"Nikah, enggak salah nih?" tanya Arga bingung.
"Memang kenapa?"
"Karena aku enggak mau." Arga menolak dengan tegas.
"Loh kenapa? Kita kan sama-sama single." Nada bicara Dita mulai meninggi.
"Kamu enggak salah ngomong kan, Dita? Kamu enggak nyesel tuh ngajak aku nikah? Buat aku sih enggak masalah, tapi pasti akan jadi masalah besar di kamu suatu hari nanti. Kalau kamu tiba-tiba merasa bosan sama aku terus pengen pisah, kita enggak bisa pisah semudah orang putus hubungan pacaran lho, Dita."
"Aku habis diputusin sama Damar? Kami juga ada rencana untuk menikah, tapi belum jelas kapan, dia selalu menunda dengan alasan ini dan itu, yang jelas karena urusan agensi katanya, kenyataannya dia malah main gila dengan Yuni, sedangkan aku tetap setia di sampingnya, tapi aku yang diputusin." Dita masih belum bisa menerima keputusan Damar akan menikahi Yuni.
"Kamu ngajak aku nikah karena sakit hati dengan Damar terus pengen balas dendam sama dia?" Arga berusaha menebak apa yang ada di pikirkan Dita.
Dita diam sejenak. Dia ingin langsung menyetujui apa yang dikatakan oleh Arga tapi dia pikirkan kembali, karena dia pasti akan menyakiti perasaan Arga dengan memanfaatkan Arga menjadi seseorang yang berada dekat di sampingnya tetapi dia tidak memiliki cara lain untuk membalas perbuatan Damar. Hanya Arga yang bisa membantunya, karena Arga bisa berada dekat dengan Dita selama di agensi dan dengan mudahnya dia akan membuat Damar cemburu melihat kedekatan keduanya.
"Secinta itu kamu ternyata kamu dengan Pak Damar ya, Dit?" Kali ini Arga bertanya dengan suara rendah.
"Itu dulu, tapi aku menyadari sesuatu. Selama ini aku merasa bodoh karena pernah mencintai Damar, tapi aku enggak bisa membiarkan dia bahagia dengan Yuni sementara aku di sini tersiksa melihat mereka berdua yang akan segera menikah."
Dita menutup wajah dengan kedua tangannya. Sebenernya dia merasa malu jika dilihat Arga sedang menangis karena Damar.
"Kalau itu memang maumu, silakan, manfaatkan aku. Lakukan semua yang kamu mau. Kamu mau nikah, ayo kita nikah. Hari ini pun boleh, gimana?" Akhirnya Arga setuju dengan keputusan Dita.
"Kamu serius, Ga? Enggak akan menyesal karena sudah aku manfaatkan?" Dita masih belum percaya dengan ucapannya Arga.
"Aku serius. Ayo nikah, sebelum aku berubah pikirkan. Mau nikah kapan dan di mana? Selanjutnya kita akan tinggal di mana?" Arga menantang Dita.
"Kita harus nikah sebelum Damar nikah dengan Yuni. Gimana kalau besok, di KUA?" Dita berkata dengan semangat balas dendam.
"Ok. Aku setuju. Selanjutnya kita tinggal di mana?"
"Aku ikut kamu, aku kan punya asisten, jadi biarkan Asti tinggal di apartemenku. Kaya gitu bisa?"
"Bisa, kita tinggal di apartemenku. Nanti aku bantu kamu pindahan. Terus sebagai suami apa ini namanya? Suami sewaan atau suami kontrak? Apa saja yang harus aku lakukan?"
"Nikah dengan kesepakatan yang betul. Kamu kan sepakat jadi suami untuk membantu aku balas dendam kan? Selanjutnya kita harus berpura-pura mesra kalau ada di agensi, dengan atau tanpa terlihat oleh Damar. Sedangkan di luar agensi kita bisa bersikap santai kayak gini, gimana?"
"Perlu bikin kesepakatan hitam di atas putih? Terus selanjutnya pernikahan kita gimana? Akan bertahan selama apa, terus aku dapat apa? Kapan kesepakatan kita berakhir?" Arga ingin memastikan semuanya dan keuntungan baginya.
"Haruskah semua tertulis dengan jelas? Sampai kapan ya? Bisa enggak kita bicarakan lagi setelah kita nikah?"
"Boleh saja. Nanti kita buat saja surat kesepakatannya. Terus aku dapet apa, Dita?"
"Kamu mau apa? Uang? Atau barang apa? Sebutkan, sebisa mungkin akan aku berikan."
"Aku mau kamu mencintaiku setelah semua kesepakatan kita berakhir. Aku mau kita tidak berpisah setelahnya, gimana? Kamu yakin bisa memberikan itu semua?" tanya Arga.
"Kenapa kamu enggak minta uang atau kamera baru, itu lebih mudah aku berikan. Untuk cinta, aku enggak yakin apa aku bisa mencintaimu setelah patah hati."
"Waktu bisa menyembuhkan luka, saat luka itu telah sembuh kamu akan siap mencintai orang lain, yakinlah."
"Mudah-mudahan. Eh, kamu udah beres makannya? Kita pulang yuk, eh anter aku pulang tepatnya."
"Ok. Aku bayar dulu makanannya, kamu tunggu di mobil aja." Arga memberikan kunci mobil karena dia tidak ingin Dita menunggu di tempat yang tidak nyaman.
Setelah membayar makanan siang itu Arga kembali ke mobil. Dia mengetuk kaca di pintu depan bagian supir, karena Dita sedang duduk di sana. Dita keluar dari arah kursi kemudi, berpindah ke pintu sebelahnya, sedangkan Arga duduk di kursi di belakang kemudi.
"Kamu tinggal di apartemen mana?"
"Apartemen W yang deket agensi, enggak jauh dari sana. Kamu tinggal di mana?"
"Aku di apartemen Y, enggak jauh juga dari agensi. Tapi aku tuh baru pindah sebenarnya. Sebelumnya aku enggak tinggal di situ. Kita jalan sekarang ya." Arga melajukan mobil mengantar Dita pulang ke apartemennya.
"Lho memangnya kamu selama ini tinggal di mana?"
"Nomaden, Dit. Kemana aku pengen pergi aku ke sana."
"Oh iya ya. Kamu kan sudah cerita sebelumnya. Terus kenapa milih tinggal di Jakarta, dan jadi fotografer di agensi K?"
"Pengen coba peruntungan di dalam negeri aja. Nyoba di agensi K, katanya yang lagi naik daun di situ, siapa tahu banyak kerjaan di sana, dan ternyata bener."
"Ga, kamu turunin aku di depan aja, aku mau beli sesuatu buat Asti. Makasih ya udah nganter."
"Ok. Sampai ketemu lagi besok. Ingat janji kamu yang tadi, ya." Arga memberhentikan mobil di tempat yang dikatakan Dita.
"Iya. Besok aku kabari ya. Makasih sekali lagi. Aku turun di sini."
Dita turun di depan minimarket di dekat apartemennya. Dia ingin membeli beberapa camilan dan minuman untuk stok di kulkas. Dia sengaja membeli itu semua untuk Asti, karena akan meninggalkan apartemen setelah menikah dengan Arga.
Selesai berbelanja, dia kembali ke apartemen dengan berjalan kaki. Tiba di apartemen, Asti sudah ada di sana, sedang bermain sebuah permainan di ponselnya.
"Mbak Dita pulang sendiri? Mas Arganya mana? Kok enggak diajak ke sini?" tanya Asti saat melihat Dita masuk dan berjalan ke arah lemari pendingin untuk meletakkan semua yang sudah dia beli di minimarket.
"Aku diantar Arga sampai minimarket depan, mau beli camilan dulu buat kamu. Oh ya besok aku libur kan? Coba kamu cek jadwalku, seingat aku sih libur."
Asti menutup permainan di ponselnya dan mengecek jadwal Dita. Di jadwal yang tertulis, besok Dita libur. Tidak ada jadwal pekerjaan untuk Dita.
"Iya, Mbak, besok libur. Mbak mau jalan kemana? Aku ikut dong, ajak Mas Arga sekalian ya."
"Besok kita ke KUA, kamu ikuti sekalian sama Arga." Ucapan Dita menggantung.
"Ke KUA sama Mas Arga, mau ngapain Mbak?" Asti merasa sangat penasaran.
"Nikah." Jawaban singkat Dita membuat Asti semakin penasaran.
"Siapa yang nikah? Mbak jangan bikin aku penasaran gini dong."