Menyelinap

1452 Words
"Kau yakin ada orang di sana?" Rigel menegang saat suara di ujung lorong terdengar sangat jelas. Begitupun dengan Joanna yang awalnya memberontak langsung terdiam, membiarkan tubuhnya semakin terhimpit oleh Rigel yang menahannya. "Aku yakin, tadi aku melihatnya. Tapi kayanya nggak ada deh." "Mau dicek?" "Ayo." Rigel menahan napas ketika suara langkah kaki bergema memasuki lorong. Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak bersuara, bahkan ia semakin rapat membungkam bibir Joanna. "Untuk semua unit berkumpul di markas sekarang!" Suara dari walkie talkie terdengar nyaring, menginterupsi kedua langkah orang yang memasuki lorong. Salah satunya berdecak. "Apa lagi coba?" Terlihat kesal karena pemanggilan barusan yang sepertinya dilakukan oleh ketua mereka. "Sudahlah, ayo. Nanti bos marah kalau tahu kita nggak ada." Temannya menarik bahu orang itu untuk berputar arah keluar dari lorong. "Tapi———" Dan orang itu memprotes karena yakin kalau di ujung lorong  masih ada orang yang bersembunyi. "Ayo, nggak ada apa-apa di sana." Namun, temannya meyakinkan kalau di sana tidak ada orang dan terus menyeretnya pergi tanpa memberinya kesempatan untuk mengecek lebih dulu. Selepas kepergian dua anggota perampok, Rigel akhirnya bisa bernapas lega. Baru saja ia selesai menghela napas panjang, seketika tubuhnya terdorong mundur dengan kasar. Hampir saja Rigel terjatuh, beruntung keseimbangannya sangat baik sehingga ia bisa bergerak cepat menahan tubuhnya agar tidak jatuh. "Apa yang kau lakukan?" tukas Rigel kepada Joanna yang baru saja mendorongnya dengan sangat kasar. "Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Apa yang kau lakukan, apa kau berniat membunuhku? Aku hampir tidak bisa bernapas gara-gara kau membungkamku!" sergah Joanna, teramat kesal pada Rigel. Rigel berdiri tegak di hadapan Joanna yang menatap jengkel dirinya. Ia mendengkus pelan, malas berdebat lantas ia menurunkan egonya dan meminta maaf pada perempuan itu. "Sorry, tadi aku refleks melakukannya. Karena suaramu bisa saja menarik perhatian mereka." Joanna mendengkus kasar, enggan menanggapi ataupun merespon permintaan maaf Rigel beserta alasan lelaki itu. Joanna malah bergegas pergi tanpa mengatakan apa-apa. "Kau marah?" Rigel yang melihat Joanna pergi segera menyusul, mensejajarkan langkahnya di samping perempuan itu. "Kau marah padaku?" Ia kembali bertanya karena Joanna tak menyahut. "Jo." Sampai pada akhirnya ia nekat menarik bahu Joanna agar mau berhenti dan menghadapkan pada dirinya. "Kenapa kau marah? Bukankah aku sudah minta maaf." "Apa itu penting?" sahut Joanna, nampak acuh tak acuh. Untuk alasan yang tak jelas, Joanna menghindari kontak mata dengan Rigel. Kejadian tadi masih terbayang jelas dalam pikirannya, menari-nari konyol di dalam otaknya dan itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. Apalagi ketika ia menatap mata Rigel, perasaan aneh yang sempat menyergap dalam benaknya kembali membuat hatinya tidak nyaman. Itu kenapa Joanna memilih bergegas pergi dan menghindari kontak mata dengan Rigel agar ia bisa fokus menjalankan misi. "Tentu saja penting. Kita ini sekarang tim, kita bekerjasama untuk menjalankan misi ini. Dan akan sangat tidak nyaman jika salah satu di antara kita ada yang marah. Lagipula aku juga tidak suka didiamkan seperti ini. Bukankah aku sudah minta maaf, lagian aku tadi tidak sengaja melakukannya. Kenapa kau harus sampai semarah itu? Aku hanya membungkam mulutmu, tidak lebih," jelas Rigel, panjang lebar menerangkan semuanya. Berharap Joanna akan mengerti, tapi sepertinya tidak. "Tapi yang kau lakukan itu hampir membuatku tak bisa bernapas. Dan bisa saja aku akan mati karena kehabisan napas!" cetus Joanna, marah. Jantungku nyaris akan meledak gara-gara kamu! jerit Joanna dalam hati. Rigel berdecak, mencoba memahami tapi ia merasa Joanna bereaksi terlalu berlebihan. Namun, ia sadar jika sekarang bukan waktu yang tepat untuk berdebat. Waktu mereka terbatas, maka mau tidak mau Rigel harus menekan emosi dan membunuh egonya sendiri untuk persoalan ini. "Oke, aku minta maaf. Sekali lagi aku minta maaf karena hampir membuatmu tak bisa bernapas. Aku harap kau mau melupakan kejadian tadi, karena waktu kita terbatas dan tak ada gunanya meributkan ini. Kita harus cepat menyelesaikan ini semua," pungkas Rigel. Tak berharap lebih Joanna akan memaafkannya. Tapi ia harap perempuan itu akan bersikap seperti biasa agar tidak ada kecanggungan yang akan membatasi gerak mereka. "Oke. Tapi aku nggak akan mentolerir jika kejadian tadi terulang lagi," kata Joanna, kemudian berjalan lagi. "Aku janji, tapi tidak tahu jika keadaan mendesak seperti tadi," sahut Rigel. Spontan Joanna berbalik, melotot mendengar jawaban Rigel barusan. Namun, Rigel hanya menyunggingkan senyum tipisnya dan berjalan mendahului Joanna. "Ayo, sebelum para perampok itu datang lagi." Rigel berucap tanpa menghentikan langkah kakinya dan diam-diam tertawa melihat ekspresi kesal Joanna. Joanna memandang punggung Rigel yang bergerak menjauh, mengembuskan napas kasar. "Dasar nyebelin!" Suasana gedung begitu mencekam, gelap tanpa adanya penerangan. Terutama ketika mereka memasuki gudang penyimpanan makanan. Para perampok itu memang menjadikan tempat ini sebagai gudang untuk menimbun hasil jarahan mereka yang kebanyakan makanan. Mereka bergerilya ke setiap tempat untuk mengumpulkan makanan dan menyimpannya di ruangan yang paling luas di gedung ini. "Wah." Rigel terpanah ketika melihat banyak makanan berjubel di ruangan. Tak hanya memenuhi rak-rak besar di ruangan itu, tapi juga mengisi di setiap tempat sampai bisa dibilang ruangan itu benar-benar penuh dengan makanan. "Dari mana kau tanu tempat ini?" Rigel menoleh pada Joanna yang berdiri di sebelahnya. "Dulu aku pernah dirampok oleh mereka dan berhasil menyelamatkan diri. Tapi tidak dengan hasil makanan yang aku kumpulkan dari mencari di berbagai tempat. Mereka mengambilnya." Joanna mengembuskan napas kasar, kesal jika mengingat kenangan buruk itu. Bagaimana para perampok itu begitu s***s mengambil semua persediaan makanan yang susah payah ia kumpulkan. "Mereka juga menjarah di setiap tempat, membuatku tak bisa menemukan makanan dan harus kelaparan beberapa hari. Lalu di saat itulah aku mulai melakukan hal nekat, berniat merampok balik mereka." Joanna terkekeh, entah apa yang lucu. Rigel pun terheran-heran, tapi ia tak menyela dan tetap menunggu sampai Joanna melanjutkan ceritanya. "Tapi siapa sangka jika usahaku justru membuat aku menemukan tempat ini. Dan sejak saat itu aku tak perlu bingung mencari makanan. Hanya butuh sedikit tenaga ekstra untuk menghadapi para perampok itu." "Kau melawan mereka?" tanya Rigel, penasaran. "Jika bertemu tentu saja iya. Memangnya kau pikir aku mau mati konyol di tangan mereka?" Joanna mendengkus pelan. "Tapi aku tidak sebodoh itu. Aku berusaha menjadi tikus, menyelinap dengan aman dan pulang dengan selamat." "Wow." Rigel tak mampu berkata-kata, mengagumi keberanian Joanna yang sudah sering menyelinap ke sini. Mendengar sedikit cerita dari perempuan itu, membuat keraguan Rigel berangsur-angsur berkurang. Ia bertekad pada dirinya sendiri kalau ia bisa melakukannya seperti Joanna. "Ambil kantung di saku depan, dan masukkan bahan makanan sesuai kebutuhan. Sebelum kau mengambilnya, pastikan makanan itu masih layak untuk dikonsumsi." Joanna memberitahu, memberi arahan pada Rigel untuk beraksi mengambil makanan guna persediaan mereka. "Oke." Rigel yang sudah tak sabar pun bergegas ke rak-rak besar di sisi kiri. Ia mengambil berbagai makanan, dari mulai makanan kaleng sampai ciki-ciki yang bisa dikonsumsi. Sambil memasukkan makanan-makanan tersebut ke kantung besar, ia juga memasukkan makanan ke mulutnya. Rasa lapar membuatnya tak tahan untuk menyia-nyiakan kesempatan. Sementara Joanna memilih makanan di sisi kanan. Berbeda dengan Rigel yang memasukkan makanan apa saja asal bisa dimakan. Sedangkan Joanna memasukkan makanan yang benar-benar berguna untuk menutrisi tubuhnya, kalau bisa yang mengandung serat dan karbohidrat agar mereka tak mudah lapar setelah memakannya. Sadar karena mereka tak bisa membawa banyak makanan, maka Joanna sangat berhati-hati dalam memilih. Di saat Rigel dan Joanna sedang sibuk mengambil makanan. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat, sontak mereka berdua yang mendengar suara langkah kaki itu pun panik. Rigel melemparkan tatapan cemas pada Joanna yang juga menatapnya was-was. "Bagaimana ini?" Rigel setengah berbisik, bertanya pada Joanna yang jelas tidak akan mendengar suaranya karena jarak mereka lumayan jauh. "Hei!" Rigel dan Joanna melotot saat mendengar teriakan dari luar. "Siapa di sana?" Rigel mengerutkan kening, menunggu dengan waspada pada pintu yang bisa saja terbuka. Namun, lama menunggu pintu tak kunjung terbuka, bersamaan dengan derap langkah kaki meninggalkan tempat itu. "Woy, jangan lari!!!" Lalu terdengar suara bariton diiringi derap langkah menggebu-gebu. Baik Rigel dan Joanna jelas bertanya-tanya akan apa yang terjadi di luar sana. Menyadari keadaan mulai tak aman, karena sepertinya para perampok itu sudah kembali. Lantas Joanna melambaikan tangan pada Rigel, menyuruhnya mendekat. "Rigel, ayo." Joanna menyuruh Rigel menyudahi aksinya mengambil makanan. Rigel mengangguk. Bergegas untuk pergi menghampiri Joanna. Namun, kesialan menimpanya, tanpa sengaja ia menyenggol sebuah rak di samping kirinya dan menyebabakan rak tersebut roboh. Alhasil suara bedebum yang sangat keras tak dapat dihindari, bersamaan dengan tumpukan makanan di rak yang terjatuh berserakan menutupi tempat ke arah Joanna berada. "Apa itu?" Ditambah suara tersebut ternyata berhasil menginterupsi orang-orang yang masih ada di depan gudang. Rigel melotot, melemparkan tatapan panik pada Joanna yang tak kalah horor menatapnya yang kemudian mengalihkan pandangan ke arah pintu. Di mana knop pintu itu bergerak, menandakan bahwa seseorang tengah berusaha membuka pintu. "Mampus!" Rigel mengusap kasar wajahnya. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan saat para perampok itu memergokinya di sini. "Ya Tuhan, tolong hamba. Seandainya aku punya jurus menghilang." Rigel mendesah berat, tapi kemudian jantungnya kembali berpacu saat pintu benar-benar terbuka lebar. "s**l!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD