Singapura

1384 Words
"Inget lho Dita, ini nama hotelnya, begitu sampai bandara langsung ke situ, karena siang ada gladi, jangan sampai Damar tahu kamu enggak berangkat bareng sama kita," kata April mengingatkan Dita karena jam penerbangan mereka berbeda, semua yang berangkat dengan tim agensi terbang lebih dulu satu jam dibandingkan Dita dan Arga. "Ok, Mbak April. Tenang aja, Damar kan lagi asyik sama Yuni, pasti fokusnya cuma sama Yuni aja, sisinya dia serahkan ke manajemen." "Iya, aku tahu itu, tapi tetap kamu harus langsung ke hotel." "Iya Mbak April, aku enggak akan kemana-mana lho." "Pokoknya kabari kalau sudah sampai Singapura," pesan April pada Dita. "Iya, Mbak iya. Tenang aja, aku pasti ngabarin. Mbak April berangkat duluan sana, keburu ditinggal pesawat nanti bikin repot yang lain. Titip Asti ya," sahut Dita mendorong punggung April berjalan ke pintu menuju pesawat. Sedangkan Dita masih harus menunggu satu jam lagi, karena memang mereka tidak menggunakan maskapai yang sama. Dita berangkat berdua saja dengan Arga. Selama di ruang tunggu, Arga tidak terlihat oleh Damar, karena Damar hanya sibuk bermesraan dengan Yuni, tidak memedulikan yang lain. Selama satu jam menunggu, Arga sibuk dengan ponselnya. Sepertinya ada hal penting yang dia urus sehingga tidak banyak mengajak Dita mengobrol. Begitu juga dengan Dita yang fokus memeriksa jadwal terbarunya yang sudah dikirim via surel oleh April. Waktunya masuk ke pesawat, Arga mengajak Dita berjalan mengikutinya, agar Dita tidak salah masuk pesawat. Setelah berada di dalam pesawat, Dita merasa senang bisa duduk di pesawat pada kursi kelas bisnis yang lebih lega jika dibandingkan dengan duduk di kursi kelas ekonomi. "Kita duduk di sini, Ga? Wah empuk banget ini kursinya, beda ama yang di kelas ekonomi. Makasih banget ya udah beliin tiket kelas bisnis, jadi aku bisa ngerasain bedanya." Dita bicara dengan mata berbinar. "Jelas beda dong. Rasanya juga pasti beda duduk di sini dengan di kursi kelas ekonomi." Dita mencoba duduk di kursi itu agar dapat merasakan bedanya. "Iya lho, beda. Eh, aku norak banget ya, Ga? Baru kali ini sih. Maafkan kenorakan aku ini." Dita tidak tinggal diam saat duduk di kursi kelas bisnis, dia memeriksa semua yang ada di kursi itu, hingga dia lupa jika pesawat akan segera take off. "Pakai dulu sabuk pengamannya, sebentar lagi kita take off." Arga membantu Dita memasangkan sabuk pengaman agar lebih cepat terpasang. Arga juga memberitahukan Dita untuk mengeluarkan sandaran kaki, agar kaki mereka bisa lebih rileks. Setelah terbang agak lama, Arga juga mengajari Dita cara menurunkan sandaran kursi, sehingga posisi duduknya lebih nyaman. Sepanjang dua jam perjalanan, Dita sibuk mengagumi semua yang ada di kelas bisnis, mulai dari kursi hingga makanan yang semuanya enak ketika dimakan. Arga merasa kasihan pada Dita saat melihat ekspresi Dita yang begitu senang dia berjanji untuk membuat Dita bahagia setelah ini. Tiba di bandara Changi - Singapura, mereka berdua tidak perlu menunggu pengambilan barang, langsung keluar bandara dan mancari taksi, langsung jalan ke hotel. Dita mengabari April lewat pesan teks. Sedangkan Arga membuat janji bertemu dengan Mira dan suaminya. "Dita malam ini kamu ada kegiatan enggak?" tanya Arga saat sudah berada di taksi menuju hotel.. "Kayaknya sih enggak ada. Siang ini kan persiapan, gladi, malamnya free katena harus istirahat. Besok itu acaranya full seharian, antri mekap, ganti baju, kayaknya berapa kali ganti baju gitu, selesainya tuh enggak tahu jam berapa." Dita menceritakan kegiatannya selama di Singapura. "Ok. Kalau gitu nanti malam aku ajak kamu jalan, boleh?" "Boleh. Kamu mau ngajak kemana sih? Oh ya, kamu bawa baju formal enggak? Kayak jas atau semacam itulah?" "Aku enggak bawa sih, buat apa?" "Buat gala dinner pas hari minggu. Di sana nanti kumpul banyak orang dari berbagai profesi, mulai dari artis, penyanyi, model, designer, manajemen artis, pokoknya macem-macem deh, sampai produsen, juga kumpul. Harus hadir dengan pakaian rapi, setelan jas gitu." "Oh, bisa kok. Nanti aku cari." "Hari minggu aja kita cari. Pagi kan masih bisa jalan." "Hmm, boleh juga. Jangan lupa nanti malam, kita juga jalan. Nah, kita sudah sampai hotel, ayo turun." April sudah menunggu Dita di lobi hotel untuk memberitahukan jika kunci kamarnya sudah dipegang Asti. Sedangkan Arga menuju meja administrasi untuk mengambil kunci kamar. "Mbak April, Damar enggak nyariin aku kan?" tanya Dita karena merasa khawatir Damar tahu jika dia tidak berangkat dengan rombongan. "Enggak tuh. Dia lagi mabok ama pacarnya tuh si Yuni. Dari tadi enggak keliatan setelah dapet kunci. Lagi ngamar kali dia. Eh ya, kita ke lokasinya bareng ya, sekarang ke kamar dulu buat istirahat sebentar, nanti aku telepon." "Tapi Mbak, aku mau ngasih tahu sesuatu. Kalau nanti aku enggak ada di kamar itu, berarti aku ada di kamar yang lain." "Lho kok bisa? Oh iya aku paham, pasti kamu pengen berduaan aja kan sama Arga, jadi kamar yang aku pesen dipake sama Asti? Ok, kabari aku kalian ada di kamar mana. Kalau mau indehoy, inget jam ya, jangan sampe kebablasan. Jangan sampe pas aku telepon kalian lagi enak-enakan bermesraan. Aku iri, karena enggak bisa." April melirik ke arah Arga. "Siap Mbak April. Lagi jam segini mau ngamar enggak enak Mbak, keburu ditelepon Mbak Aril repot. Orang sekalinya telepon enggak diangkat, berasa diteror selanjutnya." Dita meledek April. "Nah itu kamu paham kan. Aku ke depan dulu, mau ngurus transport buat siang ini," pamit April. "Lho Mbak, emang yang lain kemana?" "Lagi pada makan, laper katanya. Ya sudah aku urus sendiri aja." "Ok, ketemu nanti siang ya Mbak." Dita mengajak Arga menuju kamar Asti. Rencananya mereka akan bertukar kamar. Arga akan menempati kamar yang dipesan agensi, sedangkan Dita akan menempati kamar yang dipesan Arga. Mereka harus ke kamar Asti dulu untuk mengambil barang, lalu Arga akan mengantar Dita dan Asti ke kamar yang dia pesan, lalu dia akan kembali ke kamar Asti. "Asti kamu di kamar nomor berapa?" tanya Dita di telepon saat menunggu lift. "Kamar 1010, di lantai 10 ya, Mbak." "Ok. Aku ke sana sekarang." Dita menutup panggilan telepon, "Kita ke lantai 10, Ga." Mereka masuk lift, Arga menekan tombol menuju lantai 10. "Terus kamar kamu di lantai berapa, Ga?" "Lantai 20, kamar nomor 3." Tiba di lantai 10, mereka mencari kamar 1010. Asti membuka pintu setelah Dita mengetuk. Arga membantu Asti membawa koper dan barang milik Dita untuk dibawa ke kamar 2003. Mereka menuju lantai 20 dengan lift. Setelah koper dan semua barang Dita disimpan di kamarnya, Arga kembali ke lantai 10 untuk menyimpan tas yang dia bawa. Arga duduk di tepi ranjang, menelpon seseorang. Terdengar nada panggil karena belum diterima oleh orang yang dia hubungi. "Mira, aku udah di Singapura nih, udah sampai hotel. Malam ini kamu bisa kan ketemu aku sama Dita?" kata Arga saat Mira menerima panggilan teleponnya. "Bisa sih. Kirim alamatnya ya, Ga. Nanti aku datang sama Erik. Itu siapa yang telepon Mira?" tanya seseorang di tempat Mira yang suaranya terdengar oleh Arga. "Mir, itu Erik kan? Aku boleh ngomong sebentar?" "Ok. Rik, Arga mau ngomong nih." "Halo, gimana, Ga?" "Rik, malam ini ketemu aku di kafe, nanti alamatnya aku kirim. Kamu harus dateng." "Ok. Kamu udah di Singapura lagi? Kapan sampenya?" "Aku baru sampe hotel nih. Oh ya aku mau minta tolong sama kamu, jangan ceritakan apapun tentang aku pada Dita. Pokoknya rahasiakan semua. Ok?" pinta Arga pada Erik, sahabatnya. "Lho kenapa? Bukannya kamu sudah nikah sama Dita, terus kenapa harus dirahasiakan?" tanya Erik. "Ada deh. Nanti malam aku ceritain, aku mohon banget kamu sama Mira enggak cerita apa-apa, tolong banget pokoknya." "Ok deh. Pasti kamu sedang menyiapkan sesuatu buat Dita. Romantis banget sih. Seandainya dari dulu kamu jadi pasangannya Dita, aku bakalan cemburu tuh, soalnya kamu pasti bakalan nyiapin banyak kejutan buat dia, dan itu romantis banget tahu enggak sih." "Apaan sih, Erik? Biasa aja kali. Ya kemarin itu belum jodoh kayaknya." "Aku kan pengagum rahasia kamu, kamu tahu enggak sih aku juga cinta sama kamu." "Erik, udah deh, jijik aku dengernya. Terus Mira mau diapain?" "Yaelah, Arga, mau becanda aja enggak boleh. Aku tunggu kabarmu. Aku mau pergi dulu nih, pacaran sama Mira, kamu jangan cemburu ya Sayang." "Hey, najis tahu enggak. Iya nanti aku kabari. Salam buat Mira." Setelah menutup panggilan pada Erik, ada panggilan masuk dari Dita. Dia langsung menerimanya. "Arga, ke bawah sekarang ya. Kita mau ke lokasi, kamu ikut kan? Jangan lupa bawa kamera kamu, aku pengen dapet fotoku yang bagus." "Ok, aku ikut. Tunggu ya aku ke bawah sekarang." Arga mengambil kamera dan bersiap turun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD