Masih Tanda Tanya

831 Words
Brenda mematut dirinya di depan cermin, seragam, jubah. Cek cek. Ok! Sepertinya dia sudah siap untuk berangkat sekolah, dia mulai melangkahkan kaki nya keluar kamar seraya bersenandung ria, kenapa dia merasa kalau hari ini pasti akan cerah. Brenda tersenyum-senyum sendiri dan terkadang dia menyapa beberapa siswa yang ditemuinya di lorong. "Brenda!" panggil seseorang di belakangnya membuat Brenda berhenti dan menoleh kearah orang tersebut. Orang tersebut tersenyum lebar, terlampau lebar malahan. Lalu berlari kecil kearah nya. "Johan." Panggil Brenda setelah orang itu ada di depannya. Ya, yang ada di depannya saat ini adalah Johan. "Gimana?" tanya Johan antusias setelah berada di depan Brenda. Brenda mengernyit bingung. 'Apanya yang gimana?' pikirnya tidak nyambung. Johan yang melihat gelagat bingung Brenda langsung menambahi. "Itu loh yang kemarin aku bilang soal Megi," jelasnya sambil cengar-cengir. Brenda langsung menepuk jidatnya. Yassalam. Dia lupa karena masalahnya terlalu banyak sehingga dia tidak sempat untuk mengurusi masalah orang lain. Brenda meringis salah tingkah menatap Johan, "hehehe .... sorry ya aku lupa." Kata Brenda tidak enak hati. Johan langsung menampilkan ekspresi kecewanya dan menghembuskan napas pelan namun Brenda masih bisa mendengarnya. "Ya udah deh nggak apa-apa mungkin kamu juga sibuk, maaf ya aku yang terlalu maksain." Gumam Johan dengan tersenyum namun Brenda jelas tahu bahwa lelaki itu sedang bersedih, Brenda yang tidak tega pun terpaksa harus membantunya. "Eh gak kok! Apaan sih bukan gitu, aku cuma lagi sibuk aja, tenang habis ini aku langsung kok bantuin kamu, suer!" janji Brenda yakin sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk tanda peace. Johan langsung tersenyum lebar mendengar perkataan Brenda. "Seriusan gak bohong, kan?!" tanyanya antusias. Brenda mengangguk yakin, meskipun dalam hati dia meringis. Haah ... masalahnya bertambah lagi kalau gini caranya kapan masalahnya kelar-kelar coba. "Iya kok, seriusan enggak bohong!" janji Brenda yakin. Padahal mah dalam hati dia sudah menggedor-gedor ingin bilang. TIDAK! Johan mengangguk antusias lalu tersenyum lebar. "Makasih ya, aku tunggu infonya!" ujarnya mengerling penuh arti lalu melenggang pergi meninggalkan Brenda yang wajahnya sudah pucat pasi. 'Mampus kamu Bren, salah siapa sok-sokan janjiin orang!' batin Brenda menyindir dirinya sendiri. :::::::::::: "Stev gimana, udah ada kabar lagi dari Tuan?" tanya Adrian menatap temannya itu serius. Stev yang sedang membaca buku meletakkan buku nya ke meja lalu membalas tatapan Adrian. "Hm, terakhir yang kemarin." Adrian mengangguk paham. "Kira-kira apa hubungan mereka, ya?" Adrian menopang dagu nya dengan telapak tangan. Stev menyeringai tipis lalu menggendik. "Mana aku tahu." Sahutnya acuh. Adrian menghela napas panjang. "Kapan ya Tuan datang?" tanyanya lagi sambil menyorot Stev. Stev menggedikkan bahu nya lagi sambil menggeleng lemah. "Aku juga kurang tahu." "Aku harus menemuinya untuk meminta penjelasan pokoknya!" putus Adrian. Stev menyenderkan punggungnya ke kursi yang di dudukinya. "Sepertinya tidak usah, karena kamu tahu sendiri kan sifat nya." Saran Stev. "Dingin." Adrian menebak ucapan yang dilontarkan Stev tadi. Stev mengangguk. "Kita bisa tanya anggota lain disini daripada cari resiko menemui Tuan." Stev berpendapat. "Emangnya ada anggota lain di Akademegicial ini selain kita?" heran Adrian. Stev tersenyum misterius. "Ada—" dia memberi jeda sejenak, "dan dia orang yang tidak pernah kita duga sebelumnya." Lanjutnya. :::::::::::: Brenda, Resa, Bia dan Megi sekarang ada di kamar Resa. Mereka berkumpul setelah pulang sekolah tadi untuk hang out bersama. "Dih, aku sebel banget tahu sama si Pak Adit, cerewet banget jadi guru!" Bia berkoar-koar dengan muka kesalnya. Resa tertawa sumbang, "HAHAHA pasti kamu dimarahin lagi kan karena nggak becus kendaliin air." Sindirnya. Bia menatap tajam Resa, "sebenarnya itu bukan masalah aku bisa ngendaliin atau enggaknya, ini tuh cuma masalah dendam yang belum selesai aja!" Bia bersungut-sungut. Brenda mengernyit bingung, "dendam apa emangnya, Bi?" tanyanya kepo. Bia menatap Brenda lalu menekuk muka nya. "Jadi tuh dulu waktu tes aku tuh niatnya mau bikin kesan yang spektakuler di mata Pak Adit, eh taunya air yang aku buat untuk melindungi atas kepalanya Pak Adit malah mengguyur badannya. Jadi sejak saat itu Pak Adit jadi sering banget ngomelin aku!" Bia menjeda sejenak untuk mengambil oksigen. "Salah ini lah, itu lah, padahal mah aku sejak setelah kejadian itu udah berusaha memperbaiki diri bahkan udah minta maaf tapi yah .... meski udah di maafin tetep aja kayaknya dendamnya belum kelar." Muka Bia keruh ketika selesai bercerita. Resa dan Brenda tertawa ngakak mendengarkan penjelasan Bia. Apalagi ditambah ekspresi Bia yang sangat mendukung itu. Sedangkan Megi hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala nya. Yah ... kapan coba Megi tertawa. "Mohon bersabar ini ujian." Kata Resa sambil cekikikan. Bia yang malas mendengarkan ejekan temannya pun memilih pergi ke dalam kamar mandi entah untuk melakukan apa. "YEE NGAMBEKAN!" Resa sedikit berteriak agar bisa di dengar Bia. Namun Bia melengos tak peduli. "Eh eh, kalian tau gak sih katanya pemimpin Akademegicial bakal datang Minggu ini!" pekik Resa tiba-tiba. Brenda dan Megi hanya mengangguk sekilas, "iya sih katanya." Timpal Brenda. Resa langsung jingkrak-jingkrak sambil memekik tertahan. "Oh my god, aku pokoknya harus minta tanda tangan sama foto bareng dia!!!" Teriaknya sambil mengguncang-guncang bahu Brenda dan Megi bergantian. Brenda dan Megi hanya saling bertatapan sambil memikirkan hal yang sama. 'Apakah temannya ini masih waras?' *** TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD