Kenapa Dia?

766 Words
"Gi, aku mau ngomong sesuatu deh." Kata Brenda membuat Resa dan Megi yang ada disana menoleh kearahnya. Minus Bia yang masih setia mendekam di kamar mandi. Megi mengernyitkan dahinya. "Apa?" tanyanya. Resa memang nampak sibuk sendiri namun Brenda jelas tahu jika Resa sedang menguping. Dasar! "Kamu tahu Johan yang lawan kamu waktu babak penyisihan itu, kan?" Brenda berusaha membuat kata-kata yang sehalus mungkin. Aaah ... kenapa dirinya mendadak berubah profesi jadi makcomblang, sih! Megi mengangguk sambil mengangkat sebelah alisnya. "Trus?" bingungnya. Brenda menggaruk tengkuknya kikuk. Ayo Brenda kamu pasti bisa. Batinnya. "Dia minta dikenalin sama kamu." Jelas Brenda sangat pelan. Resa mulai menampilkan gelagat aneh, apalagi kalau bukan mengkepoi pembicaraan ini. "Buat apa?" tanya Megi bingung. "Dia suka sama kamu, Gi." Cicit Brenda. Sial pokoknya Brenda tidak akan mau lagi mengurusi urusan percintaan orang. OGAH! Dia sendiri aja masih jomblo, eh ... ralat single maksudnya. Megi masih menampilkan wajah datar. Yang benar aja dirinya gak ada kaget-kagetnya gitu?! "Kok diem aja sih, Gi?" tanya Brenda karena Megi nampak tidak membalas ucapannya. "Dia yang suruh kamu buat bilang gini?" tanya Megi datar. Brenda mendadak bingung sendiri. "Em .. ya gak juga, sih." Ucapnya gelagapan. Kenapa Brenda yang bingung sendiri, ya?! Megi nampak menghembuskan napas pelan. "Kalo dia beneran cowok, suruh ngomong sendiri." Lalu Megi menutup buku nya dan beranjak pergi. Resa langsung melonjak kearah Brenda. "Beneran, Bren?!" serunya bersemangat. Brenda mencibir tanpa suara. 'Benerkan apa kataku tadi.' Batinnya. "Bodo Re, aku mau pergi. BYE!" lalu Brenda pergi meninggalkan Resa yang tengah kepo setengah mati. "BRENDA!!" pekik Resa sebal dan Brenda hanya cekikikan. :::::::::::::: Seorang pria paruh baya yang masih tampak gagah tengah duduk di tengah ruangan sendiri. Pria berumur 42 tahun itu hanya duduk diam memperhatikan foto wanita yang ada di tangan nya. Seulas senyuman tipis muncul di bibirnya. Pria itu beranjak menuju jendela lalu menyingkap gorder tirai yang sangat besar itu. "Akan ku balas kau karena telah bermain denganku!" desisnya tajam entah pada siapa. Dia mencengkeram figura foto itu erat. Hatinya bergemuruh antara murka, lega, dan kesal. Semuanya berkecamuk menjadi satu. Jorse Kentelsan adalah pria yang sejak tadi tengah perang batin itu. Tidak lama ada suara ketukan di pintu. "Masuk!" Orang itu berjalan mendekati Jorse lalu berdiri di belakangnya. "Saya sudah dapat semua informasi tentangnya, tuan." Katanya penuh arti. Jorse mengangguk. "Berikan padaku." Titahnya dingin. Pria itu mengangguk patuh lalu menyodorkan map merah yang entah apa isinya kepada Jorse. "Ini tuan." Ujarnya sopan sambil menunduk. Jorse menerima sodoran itu. "Pergi." Desisnya. Pria yang disuruh itu pun hanya menurut patuh. Jorse memang memiliki aura Bossy yang sangat besar. "Saya permisi, Tuan." Pamitnya lalu beranjak pergi. Jorse beranjak ke kasurnya lalu duduk di pinggirnya. Diletakkannya foto yang sempat dipegangnya tadi lalu membuka map merah yang barusan ia dapatkan. Jorse membaca semua yang ada di dalam map itu dengan tenang dan tidak melewatkan informasi satu pun. Dia tersenyum setelah semua info itu selesai dibacanya. "Aku akan membawa mu kembali..." ucapnya menatap nanar map merah itu. "Brenda." Lanjutnya lalu bibirnya itu kembali melengkung ke atas. ::::::::::::: Brenda sekarang sedang duduk di hadapan Johan. "Bagaimana?" tanya Johan on point. "Kata Megi kalo kamu cowok kamu harus ngomong langsung sama dia, gitu." Jelas Brenda jujur. Johan nampak sedikit kaget lalu menormalkan ekspresinya segera. "Oh ... yaudah ayo!" kata Johan bersemangat. Brenda mengernyit bingung. "Hah?! Kemana?" beo nya. Johan berdecak sebal. "Anterin aku ke Megi sekarang lah." Terangnya. Brenda mlongo. WHAT THE HELL?!!! Seniat itukah Johan? "Gak sekarang juga kali, Jo." Kata Brenda melenguh pelan. Johan nampak keras kepala. "Semakin cepat semakin baik." Tuturnya yakin makin menggebu. Brenda menggeleng lalu berdecak malas. "Ck! Yaudah sana sendiri, aku malas nganterin!" ketusnya. Johan mencuatkan bibirnya sebal. "Aaaa ... Brenda anterinnnnn!!" rengeknya. Dasar kupret Johan!!! "Iya iya, ayo aku anter!" putus Brenda daripada lelah direcokin. Johan tersenyum senang lalu memeluk Brenda. "Makasih!" pekiknya senang sambil mengacak rambut Brenda. "Kalian ngapain?!" Brenda langsung menyentak Johan begitu mendengar suara seseorang. "Kita lagi ngobrol, tuh." Jawab Johan dengan senyum lima jarinya. Stev mendekat dengan wajah datarnya. "Pakai pelukan segala?" sindirnya. Johan menggaruk tengkuk nya yang entah gatal atau tidak itu. "Hehe ... habisnya aku lagi seneng, sih." Jelas Johan cengar-cengir. "Trus sampai harus pelukan sambil ngacak rambut gitu?!" sarkas Stev masih dengan wajah dingin. Brenda tersenyum kikuk, duh kok Stev mendadak marah gini sih. "Johan tadi gak sengaja kok, Stev." Jelas Brenda menengahi. Stev menatap datar Brenda. "Oh gak sengaja tapi kamu gak nolak, kan?!" ujar Stev makin dingin. "Eh..buk—" "Udahlah lagian kamu kayaknya seneng gitu. Aku pergi!" ketus Stev memotong ucapan Brenda lalu pergi begitu saja. LAH KOK JADI DIA YANG MARAH, YA ?! *** TBC. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD