jangan ngehalu terus!' batinnya lagi. Crystal terkejut saat Ruby memegang pergelangan tangannya. Sejak tadi sesekali Ruby memperhatikan Crystal menepuk pipinya. "Jangan dipukul lagi, nanti pipi kamu sakit. Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita sama aku, Crys. Aku ini tunangan kamu." Tunangan. Rasanya muak mendengar pria ini terus mengakui bahwa mereka sudah bertunangan. Saat mengingat sikap Emerald, Crystal justru semakin sebal pada Ruby. Kekagumannya akan sosok tampan nan sempurna Ruby pun tak lantas menyurutkan kekesalannya akan pertunangan Siti Nurbaya ini. Setelah Crystal menarik tangannya dari genggaman Ruby, pria itu tetap tersenyum santai sambil terus menyetir. “Ngapain lo jemput gue?” Crystal bertanya dengan nada ketus. “Papa yang minta aku untuk jemput kamu.” “Lo nggak ada kegiatan lain sampai rela datang ke sekolah gue? Modus apaan lo?” "Kamu lupa kalau aku ini tunangan kamu?" "Dih, segitu pengennya lo diakuin sebagai tunangan gue?" "Kenapa? Kamu belum siap? Terserah kamu aja. Dianggap calon tunangan juga nggak masalah. Semuanya balik di kamu aja." Karena ditanggapi dengan tenang, Crystal semakin kesal. Kenapa tak ada perlawanan dari Ruby? Apa Ruby tertarik padanya dan setuju tentang perjodohan ini? Blush! Walau sedikit kesal, wajah Crystal menjadi merah karena malu. Ruby bahkan tak menoleh padanya lagi setelah itu. "Jadi lo jemput gue karena disuruh bokap lo? Segitu nganggurnya lo, ya, sampai nurut aja dan sok-sokan jadi tunangan yang baik? Sorry, gue nggak akan terkesan," sengit Crystal. “Bukan gitu. Cuma aku tadi lagi di rumah, suntuk aja. Lagian hari ini aku nggak ada jam kuliah. Oh iya, aku kuliah manajemen ekstensi di UI.” “Emangnya gue ada tanya lo?” Ruby menggeleng, hanya sesekali menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “Nggak, sih. Niatnya cuma mau ngasih tau aja.” Setelah itu, Crystal hanya diam sampai Ruby mengantarkannya ke rumah. Ruby sangat sopan dan ramah pada Crystal. Crystal saja yang memang dasarnya kesal sebab pertunangan itu hanya terus menatap sinis Ruby. Balasan yang dia dapat justru senyuman dari pria berwajah oriental itu, membuatnya kesal karena sulit membenci. "Makasih, ya!" seru Ruby saat mengantar Crystal sampai di depan pintu. "Lain kali kalau mau ketemu gue itu izin dulu! Gue nggak suka, ya, lo sembarangan masuk aja ke hidup gue." "Tapi ... aku ini punya hubungan sama kamu, 'kan?" "Nggak! Buat gue, lo tetap cuma calon tunangan! Gue cuma akan anggap lo tunangan gue setelah gue bisa terima semua mimpi buruk ini." "Aku ... mimpi buruk kamu?" "Iyalah! Gue itu udah punya pacar! Gara-gara lo, dia mutusin gue. Dan sekarang, lo seenaknya aja ngaku-ngaku jadi tunangan gue? Mimpi, lo!" Cantik. Bahkan saat marah pun Crystal sangat cantik. Ruby hanya bisa tersenyum sambil mengusap kepala Crystal. Tak senang, Crystal pun menepisnya. "Cerewetnya kamu ini ngingatin aku sama seseorang," sahut Ruby, lagi. "Siapa? Cewek lo? Gebetan lo? Mantan lo?" Ruby hanya menggeleng. "Kayaknya bukan ketiganya. Nggak tau. Aku juga nggak ingat." "Cih, dasar playboy! Terlalu banyak sampai lupa, hah?" "Kenapa kamu marah-marah terus, Crys? Aku nggak pernah maksa kamu untuk tunangan sama aku, tapi sekarang, kita udah punya ikatan. Cincin ini buktinya. Aku nggak mau ngikat kamu cuma karena cincin ini. Kamu merasa welcome sama aku aja, aku senang banget. Nggak apa-apa nggak dianggap tunangan, jadi teman dulu aja juga nggak masalah.” "On your dream." Crystal segera masuk dan membanting pintu tepat di depan wajah Ruby. Ekspresi senyum Ruby tadi berubah sendu, sangat berbeda dari kesan ramahnya tadi. "Aku tau Papa ngelakuin sejauh ini cuma untukku. Tapi ... semakin hari aku terus merasa jadi orang lain. Apa Ruby yang dulu ... memang begini, Pa?" monolognya. Ruby segera masuk ke mobil untuk pergi meninggalkan pelataran rumah Keluarga Kusuma. * Rumit sekali hidup Crystal. Setiap harinya, dia hanya menghadapi kemarahan Emerald dan sikap tak acuh Intan. Dia tak mengerti kenapa Emerald sulit sekali menatap matanya untuk mendengarkan penjelasan terkait pertunangan itu. “Please, Al. Dengerin gue dulu,” pinta Crystal. “Apa lagi yang mesti gue denger? Mending lo jauh-jauh dari gue. Lo nggak sadar, ya? Sekarang status lo itu udah resmi tunangan sama cowok tampang Korea itu. Ngapain lagi lo ngejar-ngejar gue?!” tukas Emerald, kesal. “Al, gue nggak bisa mutusin pertunangan ini. Yang mesti lo tau, gue masih sayang sama lo. Gue terpaksa tunangan sama Ruby karena ....” “Ck, Ruby Reyansha Alexander. Beruntung, kan, bisa dapetin dia? Di usianya yang masih muda, sambil kuliah, dia juga mulai jalanin bisnis bokapnya di perusahaan Alexander Coorp itu. Kurang apa lagi lo? Lo bakal jadi istri eksekutif muda yang juga konglomerat itu. Selamat!” "Al, please ...." "Udah, lah! Gue udah muak sama lo!" Crystal tak bicara lagi, Emerald pergi meninggalkannya. Persahabatannya dengan Intan pun hancur berantakan. Maklum, Intan ikut terseret konflik batin sahabatnya. Setelah gagal bicara baik-baik dengan Emerald, Intan pun tak berpihak padanya. “Sumpah, gue sebenarnya malas ngomong lagi sama lo, Crys. Lo itu udah nyakitin Pak Bule.” “Please, Tan, bantuin gue sekali ini aja. Gue beneran nggak ada niat nyakitin dia. Lo tau sendiri gimana sayangnya gue sama dia. Gimana usaha gue waktu itu untuk ngejar dia. Gue nggak akan sebego itu ninggalin dia, Tan.” Intan tersenyum sinis, “Kenapa enggak? Toh, yang lo dapetin sekarang juga lebih wow, 'kan? Ruby Alexander. Eks-mud pula. Yang terpenting, dia itu kakaknya Morgan, salah satu pewaris Alexander Corp.” Intan pergi meninggalkan Crystal. Crystal sangat sedih melihat hubungan pertemanannya dengan Intan juga berantakan. Di sana, Intan terhenti dan merasa kasihan juga pada Crystal. Di sela waktunya, dia selalu membujuk Emerald untuk lebih mengerti perasaan Crystal. “Seenggaknya lo ngobrol baik-baik sama dia lah, Bule! Toh, pertunangan ini juga bukan kemauan dia. Coba mikir dari posisi dia.” Emerald menoleh sinis. “Lo mikir dari posisi gue nggak, Tan? Gue itu hancur banget. Apalagi seminggu lagi itu anniv gue sama dia yang ke-2 tahun. Kalau nggak ada lo, gue nggak mungkin setegar ini, Tan.” Intan menggenggam tangan Emerald, “Maafin gue. Gue cuma pengen yang terbaik untuk kita bertiga. Gue pengen kita bertiga sahabatan lagi kayak dulu.” “Lupain itu, Tan. Gue benci dia.” Intan dan Emerald menjauh dari Crystal. Crystal hanya sendiri. Tak ada lagi tempatnya mengadu. Ketika kesendirian itu menyelimuti hatinya, genk Beverly justru menghampirinya saat jam istirahat di taman. Duduk, mengobrol, dan bercanda bersamanya. “Sok akrab banget kalian sama gue,” keluh Crystal. “Iya, dong. Lo itu calon kakak iparnya si Morgan, toh?” tambah Jimmy. “Punya kakak ipar lo, Gan! Kakak ipar cantik gini harus disayang baik-baik.” Davin menepuk bahu Morgan. Morgan tersenyum sinis. Hanya menggeleng saja sambil memijat sedikit bahunya yang agak nyeri pasca bermain basket beberapa menit lalu. “Eh, sekarang lo jarang ngumpul lagi sama si Bule kw n Intan itu?” tanya Morgan. Crystal mengernyitkan alis. “Bule kw? Cowok gue lo bilang Bule kw?” Morgan tersenyum cuek, “Cowok lo? Mimpi lo! Mantan, kali! Cowok lo itu sekarang kakak gue.” “Ah, iya. Sekarang, gue jadi Mrs. Ruby Alexander. Benar.” “Mrs. Ruby? Pede banget lo! Masih tunangan juga, emangnya setelah itu mau apa?” tandas Jimmy. "Abis lulus mau langsung merit lo, ya?" imbuh Davin, menertawakan ekspresi cemberut Crystal. Suara ketiganya saling sahut hanya untuk membalas sindiran dan lelucon. Morgan hanya tersenyum sinis, memainkan gelang tali di tangannya. "Jangan sepede itu, Nona. Dia bukan 'Ruby'. Bahkan setelah nanti dia balik jadi Ruby yang dulu, gue nggak yakin dia masih terima perjodohan ini. Kecuali ... lo nantinya berhasil masuk ke hatinya." "Bukan Ruby? Kalau dia bukan Ruby, dia siapa?" tanya Crystal, bingung. Tak ada balasan lagi. Morgan tak mengatakan apa pun terkait rahasia yang dia tahu tentang Ruby. Dia pergi saja meninggalkan ketiganya. * Semenjak hubungannya berantakan dengan Intan dan Emerald, Crystal lebih sering bergaul dengan genk Beverly dan meladeni tingkah urakan dan kekocakan mereka. Jika Crystal sedang duduk sendirian, mereka berinisiatif membuat lengkungan di bibirnya. Cowok Beverly pun jadi jarang terlihat mengumbar cinta dengan cewek-cewek Golden, hanya menemani Crystal. Terutama Morgan. “Nggak bosen tiap hari bengong mulu, Non?” tanya Morgan saat menghampiri Crystal yang duduk sendiri di bangku taman. “Ngapain lo di sini?” “Nggak ada, mau nemenin lo aja. Dari sana, gue liat lo udah kayak ayam sayur, bengong mulu. Nggak takut kesambet, ya!” Crystal tak peduli. Dia hening lagi dan mengabaikan Morgan, lebih memilih tenggelam dalam lautan pikirannya. Kesal, Morgan pun mencubit lengan Crystal. “Sakit, Gan! Lo apaan, sih?” “Lo, sih, bengong mulu. Btw ... udah sejauh mana hubungan lo sama kakak gue? Ini udah dua minggu sejak pertunangan, loh!” Crystal mengurai senyum sinis, “Kakak lo? Yang lemot itu?” “Eh, kurang ajar lo! Bilangin kakak gue lemot segala.” “Abisnya, dia itu kayak nggak hidup, tau! Diem mulu, senyum terus. Nggak ada reaksinya. Trus apa gunanya kami bertunangan, coba? Toh, dia juga nggak ngelakuin tindakan selanjutnya.” Mendengar keluhan Crystal, Morgan justru tertawa geli. "Ih, apaan lo? Kenapa malah ketawa?" “Ngarep lo, Non, dikejar-kejar sama Ruby?" “Eh, nggak gitu juga, sih. Maksudnya ....” “Lo kira kakak gue mau dijodohin sama lo? Dia juga terpaksa, kali! Dia itu cuma nggak bisa move on dari masa lalunya,” sahut Morgan, tegas. “Masa lalunya?” “Ya, masa lalu yang udah buat gue kehilangan Ruby yang dulu.” Crystal tak mengerti ucapan pelan Morgan. Namun, perhatiannya beralih pada Emerald yang berjalan melintasi mereka. Dia segera berdiri dan menahan lengan Emerald. "Al ...." “Apaan lagi, sih, lo?” kesal Emerald. “Please, Al. Kalau memang kita nggak bisa kayak dulu, seenggaknya kita bisa berteman.” “Teman? Mimpi lo, ya? Setelah semuanya lo hancurin gini, seenaknya aja semuanya harus balik kayak dulu, hah?!” sengit Emerald. "Al, please. Kita bisa bicara baik-baik." Perhatian Emerald beralih pada Morgan. Morgan yang ditatap sinis pun hanya tampak tak acuh. “Ck, lagian sekarang lo juga udah punya gandengan baru, kan?!” sinis Emerald. Yang dimaksudkan oleh Emerald adalah Morgan. Morgan mengernyitkan alis karena namanya ikut diseret-seret si bule itu, “Gue?” tanya Morgan cuek sambil menunjuk wajahnya. Crystal semakin kalut. 'Apa lagi yang dipikirin si Al? Jangan sampai dia salah paham lagi,' pikirnya. Crystal menggeleng. Berniat memegang tangan Emerald, dia justru menepisnya. “Morgan itu ....” "Ck, lo playgirl juga, ya! Lo jadiin si Morgan itu cadangan kalau pertunangan lo sama si cowok Korea itu batal? Seenggaknya, lo bisa jadi pacar salah satu pewaris Alexander Coorp, 'kan? Culas banget, lo. Ah, enggak. Yang lebih benar lagi ... lo itu murahan banget!” Darah Crystal mendidih mendengar penghinaan Emerald tentang harga dirinya. Refleks, dia melayangkan satu tamparan di pipi Emerald.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD