"Aku mau pesen tiket pesawat nih buat ke Singapura. Coba kamu cek tanggalnya ini sudah bener apa belum?" tanya Arga pada Dita. Dia berjalan mendekati Dita untuk memberikan tabletnya pada Dita.
Dita memeriksa tanggal dan jam keberangkatan, lalu dia syok melihat harga tiket yang dipesan Arga, belasan juta rupiah untuk kelas bisnis.
"Kamu enggak salah ini, Ga? Ke Singapura aja pake kelas bisnis, harganya juga bikin geleng-geleng kepala," tanya Dita sambil menunjuk ke arah tablet.
Arga berpindah duduk di sebelah Dita, menepis jarak di antara keduanya, lalu mengambil tablet dari tangan Dita.
"Tapi aku biasanya naik pesawat ini kok. Apa ada yang aneh? Atau aku ganti aja pesawatnya?" tanya Arga sambil mengeryitkan dahi.
"Cuma ke Singapura loh, Ga. Itu kan deket, 2-3 jam juga sampe dan aku enggak pernah naik pesawat itu."
"Ya sudah kamu perginya sama aku aja, aku pesen tiketnya satu lagi, kamu mau enggak?"
"Nanti uang kamu habis gimana? Jangan boros-boros deh, kan sayang uangnya," ucap Dita pura-pura menolak, padahal jiwanya meronta-ronta ingin mencoba naik pesawat kelas bisnis.
"Tenang aja, kalau uang habis kan artinya mau ada lagi rezeki yang datang. Ya udah aku pesen aja tiket ini ya buat kita berdua. Terus tiket kamu kasih aja ke Asti," kata Arga membayar tiket pesawat yang dia pesan.
"Asti kan udah ada tiket sendiri, tapi enggak apa-apa deh. Nanti tiketnya aku cancel aja satu ke kantor besok," ujar Dita setuju.
"Nah, kalau gitu kan jadinya enggak mubazir. Sip, tiketnya udah aku bayar. Kamu cek lagi aja jam penerbangannya."
Dita menerima tablet dari Arga, mengecek tiket yang sudah dipesan oleh Arga. Arga bangkit dari duduknya menuju lemari pendingin untuk mengambil buah kesukaanya. Lalu kembali ke ruang tengah untuk membagi buah itu dengan Dita.
"Tiketnya sudah ok nih. Wah ada anggur, ini kan anggur kesukaan kamu kan? Apa tuh namanya black apa sih? Aku lupa." Dita mengembalikan tablet milik Arga lalu mengambil anggur yang disodorkan Arga.
"Black autumn. Rasanya manis banget jadi aku suka."
"Iya itu namanya. Tapi, Ga, ngomong-ngomong kamu dapet duit dari mana sih? Seinget aku dulu kamu pas kuliah ngekos deh, terus suka kerja sambilan di mana-mana. Pokoknya mandiri banget deh. Apa aku salah?"
"Kamu enggak salah kok, pas kuliah memang aku ngekos sama kerja sambilan, terus lulus kuliah aku main sama kamera ini aja deh, sambil kerja di mana-mana gitu."
"Terus kamu menikmati hidup kamu yang gitu? Pasti gajinya enggak sedikit tuh makanya bisa beli tiket pesawat mahal."
"Lumayan kok. Bisa untuk makan, nabung, beli apartemen."
"Arga itu bukan lumayan tapi banyak. Tapi aku tetap penasaran dengan kerjaan kamu, kok bisa menghasilkan banyak uang dan enak aja gitu makenya bebas." Dita mulai protes.
"Rahasia pokoknya. Nanti aku kasih tahu kalau sudah waktunya. Pasti kamu akan terkejut, terus kamu bakalan nangis kejer sambil meluk aku tuh."
"Apaan sih Arga, kerjaan apa yang bisa bikin aku begitu ke kamu. Enggak akan ada."
"Tunggu aja tanggal mainnya. Kamu istirahat dulu gih, besok pasti jadwal kamu padet lagi."
"Aku istirahat duluan ya, Ga."
Dita masuk ke kamarnya, sedangkan Arga masih menghabiskan buah anggur kesukaanya di ruang tengah.
***
"Sayang, kamu bisa enggak sih pecat Dita itu? Aku enggak suka lihat dia bolak balik masuk kantor kamu, aku cemburu. Takut kamu nanti balikan lagi sama dia," kata Yuni di apartemen Damar.
"Lho jangan. Gini ya aku kasih tahu, Dita itu penyumbang penghasilan terbesar di agensiku. Kalau enggak ada dia, gimana mau bayar karyawan yang lain."
"Tapi kan model kamu banyak, enggak cuma Dita aja. Masa cuma dia doang yang dapet duit banyak? Yang lain enggak gitu?" protes Yuni tidak percaya dengan penjelasan Damar.
"Yang lain itu biasa-biasa aja. Makanya jadwal kerja Dita yang paling banyak, bisa dari pagi sampai malam banget. Kalau model lain kan enggak sebanyak Dita," kata Damar mencoba meyakinkan Yuni.
"Tapi aku cemburu sama Dita, Sayang."
"Kamu enggak usah cemburu, selama ini aku enggak pernah cinta kok sama Dita. Aku jadiin dia pacar sama tunangan supaya dia enggak pindah ke agensi lain, kalau dia pindah ke agensi lain kan aku mendadak miskin. Jadi mulai sekarang kamu harus ngertiin dia. Aku kan cintanya cuma sama kamu, Sayang."
"Oh gitu, ya sudah deh aku enggak jadi cemburu. Tapi kamu janji nikahin aku sebelum perut aku membesar."
"Aku janji setelah pulang dari Singapura, kita nikah dan biayanya biar Dita yang tanggung." Damar tersenyum lebar.
"Kok Dita yang tanggung semua biaya?" tanya Yuni merasa heran.
"Karena setelah ini dia akan kerja lebih keras supaya menghasilkan uang yang banyak buat kita, gimana?"
"Wah, aku sih setuju banget. Oh ya kayaknya ada yang aneh deh antara Dita dan fotografer itu, karena mereka tadi bilang enggak tunggau sekamar gitu deh, jangan-jangan Dita itu cuma pura-pura nikah."
"Masa sih? Tunggu saja, aku akan membuat dia membayar semua biaya pernikahan kita." Damar menyeringai, memikirkan sebuah rencana agar Dita mengeluarkan banyak uang untuknya.
***
"Ok, kita tukar jadwal, mulai hari sampai kamu pergi dan kamu balik lagi, semua kerjaan kamu yang pegang," kata Dion teman sesama fotografer di agensi K.
Arga mengajak temannya untuk bertukar jadwal karena dia akan pergi bersama Dita, agar dia tidak disangka kabur dari pekerjaan. Untungnya teman Arga setuju, karena Arga akan mengambil semua pekerjaan Dion mulai hari itu, artinya jadwalnya akan lebih padat dari biasanya.
Arga memeriksa semua jadwal pekerjaannya dengan Dion untuk mempersiapkan diri dengan semua jadwal pemotretan di studio atau di luar ruangan. Arga tetap bertanggung jawab dengan pekerjaannya, tidak ingin berbuat semuanya selama bekerja dengan orang lain. Tetapi dia minta Dion untuk merahasiakan rencana mereka.
Sementara itu di kantor yang sama, Dita sedang bertemu dengan tim manajemen di agensi K untuk membatalkan tiket perjalanan ke Singapura. Dia menemui April di ruangannya.
"Mbak, boleh ya tiketnya dibatalkan satu. Pokoknya Asti ikut rombongan, aku enggak." Dita berusaha membujuk April.
"Sebenarnya enggak boleh Dita, karena kamu berangkat bareng dengan rombongan kita. Kalau ternyata kamu kabur gimana?" kata April belum memberikan izin.
"Aku dateng kok Mbak. Enggak mungkin aku mangkir. Pak Damar mau gantiin aku sama Yuni aja aku marah kok."
"Heh, gila itu si Damar, masa mau gantiin kamu dengan Yuni. Yuni itu siapa sih, cuma model kemarin sore, enggak tahu apa-apa juga gimana cara jadi model. Heran aku, makanya pas Damar bilang mau nikah sama Yuni aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Aneh."
"Nah, Mbak April aja ngomel kan. Apalagi lagi aku."
"Ya jelas ngomel lah. Gila beneran deh si Damar itu, kena pelet si Yuni itu kali dia."
Dita tersenyum lebar mendengar ucapan April, merasa senang mendapat dukungan dari manajemen.
"Jadi aku boleh ya Mbak berangkat sendiri?" bujuk Dita lagi.
"Ok, tapi kamu kabari aku terus ya, biar enggak lose contact. Eh, jangan dicancel deh tiket kamu, tadi Damar minta tiket tambahan buat Yuni, kalo gini kan aku enggak perlu tambah tiket, pake aja tuh tiket kamu, biar irit. Lagian enggak ada anggarannya tuh dia ngajak Yuni. Emang sih ini agensi punya dia tapi kan dia enggak bisa semena-mena juga. Kesel kan aku jadinya."
"Siap, Mbak. Aku update terus deh nanti selama di perjalanan. Wah, wah, lama-lama bangkrut deh ini agensi gara-gara Damar cinta mati sama Yuni."
"Tapi kamu enggak cemburu sama Yuni itu, Dita? Diputusin sama Damar kan kamu?"
"Cemburu? Enggak deh, ngapain cemburu ama cewek kayak Yuni. Yuninya begitu, artinya Damar sama aja, sebelas dua belas ama Yuni kan? Justru aku malah seneng gitu, Allah menunjukkan yang siapa Damar sebenarnya, selama ini aku banyak dibohongi oleh Damar."
"Baguslah kalau begitu. Jangan sedih pokoknya karena Damar gila itu, semoga pasangan kamu yang sekarang baik terus sama kamu. Semoga kamu enggak dipecat karena nikah dengan fotografer ganteng itu," ucap April penuh harap.
"Enggak mungkin dia mecat aku selama dia masih butuh duit, Mbak."
"Oh iya bener juga." April menggangguk setuju.
"Aku lanjut kerja lagi ya Mbak, terima kasih untuk bantuannya."