Nikah di KUA

1123 Words
"Besok aku nikah sama Arga di KUA, kamu ikut, ya." Dita meminta Asti agar besok bangun lebih pagi dan juga menemaninya. Mata Asti membulat setelah mendengar ucapan Dita. Asti ingin melayangkan protes tetapi tidak bisa. Baru saja dia merasa bahagia karena jatuh cinta pada Arga tetapi perasaannya harus kandas karena Arga akan menikah dengan Dita. "Mbak Dita enggak demam kan?" Asti mendekati Dita yang sudah ada di hadapannya, memeriksa suhu tubuh di kening Dita. "Tapi Mbak Dita baik-baik aja deh." Asti merasa heran dengan apa yang terjadi pada Dita. Tiba-tiba ingin menikah. "Aku enggak demam, Asti." "Mbak Dita boleh nikah sama siapa aja, mau sama CS di kantor agensi juga enggak apa-apa, tapi jangan sama Mas Arga. Mas Arga itu punya aku." Asti mengerucutkan bibirnya. "Emang di keningnya Arga ada tulisannya gitu, milik Asti? Enggak ada, kan? Udah jangan banyak protes, besok aku nikah." Dita tidak ingin dibantah. "Tapi, Mbak ... ya udah deh, nasib orang asisten emang gitu, harus ngalah sama Bos. Temen Mas Arga pasti pada cakep tuh, ntar aku minta dikenalin aja." Asti mulai menghayal dikenalkan dengan pria tampan. Dita tidak menggubris Asti, dia berjalan masuk kamar lalu mengunci pintu kamar, meninggalkan Asti yang sedang sibuk dengan khayalannya sendiri. Di dalam kamar, Dita merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia membuka ponsel. Dia buka album foto di ponselnya, mengenang hubungan baiknya dengan Damar selama ini. Awalnya Dita tersenyum, lama kelamaan bulir bening keluar dari kedua matanya hingga akhirnya dia melempar ponsel lalu berteriak, "Dasar cowok m***m!" Dita membenamkan kepalanya di atas kasur lalu menangis sejadi-jadinya. Dita yang terlihat tegar setelah mendengar berita rencana pernikahan Damar ternyata rapuh di dalam. Dia merasa sangat sakit hati. Hanya dalam waktu singkat hubungan dengan Damar berakhir karena gadis bernama Yuni. Setelah puas menangis, dita bangun, duduk bersandar pada kepala ranjang. Dia mengambil ponsel yang dia lempar tadi. Lalu menunduk, "Mestinya aku enggak ngajak Arga nikah. Tapi buat balas dendam sama Damar enggak cukup dengan menjadikan Arga pacar, harus nikah. Aku enggak boleh membatalkan apa yang sudah aku ucapan sebelumnya," batin Dita. Kini dia semakin yakin untuk menikahi Arga untuk tujuan membalas dendam pada Damar. *** "Ok, wajah Mbak Dita sudah cakep nih, mata bengkaknya udah enggak keliatan lagi," komentar Asti setelah Dita selesai memulas wajahnya. "Emang tadi mataku bengkak banget ya? Aku punya kebaya enggak sih, Ti?" "Bengkak aja Mbak, enggak pake banget. Kebaya ada kayaknya Mbak, tapi warnanya enggak putih, enggak apa-apa?" "Eh, jangan kebaya deh, pake baju lain aja yang rapi. Dress batik aja deh. Ngapain ribet pake kebaya segala." "Mbak Dita sih aneh, orang nikah buat sekali seumur hidup tuh pengen yang terbaik, lah dia mah asal comot calon suami," gerutu Asti sambil mencarikan dress yang Dita minta. Lama Asti mencari dress batik yang dia pikir cocok untuk Dita kenakan. "Nah ini dia dress batiknya. Yang ini gimana Mbak?" tanya Asti sambil memegang dress batik pink. Dita meraih dress batik pink dari tangan Asti, "Kamu ganti baju juga dong." Dita berjalan ke kamar untuk berganti pakaian. Selesai berganti pakaian, Asti mengambil kunci mobil. Dita telah siap dengan sebuah map di tangannya, berisi berkas yang dibutuhkan untuk menikah di KUA. "Jalan sekarang Mbak?" "Ayo." "Terus Mas Arga nunggu di mana Mbak?" "Belum tahu." "Gimana sih Mbak Dita ini, kok enggak ditelepon? Beneran mau nikah apa enggak sih?" Asti protes melihat sikap Dita yang terlihat santai. "Beneran kok. Udah kita ke parkiran dulu aja." "Duh, kalau kaya gini kan aku yang spaneng." Asti berjalan bersama Dita meninggalkan apartemen. Ponsel Dita berdering, ada panggilan dari nomor yang tidak dia kenali, dia segera menerimanya di dekat pintu apartemen. "Halo, ini siapa ya?" Dita bertanya pada orang menelpon saat menerima panggilan. "Aku Arga. Aku udah ada di parkiran. Kita ke KUA pake mobil siapa? Mobilku aja ya, ajak Asti sekalian." "Ok. Aku jalan ke bawah sekarang sama Asti. Kita ke KUA yang deket sini aja, enggak jauh kok, tiga puluh menit udah sampai." "Aku tunggu." Dita memutus panggilan telepon. Dia mengajak Asti untuk bergegas ke parkiran dengan lift dari apartemennya. Tiba di parkiran, Dita segera menemukan mobil Arga yang terparkir di sana. Dita mengajak Asti mendekati mobil Arga. Mobil Arga menyala. Arga keluar dari mobil untuk membukakan pintu mobil bagian depan untuk Dita. "Duh, calon penganten mesra banget deh ah, aku jadi ngiri." "Asti duduk di belakang enggak apa-apa?" tanya Arga pada Asti. "Enggak apa-apa, Mas. Lebih baik di belakang dari pada duduk di depan nanti malah diamuk sama singa betina, ngeri bangeeeet." Asti membuka pintu mobil bagian belakang. Arga yang sudah duduk depan kemudi tertawa mendengar ucapan Asti, "Dita suka ngamuk ya, Ti?" "Sering Mas, apalagi kalau belum dapet jatah makan, ngeri banget deh, bisa-bisa mobil Mas Arga hancur dibanting ama Mbak Dita," cerocos Asti. "Terus aja ya, Ti, aku enggak denger kok," ucap Dita dengan nada mengancam. "Eh, ampun Mbak Dita. Asti khilaf." "Sudah selesai kan acara berantemnya? Kita jalan sekarang ya. Baca doa dulu sebelum jalan. Tujuannya kita ke tempat yang baik, mau menggenapkan setengah agama, semoga Allah meridhoi perjalanan kita kali ini, aamiin." "Aamiin." Dita tidak ingin membahas apa yang dikatakan Arga. Dia hanya ingin segera tiba di KUA, dan mereka segera menikah, agar Dita bisa menjalankan rencana selanjutnya. "Hati-hati nyetirnya ya Mas. Ingat ada penumpang di belakang, aku bukan karung beras." Asti mengingatkan Arga. Setengah jam kemudian mereka sudah tiba di KUA. Arga membawa dua buah map miliknya dan Dita. Sebelum turun dia memastikan keputusan yang sudah Dita pilih. "Kamu yakin enggak akan nyesel kita nikah sekarang? Masih ada waktu buat kamu berpikir ulang kalau mau membatalkan pernikahan ini." Arga meyakinkan Dita jangan sampai salah memutuskan. "Aku yakin dengan keputusanku. Ayo kita urus pernikahan kita sekarang," ajak Dita menuju ke kantor KUA. Arga mengurus pendaftaran pernikahan mereka dengan memberikan dua buah map miliknya dan Dita. Petugas KUA membantu proses pendaftaran. Selesai urusan administrasi, perwakilan dari orang KUA akan menikahkan mereka dengan dua orang saksi dari sana. "Calon pengantin wanita ini sudah tidak memiliki kerabat dekat lagi ya?" tanya perwakilan dari KUA. "Iya, Pak. Satu-satunya keluarga saya cuma Asti, asisten saya." Petugas memulai semua persiapan sebelum akad nikah. Lalu memulai proses akad nikah antara Dita dan Arga. Proses akad berjalan dengan lancar. Asti memeluk Dita sambil menitikkan air mata. Baru kali ini dia merasakan bahagia untuk Dita setelah kemarin, bosnya dicampakkan oleh mantan tunangannya. "Mulai hari ini Mbak Dita harus bahagia, enggak boleh bersedih lagi, kalau Mas Arga nakal, bilang sama aku, nanti aku yang hajar!" Asti berkata di telinga Dita saat memeluknya. "Titip Mbak Dita ya Mas. Kalau Mas Arga berani nyakitin Mbak Dita, akan berhadapan denganku." Asti berpesan pada Arga. "Pasti aku jaga Dita. Kamu enggak usah khawatir." "Selanjutnya kita ngapain Mbak Dita?" "Balik ke apartemen. Aku mau pindahan ke apartemen Arga. Ayo cepetan, Ti." "Apa?" Asti membulatkan matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD