Darren Revano Abrata.  Pria yang sangat Mikaela cintai, tujuh tahun lalu, hingga sekarang.  Mikaela tetap mencintai pria itu. Tapi sekarang dia tidak akan berharap  lagi, sejak Rendy mengatakan bahwa Darren sudah menjalin hubungan dengan  dokter yang merawat Daffa tiga tahun yang lalu. Kemudian sekarang,  Rendy mengatakan bahwa mereka sudah bertunangan dan akan segera menikah.
Mikaela tau semua kabar  Darren dari Rendy, dan tentunya kedua sahabatnya yang ada di Indonesia,  Tiwi dan Siska. Kalau Rendy tidak memberitahu apa yang Mikaela ingin tau  tentang Darren, maka kedua sahabatnya yang akan mencari tau, karena  Tiwi bekerja di kantor Darren. Sedangkan Siska adalah rekan bisnis Rendy  yang juga tetangga dekat Rendy. Seperti informasi jika Tiwi pernah  memergoki Darren berciuman di kantor dengan wanita yang sekarang sudah  menjadi tunangannya. Dan itu hanya membuat Mikaela tersenyum miris.  Darren mungkin sudah melupakannya dan menganggapnya tidak penting,  berbeda dengan Mikaela.
Jika Mikaela boleh  memohon, dia tidak ingin bertemu dengan Darren lagi, selamanya. Atau  mungkin sampai Darren menikah dan Mikaela juga sudah menikah dengan pria  yang akan dia cintai kelak, saat itu mungkin Mikaela akan muncul di  hadapan Darren dan meminta maaf padanya. Untuk sekarang dia tidak siap.  Hatinya tidak siap melihat pria itu bahagia dengan wanita lain.
Darren sudah berubah.  Dia seorang boss besar sekarang. Mikaela tau dia sukses memimpin  perusahaan ayahnya dan menjadikan perusahaan itu besar setara dengan  perusahaan ayah Rendy. Mereka benar-benar orang hebat, sedangkan  Mikaela? Dia merasa kecil sekarang.
Jika bukan karena Rendy yang telah membiayai hidupnya, mungkin Mikaela tidak akan bisa melanjutkan study  di tempat impiannya ini. Mikaela bersyukur ia mengenal pria sebaik  Rendy. Sampai kapanpun dia tidak akan melupakan itu. Dia akan membalas  Rendy suatu hari nanti.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Rendy membuyarkan lamunan Mikaela.
Gadis itu menengok ke kiri dan ke kanan karena mobil yang dia tumpangi sudah berhenti.
"Kita sudah sampai airport, kau mau sampai kapan terbengong seperti itu."
"Aku..."
"Apa kau memikirkan dia?"
"Tentu saja tidak kak. Ayo turun."
Buru-buru Mikaela  menarik Rendy turun, cowok itu pasti tau dia sedang memikirkan Darren.  Rendy sama bahayanya dengan Darren, kadang dia dapat membaca pikiran  Mikaela.
Lagi-lagi Darren yang ada dipikirannya.
"Aku ingin memberimu  sesuatu." ucap Rendy sambil berjalan disamping Mikaela yang mengantarnya  ke Bandara setelah berjam-jam mereka mengobrol.
"Apa itu sebuah hadiah?"
"Berbaliklah ke belakang. Itu hadiah ulangtahunmu."
Mengikuti kata Rendy, Mikaela langsung menengok ke Belakang, tapi dia tidak menemukan hal apapun.
"Ada apa kak? Aku tidak melihat apapun."
"Benarkah? Coba kau lihat baik-baik."
Mikaela menengok lagi,  kali ini dengan lebih teliti memperhatikan belakangnya. Tapi dia tetap  tidak menemukan apapun juga. Dengan malas-malasan dia berdecak dan  kembali membalikan badan ke arah Rendy. "Kak, kau ingin..."
Kata-kata Mikaela  terhenti seketika melihat sosok dihadapannya. Bukan Rendy, tetapi pria  yang memakai mantel hijau army dengan senyum merekah hangat yang sudah  berdiri disamping Rendy.
"Kau tidak mengenaliku lagi setelah setahun lalu kita bertemu, Mika?" ucap Daffa, pria yang sudah berdiri di depannya sekarang.
Mikaela hampir menangis  ketika Daffa memeluknya. Dia benar-benar terkejut dan tidak menyangka  Daffa juga ada disini, datang untuk menemuinya.
"Tentu saja aku  mengenalimu kak, kau adalah pengantin baru dengan pesta yang sangat  meriah dan diliput banyak media disana, bagaimana mungkin aku tidak  mengenalimu, wajahmu banyak terpampang di internet."
Tertawa mendengarkan  ucapan Mikaela, Daffa melepas pelukannya dari gadis itu kemudian  menengok ke arah Rendy. "Cepatlah pergi, atau kau akan tertinggal  pesawat."
Rendy mendengus. "Kau benar-benar tidak tau cara berterimakasih, seharusnya aku tidak mengajakmu kesini." umpatnya.
"Aku bisa datang sendiri."
"Aku tidak akan mengizinkanmu menemui Mikaela kalau begitu."
"Wow, siapa kau?"
"Hentikan kak! Kalian benar-benar tidak berubah." ucap Mikaela menghela napas.
"Baiklah, aku akan pergi sekarang." Rendy mengecek jam tangannya. "Hey Daffa, ingat, istrimu sedang menunggu di rumah."
Daffa meninju bahu Rendy pelan. "Kau yang paling tau kenapa aku menikah. Safe flight."
"Terimakasih kak, kau benar-benar paling bisa memberi kejutan padaku."
"Enjoy your time Mikaela,  hadiahmu yang lain sudah menunggu di apertemenmu, jadi jangan lama-lama  bersamanya, lagipula dia sudah punya istri sekarang, tidak baik  berduaan dengan suami orang lain." Rendy melirik Daffa yang menatap  tidak suka padanya. Dia terkekeh.
"Baiklah kak. Tenang saja, aku bisa menjaga diri."
"Aku akan datang seminggu lagi untuk menemuimu." Rendy mengacak rambut Mikaela sebelum beranjak dari tempatnya.
Mikaela tersenyum hangat. "Hati-hati kak."
Lambaian tangan Rendy  pada Mikaela dan Daffa menghilang perlahan. Kini fokus Mikaela ke pria  disampingnya, pria yang sekarang terlihat baik-baik saja, dengan badan  yang sudah berisi bahkan berotot, sangat berbeda dengan badan kurusnya  yang dulu.
Pria itu Daffa Revano  Abrata, cinta pertama Mikaela, sahabat Rendy, kembaran Darren, dulu dia  sangat menyukai Daffa, sampai akhirnya Darren datang di kehidupan  Mikaela sebagai Daffa, karena pada saat itu Daffa sedang sakit dan koma,  Darren datang menggantikan Daffa, tanpa Mikaela ketahui, dan Darren  berhasil merebut hati Mikaela dari Daffa tanpa memerlukan waktu yang  lama.
Mikaela tidak tau,  Darren mencintainya atau tidak. Yang Mikaela tau, bahwa seseorang yang  mencintainya tidak akan menyerahkannya pada siapapun, termasuk pada  Daffa, saudaranya. Tanpa memikirkan perasaan Mikaela, Darren menyuruhnya  untuk bersama Daffa, yang waktu itu juga mencintainya.
Ini adalah hubungan yang  sangat rumit. Mikaela tersenyum mengingatnya, mengingat bagaimana cinta  monyetnya dengan Darren dan Daffa. Ia memalingkan wajah pada Daffa yang  tengah menatapnya.
"Kau apa kabar kak? Bagaimana kau bisa disini?"
"Apa sebaiknya kita mencari tempat untuk mengobrol?"
"Ide yang bagus, mau ke apertemenku?"
Sebenarnya Mikaela ingin  cepat-cepat pulang untuk melihat hadiah apa yang akan ia terima di  apartemennya seperti ucapan Rendy. Lagipula Mikaela ingin mengobrol  banyak dengan Daffa. Lebih leluasa jika mereka mengobrol di  apartemennya.
"Baiklah, aku rindu pada bi Salma dan juga masakanmu."
.
"Kau lebih berisi dari setahun yang lalu kak."
"Ya, makanku sangat banyak dan selalu pergi berolahraga."
"Pantas saja sekarang kau sangat sexy." Mikaela memperhatikan tubuh Daffa yang hanya berbalut kaos lengan panjang.
"Apa kau berubah pikiran  setelah melihatku dan menyesal sudah menolakku waktu itu?" goda Daffa  sambil menumpuk piring bekas makannya.
Salma hanya tersenyum  melihat mereka yang sedang mengobrol di meja makan. Ia membantu  membereskan piring-piring kotor yang ada di atas meja.
"Hmm, mungkin aku akan  menyesal, tapi mungkin tidak karena kau adalah pria beristri sekarang."  Canda Mikaela membuat Daffa dan Salma tertawa. "Istrimu sangat cantik  kak."
"Bagaimana kau tau? Kau belum bertemu dengannya."
"Aku melihatnya di  internet. Seorang pewaris tunggal perusahaan besar, M.S group Company.  Kau harus mengenalkannya padaku nanti."
"Pasti, aku akan mengenalkannya padamu."
Mikaela bangkit ingin membantu Salma yang sedang berkutat mencuci piring tidak jauh darinya.
"Lanjutkan saja pembicaraan kalian, biar bibi saja yang membereskan semuanya."
Mendengar penolakan Salma Mikaela melengos mengambil gelas. "Aku tidak ingin membantumu bi, aku hanya ingin minum air."
Gadis itu kembali lagi duduk di meja makannya. "Kau yang mengurus perusahaan milik istrimu kak?"
"Ya, untuk sementara."
"Kenapa?"
Daffa menumpukan pipinya pada telapak tangan dan memandang Mikaela. "Apa kau sangat ingin tau?"
"Sebenarnya iya."
"Tunggu saja, jika sudah saatnya nanti aku akan memberitahumu."
"Apa kau mencintainya kak?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Karena pernikahanmu sangat mendadak."
"Tidak mendadak juga." Elak Daffa.
Mikaela memandangnya dengan saksama, dengan tatapan curiga lebih tepatnya.
"Apa.. kau sudah menghamilinya kak?"
Mendengar pertanyaan  Mikaela, Daffa yang tadinya ingin minum meletakan gelasnya kembali. Dia  merasa geli melihat Mikaela yang memajukan badannya hanya untuk mencari  kesalahan di wajah Daffa.
"Apa aku terlihat seperti pria macam itu?"
Mikaela kembali menegakkan badannya. "Tidak sih, kau pria baik-baik kak. Tidak mungkin kau melakukan itu."
"Apa kau baik-baik saja?" Kini giliran Daffa yang mengajukan pertanyaan.
"Maksudmu?"
"Tentang Darren. Apa kau baik-baik saja dia sudah bertunangan dengan dokter Caroline?"
"Tentu saja aku baik-baik saja kak. Aku senang melihatnya bahagia."
"Baguslah, aku juga senang melihatnya. Caroline adalah wanita yang baik Mikaela. Dia adalah dokterku."
"Aku tau, bukankan kau sudah menceritakan padaku dulu?" Mikaela tersenyum.
Ternyata memaksakan  senyum itu sangatlah menyesakkan d**a. Tidak bisa dipungkiri hati  Mikaela merasa sakit. Tapi disisi lain, dia harus merelakan hal itu,  hidupnya akan terus berjalan walau tanpa Darren, bukan waktunya untuk  memikirkan percintaannya yang menyedihkan.
"Aku harus berterima kasih kepada Rendy, karena dia telah menjagamu selama ini."
"Dia benar-benar malaikat penolongku kak."
"Aku tau, dia yang selalu aku andalkan untuk menjagamu sejak dulu."
"Benarkah?"
"Ya, sejak kita sekolah dulu, hanya dia yang aku percaya untuk menjagamu."
"Pantas saja dia sangat baik padaku sejak dulu kak."
"Maafkan aku tidak bisa menjagamu dulu, aku.."
"Sudahlah kak, aku tidak  terlalu memikirkan hal itu, yang terpenting sekarang bagaimana aku akan  menjalani hidupku dan aku sangat bersyukur kau sudah sembuh total kak."
"Apa kau mau bekerja di perusahaanku? Maksudku perusahaan istriku?"
Mikaela menggeleng  cepat. "Tidak, aku ingin bekerja dengan hasil usahaku dan prestasiku.  Aku ingin membuktikan kehebatan dan kemampuanku tanpa campur tangan  kalian."
"Kalian?" Daffa mengerutkan kening.
"Kak Rendy juga mengatakan hal yang sama denganmu."
"Oh, seharusnya aku sudah bisa menebaknya."
Ponsel Daffa bergetar  hebat di saku mantel yang ia letakkan di kursi sebelahnya. Daffa segera  mengambil ponsel itu, sebelum mengangkatnya, Daffa melirik ke arah  Mikaela. "Darren." ucapnya kemudian menggeser simbol dengan warna hijau.
Jantung Mikaela berdetak  tak karuan ketika mengetahui bahwa Darren sedang menelpon Daffa  sekarang. Walau dia tidak bisa mendengar suara pria itu sama sekali.
"Aku sedang di Paris."
"......"
"Menemui rekan bisnisku."
"......"
"Aku akan kembali besok."
"......"
Daffa menutup teleponnya.
"A..apa yang.. dia katakan kak?" Tanya Mikaela terbata.
"Dia bertanya aku ada dimana."
"Lalu?"
"Mungkin ada sesuatu yang terjadi di perusahaan dan dia butuh bantuanku."
"Oh, begitu."
Suasana kembali hening sampai Salma datang membawakan beberapa potong kue dan kopi panas untuk Daffa.
"Makanlah, Bibi akan keluar sebentar ke supermarket." ujarnya sambil mengambil mantel.
"Hati-hati bi." Mikaela membantu Salma memakaikan mantelnya.
Setelah wanita itu pergi, Mikaela kembali mendekati Daffa yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Apa kau mengirim pesan untuk kak Darren?"
"Apa kau penasaran?"
"Tidak, aku hanya ingin tau."
Daffa tersenyum kemudian meletakkan ponselnya.
"Apa yang kau tulis untuknya?" Mikaela tidak menyerah mencari jawaban.
"Aku mengirim pesan pada Shine."
"Oh, pada istrimu."
"Kau terlihat kecewa."
Mikaela menjadi salah tingkah. "Kecewa untuk apa?"
"Apa kau ingin mendengar tentang Darren."
"Aku hanya penasaran, apa dia masih pemarah seperti dulu?"
"Ya, kadang-kadang."
"Apa dia masih sangat cuek seperti dulu?"
"Itu ciri khasnya Mika."
"Apa dia masih sangat egois?"
"Tidak juga."
"Apa dia masih suka memerintah sana sini."
Daffa tertawa. "Itu sifatnya sejak lahir."
"Apakah dia masih tidak memikirkan perasaan orang lain dan ingin menang sendiri?"
"Apa dia selalu berbuat seperti itu padamu?"
"Aku tidak bicara seperti itu. Lupakan itu kak."
"Kau juga tidak berubah Mikaela."
"Apa wajahnya masih mirip denganmu kak?" Mikaela tidak ingin mengalihkan pembicaraan tentang Darren.
"Menurutmu?"
"Pasti iya. Apa dia lebih tinggi darimu?"
"Ya, sedikit lebih tinggi."
"Dia tampan?"
"Hey, lihat aku."
Kali ini Mikaela yang terkekeh.
"Kau tidak melihatnya di internet? Dia sering masuk pemberitaan juga. Pria sukses yang tampan."
Bukan tidak pernah  melihatnya di internet, sejak Darren dikabarkan mempunyai kekasih,  Mikaela memutuskan untuk tidak lagi melihat berita tentang pria itu di  internet.
"Tidak pernah. Tapi.. Aku yakin dia tampan sepertimu kak."
"Ah, aku lupa mengucapkan sesuatu." Daffa menegakkan tubuhnya masih memandang Mikaela dengan senyuman.
"Apa itu tentang kak Darren?"
Terdengar tertawa renyah dari mulut Daffa. Sepertinya bukan tentang apa yang Mikaela harapkan.
"Happy Birthday Mikaela."
Tbc....