Bab 74 Bangkit

1050 Words

Bandara Soekarno-Hatta, dua hari setelah Celestine setuju bertemu Arimbi. Mereka memutuskan untuk ke sana. Bram menarik koper kecil, sementara Celestine berjalan di sampingnya dengan mantel beige dan kacamata hitam. Wajahnya tenang, tapi jantungnya berdetak keras. Singapura bukan kota asing baginya, tapi kali ini… ia bukan datang sebagai CEO penuh percaya diri. Ia datang sebagai “anak yang terbuang.” “Cel, kau yakin mau bertemu?” tanya Bram sambil melepas napas panjang. “Yakin? Tidak,” jawab Celestine, menatap papan keberangkatan. “Tapi aku harus. Bukan karena aku butuh ibuku… tapi karena aku butuh alasan untuk tidak menyerah.” Bram terdiam. Celestine meliriknya, "Bukankah kamu yang mengusulkan aku meminta bantuan ibuku?" "Benar, sih, tapi..." "Sudah terlambat untuk ragu, Bram." "

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD