Angin malam menyusup lewat jendela terbuka. Si anak baru tertidur di sofa ruang tengah, senjatanya diletakkan di dekat pinggang—masih waspada, tapi tetap manusia. Aulia melangkah pelan, nyaris tanpa suara. Di tangannya, sebuah suntikan kecil berisi cairan bening. Dia mendekat. Satu, dua langkah, detak jantungnya tidak terganggu. Inilah keahliannya—membunuh tanpa jejak, memanipulasi tanpa dosa. Saat dia menunduk untuk menyuntikkan cairan itu ke leher si gadis—mata si anak baru terbuka. Matanya terbuka—tajam. Dalam sepersekian detik, ia sudah bangkit, mencengkram seperti tentara lapangan. Gadis itu menjegalnya, membuat Aulia terjatuh dengan keras ke lantai. “Apa yang kau lakukan?” Suara si anak baru dingin. Aulia tak panik. Dia hanya tertawa kecil. "Memastikan kamu tidur cukup nyenyak

